Kamis, 23 Juni 2011

Yang Kubaca


~ Yang Kubaca ~

Ketika kau ungkapkan rasa bahagiamu akan datangnya waktu itu,
Aku baca tentang kerinduan yang 'kan berbalas pertemuan.

Ketika kau tuturkan 30 tahun harapan kau pupuk dalam kepasrahan,
Aku baca tentang keteguhan tekad dan cintamu.

Hari demi hari kian dekat,
Degup jantung dan nervous akan kekuatan fisikmu bagi saat-saat yang ditunggu-tunggu itu,
Membuatmu untuk sesaat jatuh sakit.
Aku baca padamu akan kelemahan seorang hamba di hadapan Kebesaran-Nya.

Hingga tibalah saat keberangkatanmu
Diiring doa dan harapan untuk kesempurnaan ibadah.

Satu bulan lebih engkau tinggalkan kami
Untuk memuaskan rindu yang telah engkau pupuk sekian lamanya.
Untuk menunaikan kewajiban ibadah yang ditetapkan bagi hamba-hambaNya
Menyambut panggilan suci-Nya
Labbaika Allohumma labbaik…

Kembalimu dari tanah suci, menyempurnakan catatan kisah
Bagi perjalanan hidup di dunia ini
Tunainya rukun Islam yang kelima.

Sampai engkau tuturkan,
Kemudahan yang engkau dapatkan selama prosesi di tanah suci.
Maka, kubaca akan pertolongan Allah padamu
Atas semua kekhawatiran yang menghantui pikiranmu.

Kelengkapan ibadah haji dan sunnah Arbain.
Pun masih ditambah tiga kali lebih tiga perempat khatam qur'an selama keberadaanmu disana.
Maka kubaca kesungguhanmu dalam memenuhi panggilan-Nya

Dan ketika dalam keheranan harus kuungkap akan hidangan yang masih banyak juga
Dan tamu-tamu yang juga masih berdatangan,
Ada yang bilang “Demikianlah keberkahan-Nya telah dilimpahkan.”

Dan kalau pagi itu dalam tidur malamku, Kulihat badanmu yang bercahaya
di bawah sinar matahari yang terang benderang, siap terbang ke langit,
Aku tidak mampu membaca…..
Apakah itu tanda diterimanya ibadahmu……?
Ataukah itu tanda perpisahan yang kian dekat…..?

Diatas semuanya,
Hanya doa yang terukir dalam hati ini untukmu Ibu tercinta.
“Semoga hajimu adalah haji yang mabrur.”

24 Maret 2003

Emak, pagi hari saat kepergianmu, serasa semua menjadi jelas bagiku. Begitu banyak tanda-tanda kebaikan yang mewujud mengiringi kepergianmu.

Emak, engkau yang biasa terlihat keriput termakan usia, kulitmu terlihat begitu kencang dan bersih bersinar. Keringat yang biasanya kurang kami suka baunya karena kecut, hari itu tercium seperti harum kenanga. Dan rambutmu tetap hitam legam Mak. Tanganmu yang bergerak-gerak dalam ketidak-sadaranmu, mengingatkan kami akan tasbih yang biasa engkau putar. Tanda apakah itu Mak?

Emak, menjelang bepergianmu, alarm di kamar tempatmu dirawat tiba-tiba berbunyi sendiri tanpa ada seorangpun dari kami yang menyentuh. Engkau telah membuat para perawat dan kami kebingungan mencari sumber bunyi itu, Karena mengkhawatirkan kondisimu.

Emak, mengapa langit yang berlihat cerah berbintang, pagi itu turun gerimis kecil saat kami mendorong jasadmu menuju kamar jenazah? Seolah-olah air mata menetes dari wajah langit. Dan saat engkau di kamar jenazah, tiba-tiba seluruh lampu rumah sakit padam kira-kira satu menit. Padahal saat itu kakak mendapat berita tidak ada lampu mati waktu itu di kota Malang. Tanda apakah itu Mak?

Emak, saat kita meninggalkan rumah sakit dengan mobil ambulan, aku yang duduk di depan dengan kakak melihat suasana yang lengang dan jalanan yang kita lalui basah oleh gerimis pagi itu. Kita tiba di rumah saat qiroah berkumandang dari masjid-masjid untuk menyambut adzan subuh? Bukankah itu adalah waktu engkau biasanya berangkat ke masjid Mak?

Tahukah engkau Emak? Saat kami merawat jenazahmu, kota yang menjadi tempat tinggalmu tiba-tiba diguyur hujan deras hingga mereka yang sedang jalan kaki ke pasar, menjadi basah kuyup karenanya. Saat kami membacakan surah Yaasin di dekatmu, engkau seperti tidur. Sungguh kami akan menyambut dengan senang sekali kalau engkau bangun kembali Mak.

Ah Emak, saat engkau diangkat keluar rumah untuk upacara mengantar kepergianmu di halaman rumah pagi itu, matahari bersinar redup. Dan aku harus menahan tangisku saat bapak itu menanyakan apakah engkau orang yang baik atau tidak. Tiga kali dengan suara yang tegas mereka mempersaksikan engkau orang baik, sedang mereka adalah sahabat-sahabat yang ingin mengantar kepergianmu dari jamaah pengajian, tahlil, kelompok haji dan orang-orang yang ingin mengantar kepergianmu. Dan kami, anak-anakmu pun mempersaksikan engkau adalah Ibu yang baik.

Dan Mak, kami diberitahu tetangga, kalau ada orang gila mengambil bunga dari makammu di petang hari setelah engkau dikebumikan. Dan meletakkannya diatas buntalan yang dia arak lewat depan rumah kita. Waktu anak-anak muda dekat rumah menertawakan ulahnya, dia marah Mak! Sambil berkata, “Mengapa tertawa? Ini tanda turut berduka cita!” Tiba-tiba kami teringat dengan orang gila yang biasa engkau beri makan setiap kali lewat di depan toko. Apa engkau mengenalnya Mak? Karena kalau begitu, kami tahu perbuatannya tidak akan mengurangi kehormatanmu.

Saat kami kunjungi tempat istirahatmu, aku sungguh heran Mak! Mengapa makammu begitu panjang? Sepertinya melebihi tinggi badanmu semasa hidup di dunia fana ini. Bahkan setengahnya lebih panjang dari makam nenek yang berbaring disampingmu. Apakah itu pertanda derajatmu disisiNya lebih mulia dibanding semasa hidup di dunia fana ini Mak?

Emak, waktu kami sedang mencuci piring gelas usai tahlil malam ketiga sambil tertawa riang sebagaimana saat hadirmu disisi kami. Acara itu serasa seperti pesta yang kami adakan untuk merayakan pertemuanmu dengan-Nya, Mak. Mungkin inilah maksud mimpi berulang dari beberapa orang yang melihat rumah kita mengadakan pesta perkawinan. Hari wafatmu seolah menjadi pesta perkawinanmu.

Di malam itu juga Mak, kami kedatangan seorang tamu laki-laki tak dikenal, meminta nasi putih. Dia memakai pakaian putih-putih agak lusuh namun berwajah bersih tapi tingkah lakunya seperti orang gila. Wajahnya mengingatkan kami pada seorang sepupu yang telah meninggal dunia. Yang membuat kami bertanya-tanya, dia tersenyum-senyum sambil meracau, “Emak masih utuh, Emak masih utuh!” Apakah itu artinya Mak? Apakah itu pertanda jasadmu masih utuh dalam perut bumi? Kalau demikian adanya semoga keridhoan-Nya senantiasa tercurah untukmu Mak!

Oh ya Mak, Kami tiba-tiba mencium wangi bau kenanga di dekat kami saat kami ngobrol-ngobrol tentang pentingnya pelajaran agama tidak hanya sekedar menjadi wacana tapi harus diamalkan. Kakak juga sempat mencium wangi bau itu usia jamaah shubuh di rumah pagi itu. Apakah engkau juga hadir bersama kami waktu itu Mak? Karena aku ingat sebelum meninggalmu, engkau sempat mencari-cari sajadah barumu yang engkau persiapkan untuk hari raya Idul Fitri nanti. Dan engkau belum sempat menemukannya hingga wafatmu, Sedang kami belum pernah tahu bagaimana modelnya. Apakah kehilangan itu juga pertanda Mak? Karena kata kakak, Bapak juga kehilangan sarung yang biasa dipakai untuk sholat menjelang wafat beliau di bulan Romadhon 25 tahun yang lalu.

Ah Mak, kami yang dzolim, maafkan kami! Kalau kami belum bisa mencontoh teladanmu yang senantiasa bangun pagi untuk sholat tahajjud dan berjamaah subuh dimasjid, meskipun pagi itu sedang hujan….

Kami yang dzolim Mak, maafkan kami! Kalau kami belum bisa mencontoh teladanmu untuk menjadikan hari-hari kami diterangi dengan bacaan Qur'an seperti engkau yang selalu membacanya sepulang dari sholat subuh di masjid, juga sepanjang waktu-waktu luangmu menjaga toko.

Kami yang dzolim Mak, maafkan kami! Kalau kami belum bisa mengasihi seperti engkau mengasihi…
Sehingga orang-orang mengenalmu sebagai seorang yang pemurah.

Dan sungguh lucu bukan, Mak?! Kalau kami mesti iri dengan seekor kucing yang setia menunggu kepulanganmu dari masjid dan toko. Kucing yang dengan setia telah menantimu dari batas musholla dan mengiringimu di belakang saat engkau berjalan pulang. Dan kami juga mesti heran, bagaimana kucing itu bisa tetap setia duduk di depan pintu saat engkau mampir ke rumah bulek atau kakak?

Ah Emak, sebungkus nasi goreng yang teronggok di gang samping rumah itu, ternyata sengaja engkau letakkan disana, untuk kucing itu. Nampaknya itu adalah jamuanmu yang terakhir untuknya, sedang kami saat itu malah ingin merebutnya. Dan engkau katakan, “Sudahlah tidak mengapa, kalian juga tidak akan suka!” Nampaknya semua itu akan menjadi kenangan kami tentangmu Ibu.

Emak, kata orang 40 hari menjelang kematian, Biasanya yang bersangkutan akan mendapat tanda, Apakah engkau juga mendapatkannya? Tapi mengapa kami tidak melihat banyak perubahan padamu? Ataukah kami yang kurang awas Mak? Yang kami tahu, Engkau memang mulai jarang menonton sinetron Si Doel kesukaanmu, dan jarang kudengar tawa gelimu saat melihat ulah konyol pemainnya. Suara televisi juga tidak lagi sekeras biasanya.

Kami hanya melihatmu sebagai orang tua yang bersemangat hidup tinggi. Karena teman-temanmu di acara pengajian mingguan masih bertemu denganmu di minggu terakhir itu. Juga teman-temanmu di acara tahlil mingguan melihatmu begitu bersih dan cantik di pertemuanmu dengan mereka yang terakhir itu.

Pagi hari saat sehatmu yang terakhir itu, kami juga tidak punya firasat apapun Mak! Seperti biasa engkau masih pergi berjamaah subuh ke masjid. Dan engkau masih sempat ke pasar untuk membeli kebutuhan toko dan sayur-mayur untuk oleh-oleh, karena pagi itu engkau berencana untuk pergi silaturahim dan melayat keluarga almarhum Bapak di luar kota. Memang hari itu engkau sudah tidak puasa Rajab lagi setelah mengerjakannya selama 15 hari. Dan aku yakin sebelum berangkatpun engkau telah mengerjakan sholat Dhuha seperti kebiasaanmu. Jadi, bagaimana kami tidak melepasmu dengan lapang dada? Karena engkau pergi dengan gembira bersama kakak dan adik Bapak?

Emak, rasanya tidak akan pernah cukup aku menuliskan kenanganku atasmu. Karena dari mereka yang datang melayatlah kami semakin mengenalmu. Mereka menceritakan kenangan-kenangan baik mereka bersamamu disaat kami tidak hadir disisimu… Tentang pemberian-pemberian yang engkau berikan kepada mereka. Tentang wakaf yang engkau buat untuk sebuah Pesantren di Kota Batu. Tentang betapa engkau mengabaikan bagasimu sedang kakak-kakak dibuat sibuk mengurusnya kala mengantar kepergianmu menuju rumah Allah. Tentang bagaimana sulitnya mereka mengejar langkahmu yang begitu gesit saat di Mekkah. Tentang engkau yang ternyata menjadi satu-satunya orang dalam kelompok hajimu yang menyelesaikan sholat Arbain. Dan tentang hal-hal yang kami anggap remeh tapi engkau lakukan dan meninggalkan kesan mendalam dalam ingatan mereka tentangmu...

Maka kalau Allah memanggilmu dalam waktu yang telah ditentukanNya, bagaimana kami tidak ridho? Karena engkau sendiri ingin meninggal dunia tanpa membebani kami, anak-anakmu.

Tertinggal kami disini Emak, untuk menjalani kehidupan di dunia ini hingga waktu yang telah ditentukan. Semoga kami bisa berkumpul kembali bersamamu dan Kekasihmu…. Allah, Rasulullah, Ayah, dan orang-orang yang mendapat rahmat-Nya dari golongan mukminin dan mukminat.

Terima kasih Emak! Untuk semua teladan dan pesan kebaikan yang engkau tinggalkan untuk kami. Bagi kami untuk menjaga sholat lima waktu, untuk berbakti kepada orang tua, untuk menyambung silaturahim, untuk berzakat, untuk bershodaqoh, untuk berpuasa, untuk tidak mengurangi timbangan, untuk memaafkan, untuk mengasihi makhlukNya, untuk menyantuni anak yatim, untuk menjaga kehormatan diri, untuk menjaga kesucian, untuk bersabar dan tawakkal dalam sulit dan lapang, untuk bersyukur, untuk tidak memandang harta dan jabatan, untuk menghormati pasangan hidup, untuk menghormati menantu, bahkan untuk menghormati orang gila, untuk tidak menunda-nunda pekerjaan dan untuk semua pelajaran yang engkau berikan dalam wujud tindakan bukan sekedar perkataan. Diatas itu semua, untuk menjadikan Allah sebagai tujuan hidup kami. Semoga kami diberi kekuatan oleh Allah untuk menunaikannya dengan baik.

Sholawat dan salam untuk Rasulullah SAW, Yang ajarannya diikuti dengan sepenuh ikhtiar Emak dalam menjalankannya.

Segala Puji Bagi Allah! Yang melahirkanku dari rahim seorang Chayanah binti Soelchan, yang meninggalkan dunia fana pada 22 Rajab 1426H / 27 Agustus 2005M.

Sabtu, 11 Juni 2011

A Compassion

How could I not pity her?
For her ignorance,
Had her released you,
And casted you to heaven.

How could I not thank her?
For her curse,
Had your love grown,
And flourished even more.

So prayer is one
that I send to her
Against her ignorance
Against her curse

That she will have her consolation,
Get her eyes opened,
And embrace The Truth,
Before her last breath.

Sabtu, 04 Juni 2011

A Mirror

A Mirror

Different life
Garbed in different wrap
Physically

Two soulful hearts searched
To find the unknown
Yet so familiar

I didn't know you
But felt like
Knowing you

A refusal
At first
Clouded by
Thoughts and ideas

As acceptance
Conquered
Harmony reigned

Looking at you
Is looking as me
The deeper part hidden

Now I see you
As my other part
Dancing in adoration
of The One

Jumat, 03 Juni 2011

Qariib

Qariib

Qariib isn't
about physical proximity
It is in the feeling

For how many
Are in their proximity
But their hearts
Are separately unrelated

It is by that reason
Allah said
Fa Inni qariib

To others,
We may be
So far away

Ocean and lands
May come between us
People and events
May give us distraction

But you are here
Safely kept
As a qariib
In this dance of life