Sabtu, 19 Desember 2009

Kebijaksanaan Teknologi Lokal

Tgl 5 desember 2009 pertama kalinya saya berkunjung ke Banjarmasin untuk pelantikan DPW ORSHID Kalimantan Selatan. Singkatnya waktu kunjungan (hanya 3D 2N) dan padatnya acara membuat saya tidak bisa berinteraksi lebih banyak dengan teman dan budaya setempat.

Banjarmasin adalah ibukota propinsi Kalsel yang kata Pak Ris adalah kota terjorok karena orang-orangnya kurang menjaga kebersihan terutama sungai mereka yang banyak membelah kota Banjarmasin. Saya belum sempat menikmati kekhasan pasar apung mereka karena kegiatan yang sampai lewat tengah malam membuat kami memilih bangun agak siang untuk memulihkan tenaga.

Namun ada oleh-oleh menarik yang saya catat dari kunjungan itu. Yaitu kebijaksanaan lokal yang mengandung unsur teknologi dalam membangun rumah di sana. Kebijaksanaan itu adalah dalam penggunaan pohon lokal yang disebut pohon Galam (saya belum menemukan nama latinnya) sebagai salah satu bahan baku membuat pondasi rumah di sana.

Tipe tanah Kota banjarmasin adalah tanah rawa. Sehingga apabila membangun rumah dengan sistem konstruksi biasa, yang akan terjadi adalah, lama kelamaan pondasi rumah akan tenggelam dalam air rawa dan rumah akan ambruk. Ini disebabkan air rawa telah mengyebabkan kepadatan tanah berkurang. Sekalipin mereka menggunakan beton baja sebagai pasak bumi untuk menunjang konstruksi pondasi, tetap saja tidak mampu menahan labilitas tanah rawa tersebut.

Untuk mengantisipasi hal tersebut ternyata nenek moyang suku asli banjarmasin menggunakan kayu pohon galam untuk mengurangi kelabilan struktur tanah rawa tersebut. Mereka memontong kayu galam dengan ukuran 2 - 3 meter dan dihunjamkan ke dalam tanah berawa tersebut sebagai bagian dari pasak bumi. Semakin tinggi konstruksi bangunan, semakin banyak potongan yang diperlukan. sementara hitungan matematis berapa jumlah kayu galam yang harus digunakan untuk beban sekian ton belum saya dapatkan. Nampaknya ini wilayah yang bisa dijadikan bahan penelitian insinyur sipil.

Singkat kata, pengetahuan tentang penggunaan kayu galam sebagai komponen penyusun pomdasi rumah d daerah Banjar adalah bukti sederhana kebijaksanaan teknologi lokal dalam bidang konstruksi. Sudahkah ada yang mengembangkannya menjadi ilmu yang lebih luas dan praktis secara akademis melalui pebelitian? Itu jawaban yang mestinya diberikan oleh universitas-universitas di Indonesia.

Sabtu, 12 Desember 2009

Wake up Call - Tuhan Maha Baik

Satu minggu terakhir rasanya malas untuk beraktivitas maunya istirahat saja karena capek dari perjalanan. Kemalasan itu juga memasuki ranah ibadah sholat sebagai ibadah harian dan hormat waktu. Sepertinya saya sedang mengalami disorientasi dalam menjalani hidup dalam aspek kelurusan gaya hidup.

Dua hari lalu saya menerima kabar, salah seotang rekan organisasi di Malaysia wafat. Kabar yang cukup mengejutkan dan membuat sedih. Karena kabar terakhir yang saya terima adalah Blio sedang mendampingi salah seorang guru Blio yang sedang sakit. Jadi asumsi saya Blio sehat. Tapi takdir Tuhan memang penuh misteri.

Dan hari ini saya menerima sms dari salah seorang rekan dari Indonesia yang berkesempatan hadir dalam pembacaan doa di rumah Blio. Dan saya menangis. Sedih merasa kehilangan seorang rekan pejuang yang baik, tulus dan ikhlas. Bahagia karena kabar bahwa ternyata anaknya telah diberi wasiat untuk melanjutkan perjuangan sang Ayah. Terharu karena ketulusan persahabatan dan komitmen yang ditunjukkan oleh rekan yang mengabari saya tersebut.

Itu semua saya refleksikan pada diri saya yang saat ini sedang mengalami kemalasan dan sindrom 'disorientasi' gaya hidup. Sekali lagi saya harus menangis. Karena saya merasa Tuhan Maha Baik. Di tengah semua yang sedang terjadi pada saya antara dorongan hawa nafsu dan fuad (hati nurani), sesuatu dihadirkan untuk mengingatkan kembali pada arah pandang pada sesuatu yang lebih mulia.

Disorientasi yang saya maksud disini bukan suatu proses kehilangan arah, tapi lebih pada pergeseran orientasi gaya hidup. Gaya hidup yang saya maksud adalah gaya hidup yang lebih mengutamakan ego pribadi, seperti bersenang-senang, mainan game sepuasnya, tidur panjang hingga bangun siang, sampai lalai mengerjakan sholat. Mungkin tak mengapa dengan itu karena banyak orang yang hidup begitu. Tapi membaca nurani dan karakter saya sendiri, saya tahu itu bukanlah diri saya yang sesungguhnya. Itu adalah diri yang 'being victimized by the lure of wordly temptation'.

Disanalah kebaikan Tuhan bekerja. Sebelum benar-benar jatuh, Dia menolong dengan menjadikan seluruh sistem semesta menyeru pada orientasi yang hakiki. Karena dalam orientasi yang hakiki saya bisa tetap merasa bahagia dan justru bahagia yang lebih langgeng dibanding pada orientasi yang lain.

Kini dengan peringatan penuh kasih dari-Nya saya perlu menata ulang aktivitas diri lahir dan batin.

Terima kasih Tuhan!

Sabtu, 28 November 2009

Doa Anak untuk Negeri

Sore ini saya menonton film lama yang dibintangi Pierce Brosnan berjudul Evelyn. Film dengan latar belakang kisah nyata ini mengisahkan tentang perjuangan seorang single parent ayah yang ingin menyatukan anak-anaknya yang harus tinggal di Panti asuhan karena hukum Irlandia tidak mengijinkannya merawat anak-anaknya. Sangat bagus untuk ditonton.

Yang membuat saya terkesan dari bagian dalam film itu adalah ketika Evelyn salah seorang anak yang sedang diperjuangkan kebebasannya dari panti asuhan itu menyampaikan doanya di pengadilan. Doa itu adalah sebagai berikut:
" Tuhan, Engkau melimpahkan dunia dengan hikmat dan kasih. Dengarlah doa kami untuk negeri kami yang indah, Irlandia. Melalui kejujuran penduduk kami dan hikmat mereka yang memerintah, kiranya kedamaian Kau turunkan, kebenaran dan keadilan bertumbuh."

Mendengar doa ini saya sungguh tersentuh dan menjadi berpikir adakah diantara anak-anak bangsa yang pernah secara khusus berdoa untuk kebijaksanaan para pemimpin bangsa dan pelaku-pelaku politik negeri ini? Karena apabila kita lihat perilaku dan kasus cicak vs buaya yang berkembang di ibu kota RI, sungguh rasanya orang-orang yang mengaku dirinya tua dan dewasa perlu mendapatkan pencerahan dan doa seperti doa Evelyn tersebut, agar negeri yang indah ini, Indonesia menjadi negeri yang memberi kedamaian dan rasa keadilan bagi seluruh rakyat yang tinggal di dalamnya - tidak hanya bagi sekelompok tertentu saja.

Bagaimana kalau doa itu dijadikan doa wajib bagi murid-murid sekolah dari TK sampai SMA saat mengawali pelajaran sekolahnya? Bukankah itu doa yang sangat bijak dari seorang anak?

" Tuhan, Engkau melimpahkan dunia dengan hikmat dan kasih. Dengarlah doa kami untuk negeri kami yang indah, Indonesia. Melalui kejujuran penduduk kami dan hikmat mereka yang memerintah, kiranya kedamaian Kau turunkan, kebenaran dan keadilan bertumbuh."

Kamis, 26 November 2009

Terbenam dan Terbitnya Nasionalisme

Seumur-umur saya belum pernah dengan sungguh-sungguh menghayati makna bela negara atau rasa nasionalisme. Ketika berdialog dengan teman dari luar negeri tentang pemerintah yang korup dan masih banyaknya kemiskinan dan kekumuhan di berbagai sudut begeri, sulit sekali untuk merasakan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia.

Juga ketika menjadi bagian dari tim cerdas cermat P4, mengikuti dan mendapatkan pelajaran PMP, semua terjalani tanpa rasa nasionalisme yang kuat dalam dada. Sehingga ketika memasuki dunia kerja dan tidak lagi berinteraksi dengan yang namanya Pancasila dan UUD 45 adalah hal yang biasa saja. Rasa nasionalisme tetap tidak menemukan bentuk nyatanya dalam dunia nyata. Bisa dikata rasa nasionalisme saya sedang terkikis oleh kesibukan kerja dan masalah sehari-hari. Saya rasa banyak rakyat Indonesia juga mengalami hal yang sama. Bahkan pemerintah pun seolah sedang lalai dari menghidupkan semangat nasionalisme dan bela negara di kalangan generasi muda.

Dalam kondisi yang seperti itu, tiba-tiba saya dihadapkan pada situasi yang mendorong saya untuk mempertanyakan nasionalisme saya kembali. Seruan untuk menolak khilafah menjadi pendorong untuk saya meninjau kembali rasa nasionalisme itu. Karena memang untuk bisa dengan tegas mengatakan saya menolak khilafah, saya harus punya landasan yang kuat agar apa yang saya suarakan bukan sekedar membeo ide orang. Apalagi suasana yang tercipta dalam menolak ide itu oleh beberapa teman dinuansakan sebagai perang pemikiran dengan kalangan pendukung pro khilafah. Kalau pakai bahasa mereka ghozwul fikr (perang pemikiran).

Pondasi yang kuat itu harus terbentuk menjadi satu keyakinan, karena di masa kuliah dulu kedekatan dan keterlibatan dengan aktivitas dakwah kampus membuat saya memahami pola pikir orang yang mendukung ide khilafah itu.

Jadi, ketika sebuah pemahaman diajarkan kepada saya tentang nilai-nilai luhur bangsa yang terbentuk dari akar budaya asli bangsa Indonesia, cahaya nasionalisme yang mulai meredup mulai terbit kembali. Ia menemukan kembali energi untuk bersinar kembali melalui pengenalan pada warisan kemuliaan sejarah bangsa, kelemahan yang menyimpan kekuatan yakin, kerendah hatian yang penuh martabat, dan kesakralan hari-hari pilihan yang menandai pergerakan bangsa Indonesia.

Mengenali kemuliaan nilai-nilai itu menerbitkan kembali semangat bela negara. Dan penolakan atas khilafah menandai terbitnya rasa nasionalisme dalam dada. Memberi saya kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, memberi saya kekuatan untuk berkata tidak atas ide penegakan khilafah di Indonesia dengan mengganti dasar negara dan undang-undang dasar negara. Sedang para pahlawan yang tak terhitung junlahnya telah gugur untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan bangsa ini.

Siang ini sempat terbaca pertanyaan menarik melalui yahoo answer 'Perlukah di Indonesia wajib militer?' Kalau saya harus memberi jawaban, maka akan saya jawab YA. Karena dengan itu barangkali jiwa nasionalisme di kalangan pemuda bisa dibina.

Apakah anda setuju juga?

Rabu, 25 November 2009

Menggugat Khulafah (IV)

Semakin dipelajari sistem khilafah yang ada, semakin terlihat bias yang dalam ide utopis tersebut.

Dengan serangkaian dasar hukum yang mengutip ayat-ayat Qur'an memesona orang-orang yang tidak mau menggali lebih dalam pengaruh yang bisa ditimbulkan apabila ide tersebut dibiarkan berkembang atau bahkan diterima sebagai pengganti dasar negara atau bahkan menggantikan kedaulatan NKRI.

Satu hal yang pasti dengan penggantian tersebut dapat dinyatakan dengan kalimat singkat yaitu 'penjajahan model baru'.

Kalo selama ini ide yang mereka lawan dengan getol adalah penjajahan atau hegemoni barat atas mayoritas negara2 Islam atau bangsa Indonesia, maka apa beda ide khilafah dengan hegemoni barat? Karena hingga kini tidak ada kejelasan siapa pemimpin mereka. Yang mereka selalu kedepankan adalah pelaksanaan syariat Islam secara politis.

Tapi bila kita amati dengan cermat seluruh rujukan yang menjelaskan tentang khilafah dan bagaimana penolakan mereka atas Pancasila dan UUD45 maka yang bisa saya simpulkan adalah "kita hendak digiring untuk menjadi bangsa yang kembali terjajah". Hanya kali ini penjajahnya adalah orang Arab bukan Belanda, anak durhaka dari bangsa Indonesia yang dengan gigihnya memperjuangkan ide tersebut telah menjadi antek-antek orang Arab.

Kita semua tahu melalui catatan sejarah seenak-enaknya dijajah lebih enak merdeka. Karena dalam kemerdekaan kita mengenali jati diri bangsa kita, budaya bangsa dan kebiasaan yang telah mengakar dalam jiwa bangsa mendapatkan hak-haknya. Sementara bisa saja segala ide utopia itu menceritakan hal-hal muluk dengan mengacu pada Qur'an dan Hadist. Tapi siapa yang bisa menjamin bahwa ide-ide itu akan diikuti sedang kenyataan di lapangan saat ini saja, ummat Islam yang telah menjalankan syariat Islam seperti dari kalangan NU dianggap belum mengikuti syariat dengan benar!

Orang-orang yang mengaku sebagai pro khilafah adalah orang-orang yang tertipu oleh ide 'arabisasi' ajaran Islam sehingga mereka dibutakan dari melihat nilai-nilai Tauhid, keadilan, kemanusiaan, musyawarah, persatuan yang terdapat dalam akar budaya bangsa (baca: Pancasila) dan sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran Qur'an.

Kalau sila pertama dipermasalahkan hanya karena dihilangkannya ayat syariat... Itu menunjukkan ketidak-bijaksanaan penganut paham pro khilafah. Karena dihilangkannya ayat tersebut menunjukkan pengakuan seutuhnya bahwa memang Tuhan itu Esa dan tiada sekutu bagiNya. Sementara bila dimasukkan ayat tersebut maka pertanyaannya Tuhan tidak lagi Maha Esa karena ada saingannya yaitu yang disembah orang-orang non Muslim. Bukankah itu berarti mereka sudah tidak bertauhid secara benar?!

Jadi singkat kata 'SAY NO to KHILAFAH'

Selasa, 24 November 2009

Tolok Ukur Untung-Rugi

Pagi ini saya disuguhi sarapan nasi urap-urap dengan lauk tahu bumbu bali, tempe bumbu opor dan rempeyek ikan asin. Setelah kenyang makan saya berikan uang pengganti sarapan tadi pada sahabat saya. Dia menolak karena merasa harganya tidak terlalu mahal, hanya Rp.2000,-

Ya, untuk masakan yang begitu enak, mengeyangkan dan lengkap menurut saya harga dua ribu adalah sangat murah. Perkiraan saya antara 4000 sampai 5000 seperti standard makanan yang biasa saya nikmati jika saya menginap di daerah ini.

Hal itu membuat saya berpikir, apa iya ibu penjual nasi itu tidak rugi?! Teman-teman saya yang sedang makan bareng dengan saya menjawab, "Jelas nggak lah! Buktinya sampai sekarang si Ibu masih terus berjualan n malah cukup rame."
Secara ekonomis saya berpikir, 'Ah, mungkin keuntungan yang diambil si Ibu adalah dari jumlah penjualan dengan prinsip biar kecil tapi banyak.' Tapi pikiran saya tetap membuat perbandingan-perbandingan tentang konsep untung rugi.

Banyak orang melihat untung rugi dari sudut pandang ekonomis saja. Prinsip ekonomi menyebutkan dengan biaya sekecil-kecilnya mendapatkan untung sebesar-besarnya. Sehingga kegiatan sosial yang notabene secara ekonomis tidak menguntungkan bahkan malah cenderung defisit karena pelakunya kadang harus mengeluarkan ongkos operasional dari kocek dia sendiri.

Sebenarnya ada banyak hal yang bisa dijadikan ukuran untung rugi selain pertimbangan ekonomis. Prinsip kemanfaatan dan kepuasan adalah salah satunya. Ketika seseorang merasa dan berpikir bahwa apa yang (akan) dilakukannya memberi manfaat entah pada diri sendiri, orang yang dikasihinya, atau apapun yang akan membawa dia pada pencapaian tujuan maka itu adalah keuntungan yang dia dapat. Biaya akhirnya menjadi prioritas nomor sekian. Begitu juga dalam hal kepuasan.

Boleh jadi si Ibu penjual nasi tadi menimbang bahwa kepuasan bisa melayani banyak pelanggan yang notabene kebanyakan adalah rakyat kecil adalah jauh lebih utama dibanding keuntungan ekonomis. Sehingga dia bertahan untuk memberikan harga yang murah dengan tetap menjaga mutu (cita rasa makanan) dan setia melayani pelanggannya.

Bandingkan dengan mentalitas mayoritas pejabat publik yang cenderung mengutamakan keuntungan ekonomis sehingga memunculkan praktik korupsi dan kolusi.

Nampaknya para pejabat publik juga perlu belajar dan bercermin kepada para pedagang kecil. Jangam cuma menggusur lapak-lapak dagang mereka saat razia PKL!

Senin, 23 November 2009

Menggugat Khilafah (bagian III)

Dua hari terakhir saya mendapat kiriman artikel dari teman-teman saya tentang pemikiran Khilafah. Diantara pemikiran itu adalah berjudul "Hizbut Tahrir adalah Organisasi Terlarang (OT) di Negara Asal Berdirinya" oleh redaksi HARIAN BANGSA yang merupakan hasil wawancara dengan KH Imam Ghazali Said. Pengasuh pesantren mahasiswa An-Nur Wonocolo dan artikel "KHILAFAH MENURUT AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH" tulisan KH. M. Shiddiq Al-Jawi.


Stlh menyempatkan membaca dua artikel ini kesimpulan sementara saya adalah setuju dgn pendapat KH Imam Ghozali Said, bahwa konsep khilafah isinya adalah ide utopia tentang 100% syariah di suatu negara yang dalam hal ini adalah arab-oriented dengan mencabut dan tidak mengakui nilai-nilai kebijaksanaan maupun pemikiran lokal.

Bila melihat tokoh utama pencetus HT bs jadi pengalaman menjalani kerasnya medan perang di wilayah Arab dengan latar belakang budayanya, itu secara psikologis mempengaruhi pemikirannya dlm memperjuangkan nilai-nilai Islam. Perhatikan kisah-kisah pejuang Mujahidin yang belum menemukan kedamaian batin selama peperangan di Afganistan hingga kini masih harus berperang dgn saudaranya dan dimanfaatkan pihak asing.Maka sudah tentu kita tidak menginginkan negara kita yang telah bersatu ini diporak-porandakan oleh 'kegelisahan' pemikiran' seorang 'veteran perang fisik' :)

Karena latar belakang gelora semangat "reaktif" tersebut maka tak heran target mereka adalah pemuda. Maka sudah sepantasnya para pemuda ataupun yang merasa berjiwa muda :) merespon/ mengkounter pemikiran utopia itu

Satu hal yang sangat jelas adalah di negaranya sendiri HT melalui ide khilafah adalah produk gagal yang ditolak oleh bangsa arab sendiri. Sehingga jika sudah jelas gagal kenapa kita mau membeli produk gagal dengan mempertaruhkan keutuhan, keselamatan dan keamanan bagsa sendiri?

Memang saat ini banyak pejabat pemerintah kita sedang sakit. Ibarat ada jasad ada jiwa. Sakitnya jasad (pemerintah) bisa mempengaruhi jiwa (negara). Namun sebagai bangsa, kesetiaan kita adalah pada negara bukan pada pemerintahnya. Karena pemerintah bisa berganti-ganti tapi negara tetap.

Minggu, 22 November 2009

Menggugat Khilafah (bagian II)

Saya tadinya tidak berencana membuat tulisan ini sebagai serial, namun karena topiknya masih sama tentang gugatan pada khilafah, naka saya anggap ini adalah bagian kedua dari topik ini.

Kali ini tentang konsep kekuasaan di tangan syariah sebagai lawan dari demokrasi dimana kekuasaan di tangan rakyat. Dimana tentu saja ketika berbicara syariah, maka dasar hukum rujukan mereka tentu saja Qur'an dan hadist.

Karena yang saya pahami khilafah lembaga politik yang sedang diperjuangkan, maka tentu saja yang jadi pertanyaan saya adalah syariah politik yang bagaimanakah yang.sedang diperjuangkan? Krn apabila syariah yang digunakan adalah hasil penafsiran atas ayat-ayat Que'an dan Hadist oleh para tokoh+tokoh maupun ulama yang dijadikan panutan, maka sesungguhnya ada faktor yang yang akan mempengaruhi daya tafsir mereka yaitu latar belakang pengalaman hidup mereka, netralitas pemikiran / keberpihakan dan kepentingan pribadi yang terbungkus dalam pemikiran yang tertuang.

Syariah hasik penafsiran ulama dan tokoh-tokoh yang cenderung pada Islam garis keras dan konservatif tentu akan berbeda dengan syariah penafsiran ulama / tokoh Islam yang cenderung moderat apalagi yang liberal. Sedang masing-masing boleh jadi menggunakan ayat yang sama. Hal ini dapat dilihat dari pemikiran tokoh-tokoh cendikiawan/ulama Muslim yang mendapat gelar sarjananya dari universitas yang berada di negara-negara Arab dibanding dengan yang mendapat gelar sarjana dari negara barat.Yang mendapat gelar dari negara Arab tentu punya keuntungan karena yang berkembang di masyarakat adalah Islam identik dengan dunia arab.

Menggugat kualitas ini hampir bisa dikatakan menggugat dikotomi budaya Timur (baca: arab) dengan budaya Barat. Padahal landasan seperti ini jelas bertentangan dengan Qur'an yang menyebutkan 'Bukanlah mengadapkan wajahmu ke Timur atau Barat wujud keimanan itu tetapi keimanan itu adalah...'

Selain itu, dengan cenderung mengarahkan syariah sbg kekuasaan tertinggi yang cenderung merujuk pada pemikiran yang diwarnai budaya arab adalah pengkerdilan atas universalitas islam dan tujuan utama diutusnya N. Muhammad ke dunia sebaimana termaktub dalam Qur'an yaitu sebagai rahmat seluruh alam (rohmatan lil 'alamiin).

Jumat, 20 November 2009

Menggugat Khilafah

Di fesbuk teman-teman saya sedang berdiskusi kalau tidak mau dibilang berdebat atau berperang melawan ide khilafah. Saya memaklumi dan mendukung ide itu, karena jika tidak ada yang membendung dan mengimbangi akan terjadi penyelewengan paham Islam menuju pemahaman garis keras.

Melihat ke pengalaman masa lalu, saya ingat ide khilafah ini mulai saya kenal saat kuliah dan terlibat dalam diskusi keislaman dengan teman-teman mahasiswa. Yang saya pahami waktu itu khilafah adalah masa-masa pemerintahan keluarga kerajaan Islam dari dinasti muawiyah, abbasiyah, moghul, dan usmaniyah yang berakhir dengan runtuhnya kekuasaan Turki setelah PD I dan bangsa Arab terpecah-pecah menjadi negara-negara kecil.

Masalahnya kini adalah darimana dan kenapa ide khilafah dimunculkan? Adakah ide khilafah ini memang ide asal orang Indonesia? Adakah ide ini muncul sekedar ingin mendobrak kemapanan sistem kekuasaan yang berlaku di negeri ini?

Kalau ide itu muncul dari orang Indonesia, maka bisa dikatakan orang ini adalah jenis orang yang kurang bersyukur dan berpikiran bijak. Kenapa? Tidakkah dia memahami umat Islam hingga mencapai mayoritas ini diperoleh melalui siapa dan menempuh jalur apa hingga mengakar kuat pada pribadi bangsa. Tidakkah dia pahami bahwa dengan luasnya wilayah Indonesia dengan beragam suku, bahasa dan budaya Indonesia telah dipersatukan dibawa pondasi Ketuhanan Yang Maha Esa yang merupakan wujud ketauhidan negeri ini.

Dan jika ide itu bukan dari orang Indonesia, tapi dari bangsa arab sana, maka mestinya sebelum benar-benar mengambil ide tersebut mestinya yang bersangkutan membaca sejarah dan fakta yang ada terlebih dahulu. Bahwa sebegitu luas wilayah jazirah arab dengan hanya satu suku bangsa yaitu bagsa arab, dengan satu bahasa yaiti bahasa arab toh mereka tidak bisa menyatukan hati dan oemikiran mereka untuk membentuk satu negara kesatuan arab. Kenapa ide yang jelas-jelas tidak diterima di negeri tempat Islam berasal akan dibawah ke negara yang justru telah menyatu menjadi negara kesatuan RI?

Jadi atas dasar alasan apakah khilafah pantas untuk diperjuangkan?

Game Magicline (part II)

Agar kecanduan saya pada game ini punya justifikasi, saya memberitahu otak saya untuk mencari-cari sesuatu yang bisa saya jadikan pelajaran :) Paling tidak kalo orang bertanya manfaat apa yang telah anda dapatkan dari aktifitas menyusun bola yang akan meledak itu, saya bisa cukup bangga untuk menyatakan argumen saya :-p

Jadi tulisan ini adalah salah satu yang akan menjadi argumen itu :)

Saat pertama kali bermain tanpa saya sadari saya punya kecenderungan melihat struktur bola secara horizontal dan vertikal saja. Ini menjadi indikator bahwa saya sedang terjebak dalam kemapanan. Karena iti skor tertinggi yang saya raih hanya berhenti di kisaran 200. Semakin mahir saya bermain, semakin saya melihat pola menyilang yang bisa terbentuk. Itupun saya tidak serta merta mencontoh, saya perlu waktu untuk mengambil pola itu dan membuat diri saya mengingat pola menyilang itu. Kondisi ini menunjukkan pada say aspek internal saya yang lain. Bahwa cepat tidaknya saya merespon perubahan itu menunjukkan apakah saya tipe orang yng mudah menerima oerubahan. Pola-pola berpikir seperti inilah yang disebut pola pikir lateral,berpikir diluar kerangka konvensional yang ada.

Hal lain yang juga saya amati selama bermain itu adalah pemain hanya diberi kesempatan mengantisipasi langkap random selanjutnya tapi tidak untuk yang berikutnya. Sekali kita tidak hati-hati dalam memperhatikan peta tata letak bola itu langkap penyelesaian bisa tertutup atau terhalangi oleh lawan (komputer). Hal ini mengingatkan saya pada mata kuliah APK Analisa Pengambilan Keputusan. Kalau di APK kita diajar mengambil keputusan dengan sistem hierarki dan perhitungan matematis, disini otak kita secara praktis menganalisa dan mengambil keputusan tanpa perhitungan matematis. Saya tak tahu apakah para grand master catur mengalami hal yang sama dalam menimbang-nimbang langkah bidak-bidak catur mereka. Tapi inilah yang saya alami selagi membaca pola letak bola-bola.

Satu lagi, ketika saya mulai berada di kondisi kritis dimana peta saya semakin banyal terisi bola dengan pola yang sangat acak sehingga sulit untuk mendapatkan 5 bola dalam satu rangkaian. Di kondisi ini saya menyadari saya kadang harus mengambil langkah mundur dengan menarik satu bola di rangkaian itu dan memindahkannya ke tempat yang lain agar bisa menghasilkan ledakan dan memperluas ruang gerak saya. Hal ini menyadarkan saya, bahwa saya bahwa kadang saya perlu mundur dan merelakan satu hal untuk lepas dari saya agar beban saya lebih ringan dan saya bisa bernapas lebih lega. Seringnya kita hanya menfokus pada satu aspek tujuan bisa membuat kita sampai pada kejenuhan dan mengurangi fleksibilitas gerak.

Dengan ulasan itu, paling tidak di tengah kecanduan, saya masih bisa berusaha menyerap aspek pembelajaran yang tersimpan di balik game itu :)

Bagaimana dengan kecanduan anda? Harapannya tentu ada manfaat yang jauh lebih besar yang bisa diharapkan, untuk memberikan konotasi positif pada kata "kecanduan" :)

Rabu, 18 November 2009

Game magiclines (part I)

Kalo saat ini orang sedang rame-rame kecanduan game Farmville yang ada di Facebook, maka itu sudah lewat buat saya :) sekarang ini saya bisa dianggap sedang kecanduan game yang namanya magicline, dimana kita diminta untuk menyusun bola dengan warna yang sama secara berurutan dengan junlah minimal lima bola. Jika sudah tersusun dalam satu deret yang sama, maka bola-bola itu selanjutnya akan meledak dan meninggalkan ruang kosong untuk diisi oleh bola-bola baru. Skor tertinggi didapat jika kita bisa menjalankan permainan itu selama mungkin dan berhasil menyusun bola sebanyak-banyaknya. Permainan akan mencapai game over jika kita sudah tak mampu lagi menyusun bola-bola yang ada hingga petak-petak yang ada penuh terisi bola.

Kecanduan itu sedemikian rupanya sehingga ketika saya mesti mengosongkan diri untuk menghadap Tuhan dalam bentuk sholat pengaruh dari bola-bola yang meledak lalu lenyap menari-nari di pikiran saya. Pikiran saya juga bergerak-gerak memncari strategi terbaik untuk membuat petak-petak itu sekosong mungkin. Kecanduan itu juga membuat saya rela melek hingga lewat tengah malam hanya untuk bisa mendapatkan skor tertinggi sementara saya tahu besok pagi saya mesti bekerja. Saya juga menjadi sibuk sendiri dan seperti terpotong dari realitas di sekeliling saya ketika bermain game itu, karena bentuk permainan ini tidak interaktif seperti game farmville.

Gejala-gela kecanduan itu mengingatkan saya pada satu seri Oprah talk show yang membahas tentang orang-orang yang kecanduan narkoba. Disana disebutkan pengaruh narkoba terhadap saraf manusia adalah sedemikian rupa sehingga meski orang itu telah bersih (drugfree) jika dihadapannya diputarkan kaleidoskop yang salah satu gambar kaleidoskop itu disisipi gambar narkoba akan memicu saraf mereka untuk bereaksi ingin mencicipi lagi.

Disisi lain saya tahu bahwa kesenangan atau kecanduan yang sifatnya eksternal, punya batasan. Batasannya adalah rasa bosan dan kosong yang ditimbukan setelah berakhirnya 'kenikmatan' yang diberikan oleh benda-benda yang membuat kecanduan itu (addicted agent). Kondisi itu terjadi pada saat korban mencapai titik jenuh kecanduannya. Dan itu tak sama antara orang satu dengan lainnya.

Kemampuan untuk menolong diri sendiri tergantung dari kemampuan orang tersebut untuk mengetahui sejak dini bahwa dirinya sedang berjalan menuju kearah kecanduan lalu menghentikan atau memutus hubungan dengan addicted agent. Saya bersyukur punya sarana yang bisa menjadi indikator untuk mengukur secara relatif level kecanduan saya, yaitu melalui aktivitas pengosongan diri melalui sholat. Dimana saat saya mengosongkan diri ternyat muncul gambar-gambar yang tidak seharusnya, maka gambar itu adalah simbol kecanduan saya.

Bagaimana dengan anda?

Sabtu, 14 November 2009

Menerima tugas sebagai takdir

Kisah penolakan atas jalan hidup bukanlah kisah usang. Catatan sejarah dan kitab suci telah membuktikan hal itu. Salah satunya telah ditulis dalam kitab suci untuk menjadi pelajaran bagi manusia masa kini bahwa orang suci pun juga adalah manusia dengan pilihan dan kemauan bebasnya. Toh itupun tidak menyelamatkannya dari ketetapan dan kuasa Tuhan yang lebih besar yang bernama takdir.

Adalah nabi Yunus berusaha menolak pilihan Tuhan untuk berdakwah di negeri Niniwe. Kehendak Tuhan yang lebih besar menjadikan seluruh alam bekerja untuk menentang kehendak bebas itu. Maka terjadilah badai di tengah lautan, undian yang selalu menetapkan nama dia untuk di lempar ke laut, ikan paus datang menelan, dan 3 hari dalam kegelapan perut si ikan paus hingga doa ampunan mengembalikan dia ke daratan.

Maka kalau kini aku kisahkan ini di sini, itu adalah karena satu sisi batinku menyadari tugas yang dia pilihkan untuk aku ada di alam ini, tidak seberat dan sebesar nabi Yunus tentunya :) dan kehendak bebas diriku sebagai manusia di sisi lain. Konflik itu ada! Dan semakin aku menolak pihan yang Dia tetapkan atas aku, semakin batinku merasa sakit karena yang muncul kemudian adalah rasa kecewa, sedih, marah, terluka dan ketidak-percayaan pada KebijaksanaanNya.

Maka menerima dalam kesabaran di saat diri kita belum bisa sepenuhnya rela menundukkan diri dan kehendak bebas (baca: hawa nafsu) di depan ketetapan Nya merupakan cara terbaik dan paling menyelamatkan. Dalam hal ini musuh kita bukan orang orang lain ataupun makhlukNya tapi musuh kita adalah hawa nafsu kita sendiri.

Dalam situasi seperti ini, langkah nabi Yunus saat berada dalam perut ikan paus yang gulita tentu menjadi teladan kita agar kembali menemukan cahaya (baca: kembali ke daratan) yaitu "Allohumma inni dzolamtu nafsi dzulman katsiro. Laa yaghfirudz dzunuuba illa Anta. Faghfirli. Innahu huwal ghofuurur rohiim"

Aku mohon ampunMu dan teguhnya keyakinan atas KebijaksanaanMu serta kerelaan hati menerima ketetapanMu.

Kamis, 05 November 2009

Menjadi jiwa yang merdeka

Sebuah prophecy rasanya sedang diberikan kepadaku. Tentang apa yang akan terjadi. Kalimat pengingat untuk sesuatu yang akan terjadi agar disaat kejadian berlangsung jangan sampai kita dilalaikan olehnya.

Kalimat itu adalah ketika Tuhan tidak menghendaki tak ada satu kekuatan pun di dunia ini yang bisa menghalangi, begitu juga sebaliknya. Maka agar halnya terjadi atau mewujud maka satu-satunya jalan adalah memohon pertolongannya. Maka mengharap-harap pertolonganNya adalah tindakan batin agar terbuka jalan menuju terwujudnya harapan kita.

Ketika pertolonganNya telah diberikan dan jalan dibukakanNya, maka yang tak mungkin menjadi mungkin, yang sulit jadi mudah, yang jauh dari dekat, yang berat jadi ringan. Semua pengenalan akan rasa tersebut tentu memberikan efek membebaskan pada jiwa, memunculkan euforia sementara. Kondisi ini jika disikapi secara salah akan membawa efek negatif yang mengjadikan kesuksesan itu tak langgeng.

Maka penyikapan dengan benar perlu dilakukan. Merujuk pada kitab suci cara yang benar adalah dengan mensucikan Dia yang telah menjadikan semua itu terjadi, mensyukuri karuniaNya dan memohon ampun atas ketidak-sempurnaan kita dalam menerima karuniaNya.

Kebebasan jiwa dan penyikapannya tersebut adalah sebagaimana Dia ajarkan pada manusia dalam surah An Nashr yang artinya adalah Pertolongan. Sungguh Dia Maha benar bahwa hanya dengan pertolonganNya saja kemerdekaan jiwa bisa terwujud.

Rabu, 09 September 2009

Mata Air Syukur

Dan Allah menurunkan dari langit air (hujan) dan dengan air itu dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang mendengarkan (pelajaran).
[QS 16:65]


Manusia yang dalam hatinya tiada rasa syukur ibarat manusia mati. Hidup jasadnya tapi mati hatinya. Setiap hari isinya dengan keluh kesah, sumpah serapah, caci maki, gerutu, api amarah dan ketidak-puasan. Hawa kematian itu perlu digantikan dengan hawa kehidupan yang berasal dari rasa syukur.

Ibarat air, syukur adalah mata air yang melimpah keluar dari dalam perut bumi (baca: hati manusia). Memberi air kehidupan bagi pemiliknya. Sumber air syukur adalah dari curahan hujan Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa yang melimpah kepada manusia setiap eonnya. Diserap oleh pohon-pohon yang tumbuh disekitar sumber mata air hati tersebut.

Perlambang apakah pepohonan yang tegak berdiri mengelilingi mata air syukur itu?
Pepohonan besar yang menaungi itu adalah perlambang hidup dan berkembangnya akhlak atau perilaku bajik yang tercermin dalam keseharian kita. Semakin banyak perilaku bijak, akan semakin kokoh akan pepohonan itu menghunjam ke dalam hati dan semakin besar dan tinggi batang pepohonan itu. Sehingga semakin banyak pula curahan rahmat yang dapat disimpan dalam akar-akar pepohonan itu. Menjadikan sumber mata air syukur semakin berlimpah dan berlimpah.

Adakah yang mampu menahan limpahan sumber air apabila dia telah mengalir dan membanjir keluar? Tak ada satupun. Karena demikianlah berlakunya ketentuan alam. Batu besar tak akan bisa menghalangi jalan yang akan dilalui air untuk bersatu dengan samudra. Maka demikianlah syukur menemukan caranya sendiri untuk mengekspresikan diri. Dalam bentuk senyum, dalam bentuk pujian, dalam bentuk sembah, dalam bentuk gerak batin dan segala macam bentuk ekspresi syukur lainnya.

Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?". [QS 67:30]


Ekspresi syukur adalah wujud hidupnya hati. Hati yang hidup memberi kelimpahan (prosperity) kepada pemilik jasad. Dan itu tercermin di raut wajah, ucapan, tindak tanduk dan perbawa pemilik jasad. Aura syukur tercermin di keseluruhan diri pemilik jasad.

Kamis, 27 Agustus 2009

Mahaprastanika - Matinya Pandawa (4)

Sepeninggal para sesepuh kerajaan Hastinapura,
Generasi Pandawa membaktikan diri kepada masyarakat sekelilingnya.
Yudhistira memimpin Hastinapura dan Indraprasta,
Dan Krisna memimpin kerajaan Mandaraka.

Masa 18 tahun dalam kebaktian kepada masyarakat dan keluarga.
Menyiapkan generasi penerus tahta kerajaan dan pelindung rakyat.
Tertulis Parikesit sebagai putera mahkota pengganti Yudhistira.
Satu-satunya keturunan Pandawa, putera Abimanyu yang selamat,
Dari senjata pamungkas Aswatama dalam perang di Kurusetra. 3)

...

Hingga nampak tanda waktu kembali bagi Pandawa.
Senjata pamungkas kebanggaan tiada mampu memberi tuahnya.
Kesaktian-kesaktian pun telah tiada berlaku atas Arjuna sang Putra Indra.
Kepergian Krisna dan Balarama sebagai kunci pembuka tanda

50 tahun telah berlalu.
Ketika rombongan Pandawa meninggalkan istana Hastinapura,
Untuk masa pengasingan selama 12 tahun dan penyamaran selama 1 tahun.
Kini mereka bersiap meninggalkan istana Hastinapura,
Menyambut waktu yang mereka nantikan.
Kembalinya diri ke Negeri Asal.

Minggu, 16 Agustus 2009

Tentang Darmaraja (2)

Tiada gambaran buruk atas kelicikan yang tersembunyi dibalik sebuah panggilan.
Tiada prasangka buruk atas kekalahan yang berdiri dibalik tabir sebuah perintah.
Dalam keberserahan, baginya semua pilihan adalah sama....
Pada Darma dia berpegang teguh.

Meja judi kembali digelar,
Untuk sebuah taruhan yang lain...
Memperpanjang masa pertemuan di medan peperangan.
Mematangkan buah kebatilan untuk ditebas oleh pedang kematian.

Sebuah taruhan ditetapkan,
" Siapa saja yang kalah taruhan,
Bagi mereka pengasingan selama 12 tahun ditambah 1 tahun masa penyamaran.
Jika penyamaran diketahui, maka pengasingan lagi berlaku,
Untuk masa 12 tahun berikutnya. "

Catatan takdir di hadapan dan di belakang telah menuliskan,
Bagi Pandawa masa pengasingan berlaku.
Yudhistira memainkan dadu untuk menerima kekalahan di meja perjudian.

Membawa mereka bak singa yang terluka,
Keluar dari istana Hastinapura,
Untuk memasuki masa pengasingan di Hutan Kamyaka.

Atas diamnya Yudhistira,
Pada kepatuhannya menjalankan perintah,
Pada penerimaannya atas penghinaan,
Tidak berkutiknya dia dihadapan pelecehan,
Saudara Pandawa dan Drupadi meninggalkan tanya...
" Tiadakah rasa tertinggal dari diri seorang manusia? "

Kemanakah perginya harga diri, akal pikiran dan kehormatan?
Dihadapan penghinaan yang datang bertubi-tubi.

Yudhistira berujar untuk sebuah alasan,
" Aku akui, aku menjadi sebab dari penderitaan kita.
Tetapi aku harus mentaati Paman sebagaimana ketaatanku kepada mendiang Ayah!
Paman telah mengambil keuntungan dari kelemahanku dalam berjudi,
Dan merendahkan kita hingga yang kita alami saat ini. "

" Telah kusetujui masa 13 tahun kehidupan di hutan.
Sekarang, jika aku hendak mengubah tindakanku,
Ia adalah sebuah penyelewengan dari jalan kebenaran.
Dan aku tidak seharusnya melakukan itu sekalipun dibayar dengan nyawa! "

" Setelah masa pengasingan, aku ijinkan kalian untuk bertindak.
Saat ini, dengan kesabaran melalui penderitaan dan penebusan dosa,
Sebaiknya kita mensucikan diri.
Biarkanlah keharmonisan kembali hadir diantara kita. "

Krisna mengukuhkan,
" Sementara Yudhistira berlatih kesabaran,
Janganlah kalian tergesa-gesa mengalihkan rencana tindakannya.
Baginya Kebenaran Sejati adalah melampaui kekuasaan raja-raja di dunia.
Jika waktunya tepat, dia akan menampakkan kekuatannya. "

Tentang Darmaraja (1)

Catatan cerita:
Kisah ini pelengkap cerita dari seri Mahaprastanika yang mengisahkan tentang kehidupan Yudistira yang dikenal berdarah putih karena kejujurannya.



" Apapun perintah pamanku padaku, aku akan menerimanya, sebagai takdir Ilahi "
Demikianlah perilaku Yudhistira;
Menjadikannya seorang Darmaputra juga Darmaraja.



Adalah bermula dari Rajasuya di Indraprasta,
Sebuah lembaga antara kerajaan yang membawa kecemburuan.
Duryodana dan Sangkuni tiada pernah rela,
Atas perbawa yang senantiasa mengiringi seorang Yudhistira.

Hingga, dibuatlah sebuah rencana licik.
Perjudian menjadi ajang pertemuan mereka.

Meski tanda batin mengatakan tidak,
Sebuah kelemahan merasa perlu untuk ditutupi.
Untuk sebuah kekalahan yang jelas nampak dihadapan.

Kelicikan Sangkuni menjadi bumbu keterlenaan.
Tawa kemenangan Duryodana memanaskan suasana.
Kekalahan demi kekalahan menutup jalan kejernihan.
Hingga tergadailah Drupadi dan Indraprasta.

Ketika kehormatan Drupadi tiada lagi berharga di tengah arena,
Sang Krisna mengulur tutupan atas busana yang tersingkap.
Kala keberserahan menjadi satu-satunya jalan keselamatan.

Sebanyak Dusasana menarik kain sari tutupan Drupadi,
Sebanyak itu pula kain sari terlepas tanpa terhenti di ujung tenunan.
Pun pelajaran tiada tersampaikan kepada Dusasana.

Drupadi pun menghadap ke Destarasta unt. pembebasan,
Dari pelecehan dan penghinaan kerabat Kurawa di hadapan arena.
Durna, Widura menjadi saksi atas perlakuan yang diterima.
Terketuk hati Destarasta atas kebenaran dan kebajikan.

Diterima permohonan pembebasan
Dan diberikan baginya tiga hadiah pembebasan.

Adalah Drupadi meminta pembebasan atas Yudhistira,
Hadiah-pun diberikan!

Diminta pembebasan atas ke-empat saudara Pandawa yang lain.
Hadiah-pun diberikan!

Hingga yang ketiga, ketika hasrat menginginkan kembalinya kerajaan Indraprasta,
Terungkap kalimat, " Cukuplah itu bagiku. "
' Aku tidak tamak akan hadiah pembebasan. "

Destarasta memanggil ke-lima Pandawa ke sisinya dan berkata,
" Aku ijinkan perjudian itu hanya untuk mengetahui bagaimana ia berakhir.
Lupakanlah apa yang telah terjadi.
Anggaplah ia hanya sebagai mimpi buruk. "

Maka kembalilah keluarga Pandawa ke Indraprasta,
Kembali untuk memimpin kerajaan sebagaimana sebelumnya.

Namun ditengah perjalanan,
Utusan dari Hastinapura memotong perjalanan mereka,
Menyampaikan kabar dari Destarasta,
" Aku undang engkau kembali ke istana, untuk sebuah keperluan. "

Adalah Duryodana, Dusasana, Sangkuni dan Karna berada dibalik rencana.
Ketidak puasan atas putusan ayahanda membawa taktik berikutnya.
Ketakutan pada balasan atas tindakan penghinaan menutup jalan pikiran.

Pada kalimat Bima yang terucap bagi Duryodana,
" Jika aku tidak meremukkan paha yang tersingkap itu sampai mati,
Aku bersumpah tidak akan masuk surga nenek moyangku! "

Pada Dusasana pun terucap kalimat,
" Jika aku tidak merobek jantungmu di peperangan dan meminum darah di dalamnya,
Aku bersumpah tidak akan masuk surga nenek moyangku! "

Pada Karna, atas perlecehan yang dilakukan pada Drupadi,
Terucap sumpah Arjuna,
" Jika waktunya tiba, aku bersumpah akan memutuskan kepalamu!
Dan membuatnya menggelinding di bumi! "

Juga atas Sangkuni, Sadewa mengangkat sumpah,
" Atas tindakanmu, aku bersumpah akan membunuhmu di medan peperangan! "

Adalah Yudhistira,
Sebagai lakon perjudian penenang semua pergolakan.
" Kita terikat untuk senantiasa dalam kebajikan, Saudaraku! "

Demikian juga ketika utusan dari Hastinapura datang menghadap,
Yudhistira dengan tenang menyambut,
" Aku taati pamanku, apapun yang menjadi perintahnya! "

Tentang Bisma

Catatan dari Mahaprastanika:

Keberadaan Bisma dalam Mahabarata mempunyai keunikan tersendiri...
Terutama bagi kita yang lebih banyak hidup di alam hitam-putih (baik-buruk).

Bisma sebagai tokoh yang berada dalam 3 generasi Mahabarata hingga akhir riwayatnya, mengemban misi yang khusus....

Banyak kita mungkin akan meletakkan dia dalam kategori tokoh jahat,
dikarenakan keberadaannya di kubu Kurawa....

Pun demikian, bagi Yudhistira apapun pilihan Bisma pasti ada alasannya.
Sehingga ketika peperangan di padang Kurusetra berakhir,
Yudhistira tetap meminta saran dan restu dari Bisma,
Untuk mengemban amanat kerajaan Hastinapura.

Bisma adalah sebuah perlambang.
Dia adalah personifikasi dari lingkaran putih kecil dalam lingkaran besar hitam
Dari lambang Tao (Tomoe).
Dan dia adalah personifikasi dari kalimatNya :
“ Fa‘al hamaha fujuuroha wa taqwaaha “

Dia ciptakan siang dan malam secara berdampingan...
Dia tunjukkan jalan yang fujur dan jalan yang taqwa
Dia ciptakan sungai yang pahit lagi asin dan sungai yang tawar berdampingan...



Adalah nama Bisma terlahir sebagai Dewabrata.
Gelar Bisma terkukuhkan atas sumpah yang terucapkan.

Putra Mahkota yang telah disiapkan jauh hari,
Tinggal selangkah lagi menuju singgasana Hastinapura,
Sang calon ibu tiri, Setyowati meminta sang Pangeran bersumpah:

Demi kemuliaan ayahanda tercinta,
Tidaklah akan kuterima tahta Hastinapura,
Kuserahkan singgasana pada keturunan Setyowati, Ibunda ke-dua.
Inilah sumpahku!

"Belumlah cukup!" kata sang calon Ibu.
"Janganlah pula anak-anak keturunanmu!"

" Terimalah sumpahku, Ibu!
Jika itu kehendakmu,
Tidak akan pernah aku menikah,
Pun berketurunan!
Demi laksananya janji"

Ketika sumpah terucap, penghuni langit menyaksikan ucapannya!
Jadilah dia Bisma!
Orang yang menepati janjinya!

Ujian atas keteguhan sumpahnya berlaku;
Dari Ambalika yang menuntut kehormatan.
Dilanjut Satyawati yang kehilangan semua keturunannya.
Tahta Hastinapura mengalami kekosongan putra mahkota.
Bisma dituntut untuk menduduki tahta kerajaan.
Hingga pertikaian antara keluarga Pandawa dan Kurawa!

Adalah Bisma saksi hidup,
atas adegan kehidupan keluarga Hastinapura....

Adalah sang Bunda sejati, Gangga Dewi sesali pengembalian abu jenazah.
Kesedihan tergambar di wajahnya dan dikenangnya lintasan kehidupan sang Bisma:

" Dulu telah aku serahkan putera ini kepada Sentanu.
Sebagai kanak-kanak, dia telah dilatih menuju kesempurnaan.
Ditunjukkan kepada Yang Maha Tahu.
Dan diperkuat dengan ilmu kanuragan yang tiada tertandingi.

Harapku atas dirinya prestasi super manusiawi.
Tapi nampaknya, dia telah menutup karirnya dengan tiada artinya. "

Namun Krisna memperbaiki pemahaman Gangga,
Tentang keberadaan Bisma.

" Anakmu Dewabrata telah menjadi Bisma!
Bisma adalah manusia dengan perbuatan yang luar biasa. "

Tindaknya di bumi telah menjadi contoh.
Darma menemukan penjelasan padanya.
Karakternya luar biasa.

Dia menggunakan kemampuan Ilahinya untuk melayani mereka yang lemah.
Dan karena itu membuktikan kepada dunia,
Bahwa adalah tidak mungkin! sekalipun bagi Bisma
Untuk melindungi kejahatan. dan menguatkan yang lemah.

Dalam diamnya,
Dia mempercepat kehancuran mereka yang lemah.
Pengorbanan dirinya mencapai puncaknya dengan yang demikian ini.

Dia berikan saran bijaksananya untuk maksud kesejahteraan yang sebenarnya.

Diatas itu semua, dia dimahkotai dengan kebajikan.
Tiada bandingannya bagi seorang Bisma di bumi dan di langit.

Cukuplah kalimat ini menjadikan Dewi Gangga bangga atas anaknya.
Diterimanya abu jenazah Bisma dan dikembalikan dia ke wujud sejatinya.

Mahaprastanika - Matinya Pandawa (3)

Masa berkabung menyelimuti kerajaan Hastinapura selama 30 hari....
Untuk membersihkan luka-luka peperangan,
Melakukan kremasi pada anggota keluarga yang meninggal;
Memperbaiki retak-retak yang tersusun selama lebih dari 15 tahun,
pertentangan antara Kurawa dan Pandawa dimulai....

Yudhistira memimpin kerajaan Hastinapura menuruti pesan Resi Bisma.
Bukan mengikuti aturan feodal.
Rakyat merasakan keberkahan di bawah perlindungan dan rasa welas asihnya...
Kekuasaan Yudhistira adalah yang terbaik ....
Karena tidak adanya perasaan antara siapa yang memimpin dan yang dipimpin...
Kerajaan menjadi sebuah keluarga besar dan raja menjadi kepalanya....

Lima belas tahun lamanya,
Destarastra dan Gandari hidup dalam kasih Darma,
perhatian dan perlindungan Yudhistira sang Darmaraja;
Waktu telah membasuh pulih rasa duka yang menggelayut,
atas hilangnya putra-putra korban kemurkaan nafsu diri...

Juga bagi Bima, si musuh bebuyutan Duryudono,
Dengan caranya sendiri,
leburkan diri ntuk hapus luka hati.
Obat bagi luka hati Paman dan Bibi atas hilangnya anak-anak terkasih.

Hingga....

Tibalah masa bagi generasi Destarastra kembali ke sejati.
Widura, Sanjaya, Gandari dan Kunti ikutkan diri,
iringi niat Destarastra sunyikan diri di hutan,
Jadikan pertapa sebagai pilihan.

Keputusan aneh bagi para Ksatria,
yang semestinya mengabdikan diri pada masyarakat.
Namun keputusan telah dibuat.

Jika berat hati Darmaraja tak halangi langkah,
Maka rela adalah pilihan,
Lepaskan sesepuh jalani laku hidup wanawi.

Kehidupan padepokan (asram) menjadi pilihan;
Semua urusan duniawi dilepas,
Pikiran diputus dari dunia yang fana,
Tujukan diri pada yang Abadi.

Sabtu, 01 Agustus 2009

Mahaprastanika - Matinya Pandawa (2)

Krisna pun hadir mendampingi,
meminta Bisma ntuk berikan wasiat terakhir.
Yudhistira sang pemangku tahta siapkan telinga
jadikan wasiat bekal memimpin kerajaan Hastinapura.


Bertuturlah Resi Bisma dalam kebijaksanaan
Membakar suluh penerang bagi penapak jalan terang
Wasiat agung bagi pemimpin negara
Pun ksatria pendukung kemajuan .....

Oh, ksatria berbudi halus,
Takdir itu kuat perkasa;
namun jangan berkecil hati dihadapannya
karena ikhtiar diri akan mengubahnya.

Cah bagus Putra Darma, Kebenaran itu Maha Kuat.
Jadikan kerelaan dan berserah diri pada Kebenaran pegangan hidup
Dan tak akan pernah ada gagal dalam hidup.

Wahai diraja yang santun,
Latihlah kendali diri,
Jadikan rendah hati dan kebajikan pakaian
Maka hidup akan senantiasa membawa kemenangan.

Janganlah terlalu lunak ataupun kaku,
Jadikan diri berada diantara keduanya.
Tak semestinya diri terlalu lunak ataupun terlalu kaku.
Lihatlah keadaan dan sesuaikan diri dengannya.

Karena kelemahan bukanlah kebajikan,
ia menjadi bibit bagi berbiaknya kejahatan
Pun toleransi yang tiada beraturan,
akan membawa pada keruntuhan.


Jadikan kasih dan sayang bekerja beriringan,
bersama ketegasan disiplin diri.
Maka cinta yang terbangun kuat darinya,
akan memulihkan mereka yang jatuh.

Jangan biarkan hidupmu berkarat dalam kemalasan,
asahlah sinarnya dengan kerajinan
dan hati-hatilah dengan benci
karena kebencian adalah racun

Senyap udara mengakhiri pesan sang resi,
Yudhistira menyerap wasiat tersabda
ke jiwa dan raga dia menyimpannya
Jadikan pegangan dalam laku tata negara

Surya mulai menggelincir di sebelah barat
senja menapak batas-batas malam
candra sengkala telah tiba
bagi sang resi untuk kembali berpulang
Dalam hening cipta Resi Bisma memusat
Melepas ruh dari jasadnya ntuk kembali ke Asal.

Kamis, 30 Juli 2009

Mahaprastanika - Matinya Pandawa (1)

Catatan:

Mahaprastinika merupakan salah satu bab dalam kitab Mahabarata yang mengisahkan tentang matinya Pandawa setelah berakhirnya peperangan di Padang Kurusetra.

Parafrase ini merupakan cerita ulang dari sinopsis Mahabarata dalam bahasa Inggris yang berasal dari India. Sehingga harap dimaklumi apabila mungkin agak sedikit berbeda alur kisahnya dibanding Mahabarata versi Indonesia.

In short, selamat menikmati tulisan bersambung berikut ini :-)


--

Adalah peperangan antara Pandawa dan Kurawa telah berakhir.
Meninggalkan luka-luka batin yang mungkin tak akan pernah sembuh
Di hati mereka yang berhati lemah sepanjang hidupnya....


Pandawa-pun tidak terkecuali... meski ada di pihak yang menang.
Mereka merasakan luka batin atas apa yang terjadi,
Dan kenyataan yang mereka hadapi tentang saudara tua mereka Karna....


Yang tersisa dari pihak Kurawa...
tertinggal Destarasta dan Gandari, harus kehilangan seluruh anak-anaknya.
mengharuskan mereka berhadapan dgn kebaikan Pandawa,
yang telah membunuh anak-anaknya...

Sementara itu,
Yudhistira terpilih menjadi raja Hastina Pura,
membawa rasa gundah lebih besar....
Menuntun tapak kakinya,
pergi bertemu Bisma si Kakek Bijaksana yang memilih Kurawa.....


Bisma terbaring di atas tanah karena banyaknya panah menghunjam
Arjuna menjadi pemegang gendewa dan penyasar utama
Dalam samadhi kakek bijak memberi petuah:


Tidaklah kamu mencari perang.
Keadaanlah yang menghadangmu.
memberantas kejahatan itulah yang kamu lakukan adalah
Tindakmu karenanya adalah ksatria dan bukan dosa.


Tarungku adalah untuk kejahatan.
Pun, yang jahat tidaklah menang.
Ia kalah seperti yang seharusnya terjadi.
Jasadku memang di pihak yang jahat,
Namun tidak terkotori karena tiada padaku alasan egois pribadi.


Naiklah engkau ke singgasana kerajaan,
Bukan karena mencari kekuatan pribadi
bukan juga popularitas,
tetapi laksanakan kewajiban masyarakat.

Mengemban tanggung jawab masyarakat,
adalah kesalehan yang lebih besar,
daripada bertapa di hutan.

Jadilah raja yang adil.
Itulah perintahku kepadamu.

Dengan takjim dan tunduk kepala,
Yudhistira menerima pesan sang Resi Bisma.

Minggu, 26 Juli 2009

Memberi yang Sebenarnya

bagaimana aku bisa memberi dengan sebenar-benar memberi ?
agar pemberian ini menjadi seperti pemberian matahari
untuk setiap kuanta sinar yang dilepaskannya ke permukaan bumi....

bagaimana aku bisa memberi dengan sebenar-benar memberi ?
agar pemberian ini menjadi seperti pemberian melati
untuk setiap tetes bau parfum yang dilepaskannya di kilang penyulingan....

bagaimana aku bisa memberi dengan sebenar-benar memberi ?
agar pemberian ini menjadi seperti pemberian udara
untuk setiap semilir angin yang dihembuskan seiring geraknya.....

Tuanku.....
bagaimana aku bisa memberi dengan sebenar-benar memberi ?

adakah mentari merasa miskin untuk setiap kuanta cahaya yang terlepas
darinya ?
adakah melati merasa rugi untuk setiap tetes parfum yang terlantakkan dari
dirinya ?
adakah udara merasa jenuh untuk setiap semilir yang tergerak dari dirinya ?

Tuanku.....
jadikanlah pemberian ini hanya menjadi sebenar-benar pemberianMu.....

Yellow face, 28.03.02

Cerita Ibu untuk Anak

akan aku ceritakan kepada anakku
engkaulah yang paling kaya

akan aku ceritakan kepada anakku
dunia telah diciptakan dalam keseimbangan

akan aku ceritakan kepada anakku
terbang di ketinggian adalah kenikmatan

akan aku ceritakan kepada anakku
sang pemburu adalah yang mengharuskanmu unt. berhati-hati
bukan untuk ditakuti

akan aku ceritakan kepada anakku
ibumu memukul karena sayang padamu
bukan karena membencimu

akan aku ceritakan kepada anakku
rasa sakitmu adalah dari dirimu
bukan dari yang lain

akan aku ceritakan kepada anakku
setiap benih yang kau tanam dan kau rawat
setiap bunga dan buahnya akan kau dapat pula

dalam genggamanmu, anakku.... benih itu
dalam kebebasanmu, anakku.... untuk menanam yang mana
dan dengan pilihanmu, anakku.... dirimu terikat

cerita ibu untukmu, anakku
pilihlah dengan baik dan benar
agar ikatan itu adalah kebahagiaan

Yellow face, 7 februari 2001

Manusia oh Manusia

diterang siang yang benderang
sebuah kapal yang hendak karam
berhuni anak manusia
tinggal melambai akan pertolongan

terulur tangan manusia halus budinya
mengulur lisan tanda pertolongan
menyapa halus wajah kemanusiaan
mengais kasih akan peningkatan

tangan tertangkis akan kealpaan
wajah cemberut tanda penolakan
seringai sombong dalam senyuman
mengulur badik dari persembunyian

batin menatap lisan bicara
menguak munafik dalam tatapan
manusia membawa berjuta cara
menolak satu untuk keserakahan

satu yang satu akan bicara
satu yang satu akan menindak
satu yang satu akan berkata
satu yang satu akan menyingkap

manusia bermain dalam kata-kata
satu yang satu bermain dalam kenyataan
manusia bermain dalam sandiwara
satu yang satu akan menyelesaikan

tiada perlu penjelasan
untuk sebuah kenyataan
yang terpampang jelas
di depan mata

Yellow face, 30 October, 2000

Sabtu, 25 Juli 2009

Ilahi, Anta maksudi

Kuhela nafasku...............
Dan kulihat PantulanMu disana.............
Ilahi, Anta maksudi

Kupalingkan diriku sejauh mungkin...........
Dan Engkaupun masih juga mengikutiku.........
Ilahi, Anta maksudi

Kutidurkan anggota badanku........
Dan ternyata kepadaMu justru kudatangkan diri.............
Ilahi, Anta maksudi

Kemana harus aku jauhkan diri dariMu ?
jika kemana diri dan jiwa membawaku pergi
HadirMu mengiring dalam setiap nafasku
Ilahi, Anta maksudi

Dalam bingung dan dalam jelas
Dalam gelap dan dalam terang
Dalam putus asa dan dalam harap ...........
Ilahi, Anta maksudi

Kata apa harus diungkap untuk mengukuhkan ikatan ?
Kalimat apa harus ditulis untuk mewujudkan syahadah ?
Gerak apa harus dirangkai untuk mengikat hamba ?
.............
Ilahi, Anta maksudi.....

Yellow-face, 7 June 02

Krisna dan Bisma

Aku bukan Musa, bukan pula Fir’aun
Aku bukanlah Muhammad, bukan pula Abu Jahal
Aku hanyalah siapa

Di diriku ada Pandawa
Di diriku ada Kurawa

Aku mencari Krisna diantara Pandawa
Aku mencari Bisma diantara Kurawa
Jadilah ini padang Kurusetraku

Guru berkata,
Dalam memberi ada ekspresi
Dalam menerima ada ekspresi
Dalam membenarkan ada ekspresi
Inipun, juga aku cari

Singgasana atas Air

Setetes air jatuh
Menetes bersatu dengan samudra yang luas
Tak bertepi

Setetes air jatuh
Karena bersatu dengan samudra
Ia menjadi air

Setetes air jatuh
Hilang menyatu bersama samudra tak bertepi
Ia menjadi air

Ting.... !!!
Satu bunyi dari tetes air
Dikesunyian tak bertepi
Setelahnya diam bersama alun samudra nan tenang
Menebar getar ke seluruh pembuluh darah
Dalam denyutan napas

Setetes air jatuh
Bersatu dalam samudra tak bertepi
Membawa rasa tak terkata di ketiadaan

QS Huud :7
...dan adalah singgasana kekuasaanNya (sebelum itu) diatas air, agar Dia menguji siapakah diantara kamu yang lebih baik amalnya…

adakah air itu samudra tempat jatuh setetes air ?
samudra hikmah
ditempat tanpa kata tanpa gambar
dibilik kecil membentang
nyata di jatuhnya setetes air.

Sungguh Allah yang maha tahu.

Lezat

Bagaimana mengerti lezat?
Jika makanmu bukan karena dorongan lapar

Bagaimana mengerti enak?
Jika makanmu karena waktunya makan

Bagaimana mengerti nikmat?
Jika makanmu karena melihat merek

Lezat, nikmat, enak ada pada kebutuhan
Makanlah ketika lapar
Berhentilah sebelum kenyang
Begitu kata Rasulmu


Bila kita pandang hidup dalam ilmu Tuhan,
maka tak ada musibah.
Yang ada hanya keseimbangan.

Kita diberi kesempatan untuk mencicipi rasa keseimbangan itu,
Kalau ada yang harus dipinta,
Mintalah agar tidak diambil daya menikmati kita
Karena kekuatan bersyukur tersimpan didalamnya,
Karena kebahagiaan dalam ketaatan terbungkus bersamanya

Benih Pohon

tanah perlu benih ntuk bakti tubuh
tanah perlu subur ntuk benih tumbuh

benih butuh asih curahan hujan
benih butuh asuh kehidupan

benihpun butuh waktu kembang
benihpun kan jadi pohon rindang

menjadi naungan bagi yang lewat
menjadi singgahan bagi yang penat

memberi tunas pengganti gersangnya lahan
memberi buah pengganti laparnya badan

adakah benih terpendam di diriku?
adakah pohon kan merindang di diriku?

menyimpan air hikmah di akar kokohnya
menyimpan serat kearifan di kekar sosoknya

Kasih dan Karunia

Tuhan
mereka menghitung apa yang telah kau tetapkan pada kami
tanpa kami bermaksud untuk menipu.

layakkah mereka berkata yang demikian ?
sementara pada tangan mereka dan berjuta lainnya
ada banyak hak kami

kami tak akan memintanya dari mereka
kami hanya mengambil apa yang Kau tetapkan untuk kami
mereka yang membutuhkan kami

karena pada kamilah
kasih sayangMu tercurah kepada mereka
Rezeki yang Kau tetapkan bagi mereka

rasa yang muncul saat mereka berbagi bersama kami
itulah imbalan yang Engkau berikan
bagi mereka di dunia, dan lebih lagi kelak

kepadaMu kami meminta
Lewat mereka Engkau memberi
Jadikan kasihMu mengalir seiring hadiahMu
buat kami dan mereka

Teruntuk:
diri yang masih menghitung dalam memberi

Maryam 68

Kulihat diriku berlutut
Ditepian neraka jahannam

Tangan terbelenggu
Kepala tertunduk
Dibawah tatapan mata makhluk
Aku telanjang

Seribu kedukaan
Seribu malu
Seribu kehinaan
Tak mampu menutupinya

Kudengar sayup-sayup suara memanggil
Namaku tersebut
Debar dada mencekik tenggorokan
Menunggu putusan raja diraja

Aku mendongak
Dalam ketinggian diseberang sana
Aku melihat wajah berseri
Disela jilatan api yang menggejolak

Aku melihat wajah muhammad
Aku melihat wajah ibrahim
Aku melihat wajah fatimah
Dalam kebahagiaan

Kutengok sekali lagi
Kulihat airmata kasih
Kulihat kedukaan
Pada wajah muhammad

Kutautkan mata
Diangkatnya tangan
Kusebut namanya
Dilantunkan doa

Kugetarkan hati ini
Duhai yang dikasihi
Sudilah kiranya
Mohonkan ampun pada tuanmu dihari ini

Dalam keterisakan aku terjaga
Dalam air mata penyesalan aku berdoa
Duhai yang maha pemurah
Ajarkan hamba agar tak hina di hari itu.

Hitam Persembahan

Ingin kucelup dalam air kehidupan
Hitam hatiku
Ntuk melepas kotoran itu
Itupun harus kupinta darimu

Kekasih
Sudilah kiranya kau kucur air kehidupan itu
Ntuk membasuh persembahan ini

Jangan kau lihat
Jangan kau nilai
Aku malu
Bukan kejutan pula adanya
Karena persembahan ini darimu jua

Persembahan hina

Hatiku
Inilah hatiku
Adakah engkau berkenan menerimanya

Tak layak dia dipersembahkan
Tak layak diberikan
Tak ada bungkus yang akan memperindah

Aku melihatnya kotor
Aku melihat debu dan pasir mengotori merahnya
Makin kuusap makin koyak dia

Aku perlu air sebanyak samudra
Aku perlu kafan sepanjang katulistiwa
Untuk mensucikan persembahanku

Membilas hitamnya darah kematian
Menyeka tetesan darah luka koyakan
Mengembalikannya ke wujud asal

Sesegar darah merah semangat raja'
Sebening air pemantul cahaya
Sehalus udara melapis muka bumi

Si Pungguk

Duhai Pengabur pandangan mata
Telah kau tetapkan siapa yang menjadi kekasihmu
Tak layak bagiku ntuk cemburu
Tak pantas bagiku ntuk meminta lebih darimu

Aku hanya menyesali diri
Yang merasa tak pantas hadir dan menawarkan cinta sahaja
Bahkan pengemispun tidak memerlukan
Bungkusnya tak bagus, apalagi isinya

Biarlah aku mencintaimu dari jauh
Bak pungguk merindukan bulan
Engkau yang lebih tahu keadaanku
Tak ada kebanggaan yang pantas untuk disandang

Yang engkau berikan, itulah yang aku persembahkan
Yang engkau tetapkan bagiku, itulah yang aku kembalikan
Itupun telah berkurang untuk jatahku
Maka apa yang pantas aku berikan untukmu ?

Tentang Terpesona

Ketika pecinta terpesona pada satu keindahan,
Serasa lunglai seluruh persendian ntuk bergerak
Pun lidah kelu ntuk berucap

Kala terdengar kekasih berucap,
“ Lepaskan “ !!!
Dalam keterpesonaan, diri melepaskan

Tatapan mata memaku jiwa dalam keterikatan
Mengunci lisan dalam diam seribu bahasa namun penuh makna
Dan ikatan batinpun menjadikan pecinta, pengantin kasih

Bagaimana sang pecinta hendak mengucap cintanya
Jika tatapan mata menjadi bahasa cintanya?
Dan keterpakuan raga menjadi lambang kasihnya?
Pun keterpesonaan jiwa menjadi tali pengikat ikrarnya?

Karenanya jadilah ikhlas,
Ntuk tiap bagian yang dilepas raga
Demi pesona sang cinta.

Maka jadilah rela,
Ntuk tiap bagian yang dilepas jiwa
Demi paku sang peneguh

Adakah berat bagi pecinta untuk melepas ikatan?
Jika jiwa dan raga terikat pada kekasih
Bahkan kata ikhlas tiada terlintas

Hanya menjalankan perintah!
Demi keterpesonaan
Pada Pemilik lautan cinta


Kaki Panderman 27 Des 03

Rumah di sisi-Nya

Ada pertanyaan dari seorang teman
'Kenapa tidak ada yang melestarikan rumah-rumah tempat para wali Alloh itu bertempat tinggal? Kenapa yang ada hanya makam mereka saja?'


Pertanyaan itu kemudian menimbulkan diskusi singkat sepanjang perjalanan ke hotel.

Tidak dikenalilah rumah2 para wali tersebut adalah karena rumah sejati mereka adalah disisi Alloh Yang Maha Esa.... Dan bahwa keberadaan mereka semasa hidup mereka di dunia adalah membawa rahmat bagi sekelilingnya, yang itu tidak berhenti di satu tempat tertentu saja. Sebagaimana Islam diturunkan untuk menjadi Rahmat bagi Seluruh Alam.

Kita perhatikan, tempat mereka dimakamkan menjadi rumah tinggal mereka terakhir di dunia ini. Sementara berkah dan karomah mereka tetap dapat dinikmati dan dirasakan oleh orang-orang sesudah mereka.

Maka kalau memang harus membangun rumah hakiki yang akan menjadi rumah abadi bagi kita di dunia hingga di akherat kelak... maka pilihan bahan penyusun harus dipertimbangkan dengan baik agar sesuai dengan kualitas rumah yang kita inginkan.

Kalau engkau harus membangun sendiri rumah itu, maka bangunlah rumahmu diatas pondasi keimanan dan keyakinan kepada Alloh agar tak runtuh ia diguncang segala ujian dan cobaan di dunia maupun di akherat.

Kalau engkau harus meninggikan naungan rumahmu, maka tinggikanlah diatas tiang sholat yang akan menjadikan rumahmu kokoh dan bermartabat.

Kalau engkau ingin memperindah pagar, maka perindahlah dengan pagar kehati-hatian (wira’i) yang akan menghalangi masuknya sesuatu yang haram dan syubhat.

Kalau engkau ingin memperindah daun pintu dan jendela, maka perindahlah dengan puasa, zakat dan shadaqoh agar sirkulasi hawa kehidupan menjadi sejuk, bersih dan suci.

Kalau engkau ingin menempatkan taman di rumah untukmu menenangkan diri, maka bangunlah taman akhlakul karimah yang akan memberimu bunga-bunga kehidupan yang mendamaikan hati dan menentramkan akal pikiran.

Kalau engkau ingin menerangi rumahmu dengan cahaya, maka terangilah dengan Cahaya Ilahiah yang memancar dari relung basyirah agar abadi menerangimu sekalipun di gulitanya alam kubur.

Dan kalau sedang memilih tempat untuk membangun rumahmu yang paling sempurna, maka letak yang paling strategis adalah di muqorrobin resort, tempat yang didekatkan di sisi Alloh yang Maha Mulia bersama para Nabi, Shiddiqiin, Syuhada dan Sholihin.

Rapuhnya akar kehidupan

“ Habis ketemu keluarga di kampung halaman, sekarang waktunya kembali bekerja………. Welcome to reality.”
Seorang teman menulis pesan singkat di dinding facebooknya.

Membaca kalimat singkat itu, saya menjadi berpikir. Apakah masa weekend yang dia gunakan bersama keluarga di kampung halamannya bukan suatu realitas juga? Apakah bagi dia realitas hanyalah kehidupan yang dijalaninya di Jakarta dengan kesibukan kerja dan kesehariannya? Apakah liburan bersama keluarga di kampung halaman bak mimpi indah atau selingan untuk mengeluarkan dirinya dari kejenuhan kota Jakarta? Lalu apakah realitas itu?

Kemudian saya melihat diri saya sendiri. Dan saya bisa mengerti bagaimana pemikiran seperti itu bisa muncul dalam benaknya. Sebagai wanita pekerja, saya juga kadangkala mengalami kondisi dimana ketika mengunjungi keluarga yang berada di kota lain, apa-apa yang saya lakukan serasa seperti mimpi. Kesibukan kerja dari pagi hingga sore atau kadang malam membuat dunia kerja menjadi sesuatu yang melekat pada kita sehingga kita anggap itulah realitas hidup kita.

Namun lagi-lagi saya harus meninjau ulang konsep diri saya tentang realitas hidup ketika membaca berita di Kompas tentang kematian seorang wanita calon legislatif dari salah satu partai politik yang mengusung ajaran Islam maupun seorang pejabat keuangan Freddie Mac di Amerika yang terkena imbas krisis global. Mereka berdua menempuh cara yang sama dalam mengakhiri hidup mereka yaitu bunuh diri.

Pilihan terakhir yang mereka tempuh menggambarkan suatu kondisi yang sama tentang ketidak-mampuan mereka untuk memahami realitas hidup yang sebenarnya. Mereka terlalu terlibat dan terlekatkan dengan posisi maupun aktivitas hidup yang mereka jalani sehingga tidak bisa lagi membedakan antara realitas hidup yang semu dengan yang hakiki.

Disadari atau tidak, seringkali tindakan hidup kita didikte oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekeliling kita. Kesibukan kerja yang harus dijalani, masalah rumah tangga yang menerpa, kerepotan mengurus anak, ajakan teman, iklan-iklan di media cetak dan televisi, bahkan situasi politik dan ekonomi juga ikut mempengaruhi. Hal-hal itulah yang kemudian menimbulkan tekanan / stress pada makhluk.

Menuju Realitas
Untuk menghindarkan diri dari stress orang kemudian menempuh berbagai cara. Ada yang melakukan relaksasi di spa, berkebun, melakukan hoby, olahraga, bepergian ke pedesaan bagi mereka yang tinggal di kota dan ke kota bagi yang tinggal di pedesaan, yang biasa berada di keramaian mencari ketenangan, yang biasa ketenangan mencari keramaian dan sebagainya. Semua adalah demi menghilangkan tekanan / stress. Adanya stress atau tekanan itu diindikasikan dengan adanya ketidak-tenangan pada diri kita dalam menyikapi suatu permasalahan.

Di dalam al Qur’an sendiri disebutkan
Ingatlah, hanya dengan mengingat Alloh-lah hati menjadi tenteram.
[QS 13.28]. maka sesungguhnya diantara semua aktifitas penghilang stress yang paling mujarab, sesungguhnya hanya ingatan kepada Alloh yang akan menghilangkan ketidak-tenangan tersebut.

Pertanyaan berikutnya, bagaimanakah ingatan kepada Alloh itu bisa dilanggengkan?

Penguasa Api

Pagi ini, sebelum berangkat ke kantor, sambil bersiap diri dan berdandan aku memutar DVD Avatar, sebuah oleh-oleh yang aku dapat dari ziarah ke makam R. Sosro Kartono. Ya, itu adalah salah satu oleh-oleh hikmah yang aku sama sekali belum tahu hikmah dibalik itu, sampai aku membukanya dan menyaksikan ceritanya. Dari awal aku tahu, bahwa cartoon Avatar ini sarat makna yang karenanya aku suka sekali. Saat aku menemukan DVD itu di gerai depan Matahari, aku rasanya pengen meloncat karena gembira.

Setelah beberapa hari yang lalu aku putar, aku ingin memutarnya lagi. Dan pagi ini, aku nonton bagian yang berjudul Fire Master. Dan inilah yang menggugah kesadaranku. Untuk itu kamu mesti memahami dulu diriku untuk bisa mengerti kenapa bagian ini begitu special.

Karakter atau unsur yang ada padaku adalah air, dan aku dilahirkan pada musim dingin mendekati masa salju. Karakteristik itu mempengaruhi cara aku dalam berpikir dan bertindak. Aku menjadi orang yang mungkin bisa dibilang dingin, dan cenderung mengikuti pola yang sudah ada. Kemarahan, agresif, ambisius, menonjolkan diri adalah karakter yang sama sekali bukan aku. Ditambah lagi dengan apa yang telah aku pelajari, membuat karakter itu menjadi sesuatu yang harus aku jauhi. Karakter itu adalah perlambang dari unsur api. Dan dalam cerita itu, disebutkan begitu mudahnya Zuko untuk mengeluarkan kekuatan apinya saat dia diliputi dengan kebencian dan betapa sulitnya dia untuk mengeluarkan api itu saat dia tidak lagi membenci Aang, Sang Avatar.

Tapi ada bagian lain yang membuat aku terpesona, yaitu saat kedua orang ini belajar tentang api dari Sang Master Api, Sepasang naga Chan-Ra. Ketika mereka di puncak tangga persembahan dan menarikan tarian naga, dikitari oleh Sang Naga yang menyaksikan mereka, after effectnya adalah yang menyentuh. Kombinasi warna dari semburan api yang coba digambarkan dalam sebuah kisah kartun, mengingatkan aku pada kombinasi warna-warna indah yang dihasilkan oleh api.

Gambaran itu mengingatkanku pada keindahan aurora di langit kutub yang merupakan hasil dari efek sinar matahari yang terbelokkan oleh medan magnet bumi, mengingatkanku pada keindahan kembang api di malam pergantian tahun yang cemerlang di kegelapan malam, mengingatkanku pada keindahan warna warni yang memantulkan sinar matahari. Dan mungkin yang lebih pribadi adalah memantulkan kombinasi dari penyatuan dua energi yang tersimpan dalam diri manusia. Harus kuakui, aku hampir menangis menyaksikan keindahan itu sekaligus menyadari berharganya sesuatu yang selama ini justru aku abaikan.

Ya, memang api jika dibiarkan berkobar akan membakar dan menghanguskan kita. Bahkan neraka-pun digambarkan sebagai api yang menyala-nyala dan mengggelakkan isi otak. Tapi kita perlu mengenali dan mengendalikan karakter itu. Ya, meski aku berunsur air, tidak berarti aku tidak punya api. Aku punya, meski tidak dominant. Bahwa aku telah mengenali dan menerima karakterku, itu juga menjadi sebab, aku tidak terlalu suka unsur api. Namun hari ini aku belajar sesuatu.

Seringkali tanpa disadari kata api membawa konotasi negatif karena kemampuannya dalam membakar, menghanguskan, menghancurkan, menyakiti, dan semua aspek destruktif yang disebabkan karena keberadaannya. Disisi lain ada hal yang sebenarnya tidak kalah pentingnya, yaitu kemampuan dia untuk memasak, memanasi, menghangatkan, menerangi, mengeringkan dan semua aspek produktif yang bisa ditimbulkan dengan adanya api.

Hari ini, sekali lagi aku diingatkan dan kembali belajar mengenali sisi lain dari unsur api yang selama ini kurang aku suka, dan melihatnya dengan sudut pandang yang lain. sudut pandang yang lebih adil dan mendasar tentang keberadaan unsur atau karakter ini di alam. Dan aku bisa menguraikan panjang lebar tentang itu, tapi untuk saat ini aku akan menyimpannya dalam hatiku, sebagai khasanah indah pengetahuan batiniah. Bahwa suatu saat jika aku memerlukan untuk mengeluarkan karakter itu, aku akan bisa melakukannya dengan baik, tanpa mengotori sisi batiniah diriku.

Kesatuan paham atau kesepahaman?

“ Begitu cemburunya dia,sampai-sampai waktu saya sedang mendengarkan kaset pelajaran. Tiba-tiba dia matikan kaset itu. Dan saat saya tanya kenapa dimatikan, dia hanya diam dan berlalu begitu saja. “

“ Mbak tahu kan bagaimana rasanya, ketika kita sedang dalam suasana pergi ke dalam menemui rasa damai kemudian secara tiba-tiba ditarik keluar secara paksa?! “

“ Apa yang mesti saya lakukan mbak dengan dia? “


Itu adalah penggalan perbincangan yang sempat terjadi ketika secara tak terduga, tangan takdir membawa aku pulang ke kampung halaman dan bertemu dengan teman lama yang sedang mempersiapkan diri menerima pelajaran. Ketika perbincangan itu terjadi, barulah aku sadar, kenapa Tuhan membawaku ke kota lain bukannya kota tujuan awal yang aku rencanakan saat berangkat dari tempat aku tinggal saat ini.

Yang cukup mengejutkan bagiku mendengar penggalan kisah itu adalah, karena temanku baru saja menikah sekitar 5 bulan yang lalu. Waktunya hampir bersamaan dengan saat aku mengawali kerjaku di tempat yang sekarang ini. Dan keluhan itu adalah tentang istrinya yang seakan menjadi duri dalam daging dalam proses perkembangan dirinya. Sekalipun hal yang sama pernah disampaikan sebelum dia menikah dan masih dalam fase pacaran.

Sebagai seorang yang memahami kondisi yang ada padanya, saya berusaha memahami dan menunjukkan kenyataan yang lain. Sekalipun menikah adalah sebuah kebutuhan biologis yang ada pada setiap manusia bahkan makhluk hidup, ada hal-hal lain yang perlu untuk dipertimbangkan terkait dengan siapa kita akan menjalani masa hidup kita (harapannya seumur hidup).

Pertimbangan itu adalah terkait dengan kesiapan untuk berkembang. Jika salah satu pasangan siap untuk berkembang sedang yang lain tidak, maka akan muncul ketidaksepahaman. Bahkan yang satu akan menjadi penghalang bagi yang lain. Inilah yang sebenarnya sedang terjadi dalam kasus teman tadi. Istrinya yang belum bisa melihat secara mendalam kebutuhan lain dari suaminya, berpikiran kekanak-kanakan dan dangkal, telah menjadi penghalang bagi si suami dalam mengembangkan diri.

Yang perlu dipahami, bahwa usaha mengembangkan diri yang dimaksud disini bukanlah sesuatu yang sifatnya lahiriah seperti ketrampilan atau hobi yang bisa dilihat secara kasat mata. Pengembangan diri yang dimaksud adalah pengembangan diri secara batiniah/spiritual. Sebagaimana umumnya pengembangan spiritual adalah usaha untuk mengembangkan energi positif yang ada pada diri masing-masing individu, demikian pula yang dilakukan oleh teman ini.

Namun karena si istri tidak atau belum menyadari hal tersebut, dia melihat apa yang dilakukan oleh suaminya adalah langkah menarik diri atas dirinya. Ketidak-mampuan membaca dan mengikuti apa yang dilakukan suami justru memunculkan energi negative yang diterima oleh si suami tersebut. Penolakannya untuk menerima penjelasan tentang apa yang dipelajari si suami jugat memperparah hal tersebut. Pertentangan dua energi inilah yang akhirnya menimbulkan konflik dan memicu permasalahan diantara keduanya. Bahkan telah berpengaruh secara psikis kepada suami dan mungkin juga istrinya dalam bentuk rasa sakit kepala dan pertengkaran yang terjadi diantara keduanya.

Karena saya bukan psikolog ataupun konsultan perkawinan, hanya sebagai teman curhat yang mendampingi dalam proses menuju pada pengembangan diri spiritual tersebut, saya hanya bisa menyarankan agar dia lebih focus pada dirinya sendiri. Tidak perlu khawatir dengan orang tua (mereka masih tinggal di rumah orangtuanya) maupun istrinya. Bukan bersifat egois, tapi lebih pada menggali lebih dalam potensi damai yang ada pada dirinya. Karena semakin banyak energi positif yang bisa dia tumbuh dan kembangkan baik langsung maupun tidak langsung akhirnya akan berpengaruh kepada orang-orang di sekelilingnya. Jangan memusat pada energi negative istrinya yang justru akan cenderung bersifat menguras energi.

Semakin dia tenang dan mampu mengatasi konflik internalnya juga pergolakan yang terjadi dalam rumah tangganya, akan terlihat efek itu pada dirinya yaitu keseimbangan batinnya tidak terpengaruh oleh konflik itu. Yang berikutnya memberi efek menenangkan pada orangtuanya. Dan harapannya istrinya akan semakin sadar dan paham tak ada yang perlu dikhawatirkan dengan suaminya.

Dari yang terjadi selama ini, sayang sekali saya tidak pernah ada kesempatan ngobrol lama dari hati ke hati dengan istrinya dari hati ke hati. Karena saya ingin mengatakan padanya betapa beruntungnya dia punya pasangan yang baik. Bagi saya, kejadian itu mengingatkan akan satu hal yang perlu untuk dipertimbangkan sebelum melangkah menuju pernikahan: tujuan apakah yang ingin kita raih dalam pernikahan. Karena kalimat itu akan bisa menjadi tombol reset manakala sebuah kehidupan rumah
tangga mencapai titik jenuhnya dan hang karena suatu permasalahan.

Boleh jadi orang punya paham yang berbeda namun jika dari yang berbeda itu dilakukan kata sepakat untuk mendapatkan kesepahaman dalam tujuan pernikahan yang akan diraih, maka harmonisasi akan terjadi diantara keduanya. Mungkin mudah diucapkan tapi sulit untuk dilaksanakan. Karena diperlukan kesadaran terus menerus dalam melihat berkah dan karunia yang tercurah pada kita.

Paradigma Jihad

Mendengar kata jihad yang sering didengungkan ummat islam, pikiran kebanyakan orang mungkin secara otomatis membayangkan peperangan yang terjadi antara ummat islam dan orang-orang yang dicap dengan label kafir. Saya tidak tahu dari mana penafsiran ini bermula. Tapi yang jelas, setelah menengok dalam kamus bahasa arab, jihad artinya adalah bersungguh-sungguh, sedangkan perang yang dalam bahasa arab adalah qitaal. Sehingga kita perlu melihat pada makna bersungguh-sungguh itu.

Dalam kehidupan sehari-hari kita bisa mengamati jihad ini dari karakter yang ditunjukkan oleh pelaku. Mereka yang bersungguh-sungguh adalah yang tidak setengah-setengah dalam menjalankan tugas dan amanat yang diembannya. Karena kata jihad tidak melulu melekat pada sesuatu yang bernilai ibadah, bisa saja secara kita katakan bahwa para atlet olimpiade ataupun pembalap F1 adalah orang-orang yang berjihad dalam menjalankan tugasnya. Karena untuk mencapai apa yang mereka cita-citakan yaitu menjadi yang terbaik di ajang olahraga yang mereka tekuni, mereka telah mencurahkan daya dan upaya yang luar biasa melebihi rekan-rekannya yang lain. Bahkan bisa jadi, kehidupan mereka sehari-hari dipenuhi dengan disiplin dan latihan-latihan berat untuk menjaga stamina dan mempertahankan prestasi yang telah mereka raih. Lewis Hamilton yang baru-baru ini menjadi juara dunai F1 termuda di usianya yang 23 tahun 10 bulan mengisi hari-harinya dengan kerja keras. Tak banyak waktu bagi dia untuk bersenang-senang. Kehidupan sehari-harinya penuh disiplin dan jauh dari hura-hura.

Bagaimanakah kita menerapkan jihad dalam ranah ibadah? Apakah jihad kita harus kita batasi dalam ajang peperangan melawan kaum kafir? Padahal kita punya waktu 24 jam sehari semalam untuk menjadikan itu sarana kita beribadah mengabdi kepada Alloh. Kalau seorang Lewis Hamilton bisa mendedikasikan dirinya pada Formula-1 dan mencurahkan pikirannya pada dunia F1, dimana hari-harinya dipadati dengan rapat tim, uji coba mobil dan kegiatan sponsor, maka sudah semestinya kita juga bisa melakukan hal yang sama untuk sesuatu yang lebih mulia dari itu.

Bersungguh-sungguh (jihad) menuntut kita untuk menghadapkan seluruh hati dan pikiran kita kepada sesuatu yang menjadi tujuan. Jika dalam Qur’an QS Ar Ruum 30 ada perintah “maka hadapkanlah dirimu pada diin yang hanif” untuk melaksanakan perintah itu tentulah diperlukan kesungguhan. Kesungguhan ini melahirkan sebuah perilaku batin dalam bentuk niat dan adab kemudian tercermin dalam perilaku lahir.

Dalam ilmu manajemen motivasi dan pemberdayaan manusia kita mendengar istilah kebulatan tekad (wholeness) dan keteguhan (perseverance). Dua istilah itu adalah nama lain dari jihad. Apabila niat telah disungguhkan, ia menuntut adanya kebulatan tekad dan keteguhan dalam mencapai tujuan.

Sementara diin yang hanif – yang Alloh telah ciptakan sesuai dengan fitroh manusia – membuat kita dalam mencapai tujuan mestilah menggunakan cara-cara atau adab yang baik. Karena akan kita temui pula di kehidupan sehari-hari orang-orang yang dalam kesungguhannya mencapai tujuan, menggunakan cara-cara yang tidak baik. Seperti seorang Lewis Hamilton, gaya mengemudinya yang agresif dan memboroskan ban mendapat kritikan sesame pembalap. Dia disebut kerap menyalip secara berlebihan sehingga lawan harus keluar dari trek. Sebuah ciri yang melekat padanya sebagai seorang yang agresif dan terkadang kejam terhadap lawan yang menghalangi pencapaian tujuannya.

Islam sebagai agama yang hanif menuntut kita untuk bertindak secara beradab sesuai fitroh manusia. Tentu saja agar itu semua bisa terlaksana, ada hal penting yang tidak boleh dilupakan yaitu terkait dengan ilmu. Segala tindakan untuk kita bisa melakukan dengan sungguh-sungguh, membutuhkan suatu pemahaman yang mendalam (ilmu) sehingga dalam perjalanan menuju satu tujuan kita tidak mudah goyah dan berubah pikiran karena adanya tantangan yang ada dihadapan. Dari ilmu tumbuh keyakinan yang meneguhkan dan semangat untuk tetap tegak menuju tujuan yang dimaksud. Adalah menarik bahwa dalam ayat tersebut kata yang dipilih adalah ‘fa aqim’ yang arti lainnya adalah tegakkan.

Terkait dengan tujuan yang hendak diraih dalam melaksanakan jihad, ajaran Thoriqoh Shiddiqiyyah mengajarkan murid-muridnya untuk mempunyai cita-cita yang tinggi dan mulia. Cita-cita yang disandarkan pada jati diri muslim sejati yaitu menuju takwalloh – sebuah posisi yang mendekatkan insan di sisi Alloh SWT tanpa memandang label apapun yang menyertainya selama di dunia ini. Tujuan takwalloh juga membebaskan kita dari berbagai kepentingan jangka pendek yang bersifat egois apalagi duniawi. Sehingga seorang murid mestilah berjihad dalam menuntut ilmu, menjadikan ilmunya bermanfaat dan mendukung pada pencapaian takwalloh. Seorang pekerja mestilah berjihad dalam menjalankan tanggung jawab kerjanya, menjadikan pekerjaannya sebagai sarana menuju pada pencapaian takwalloh. Seorang pengangguran juga mestilah berjihad, mengisi hari-harinya dengan sesuatu yang bermanfaat dan mendukungnya pada takwalloh. Dan seterusnya.

Pendeknya, tidak ada orang yang tidak berjihad dalam menjalani hidupnya kecuali orang itu telah berputus asa dari rahmat Alloh. Namun, sudahkah kita berjihad secara benar dalam mengisi waktu hidup kita yang sangat pendek ini?

Rabu, 08 Juli 2009

Mengatur bangsa seperti memasak ikan

Ketika saya membaca potongan ayat dalam Tao Te Ching tentang pemerintahan, terus terang saya dibuat bingung karena kalimat yang digunakan sangat 'tidak cerdas' tapi menyimpan kebijaksanaan yang saya yakin mendalam sebagaimana ayat-ayat lain dalam kitab tersebut. Bagian yang menjadi teka-teki bagi saya tersebut adalah ayat berikut ini:

59 Restraint

Manage a great nation as you would cook a delicate fish.

To govern men in accord with nature

It is best to be restrained;
Restraint makes agreement easy to attain,
And easy agreement builds harmonious relationships;
With sufficient harmony no resistance will arise;
When no resistance arises, then you possess the heart of the nation,
And when you possess the nation's heart, your influence will long endure:
Deeply rooted and firmly established.
This is the method of far sight and long life.

[An Interpolation of Tao Te Ching by Peter Merel]


Menurut pemahaman akal bodoh saya, kalimat tersebut saya artikan sebagai berikut:


59 Menahan Diri

Kelolalah negara besar seperti anda akan memasak ikan lunak.

Untuk mengatur manusia menurut sifat dasarnya
Yang terbaik adalah menahan diri;
Dengan menahan diri membuat kesepakatan lebih mudah dicapai
Dengan mudahnya kesepakatan akan terbangun hubungan yang harmonis.
Dengan cukup harmonisnya situasi, penolakan tidak akan muncul
Jika tidak muncul penolakan, maka anda telah menguasai hati / jiwa bangsa
Jika anda telah menguasai hati / jiwa bangsa, pengaruh anda akan tahan lama:
Mengakar kuat dan kokoh terbentuk
Inilah cara melihat jauh ke depan dan panjang umur (dalam memerintah)

Ketika melihat hasil pilpres hari ini dari hasil quick count dan analisis tentang para capres di koran pada masa kampanye lalu, saya mulai sedikit mengerti tentang yang dimaksud. Paling tidak saya melihat penerapan kebijaksanaan tersebut di sosok SBY yang memang secara penampilan sangat terlihat seperti 'tidak nyaman' dan ada kecenderungan menahan diri (restraint).

Kecenderungan SBY yang menahan diri dan mengedepankan keharmonisan (Kompas, 30 Juni 2009) terasa lebih kuat dan dekat dengan karakter kebanyakan rakyat Indonesia yang cenderung 'pasif' terhadap pergolakan politik tingkat tinggi di negeri ini. Kebanyakan rakyat Indonesia punya kemiripan dalam pemikiran tentang siapa yang akan menjadi pemimpin negeri ini: 'Terserah siapa saja pemimpinnya! Yang penting negara aman dan kesejahteraan kami terpenuhi!'

Mungkin SBY tidak menyadari hal tersebut. Bahkan mungkin selama dia memasak ikan, tidak pernah terpikir atau membayangkan ikan sebagai rakyat Indonesia :-) Dia hanya sekedar menjalankan bagian yang menjadi bawaan karakternya. Sehingga dengan kondisi pemerintahan yang ada sekarang, didukung karisma dan gaya kepemimpinannya yang cenderung menahan diri (bandingkan dengan JK yang cenderung lebih agresif atau Megawati yang cenderung keras kepala) membuat dia secara mayoritas lebih bisa diterima oleh masyarakat (easy agreement) meskipun secara program JK lebih cenderung progresif.

Dari sini saya belajar satu hal tentang cara mengelola organisasi yang berbasis massa baik ormas maupun parpol, bahwa kemampuan menahan diri (disamping kualitas karakter lainnya) menjadi salah satu aspek penting dalam memperkuat akar pengaruh baik ke dalam maupun keluar. Menahan diri membawa implikasi lain yaitu kemauan untuk mendengarkan lawan bicara, kemampuan mengolah informasi dan menemukan win-win solution, menjaga keseimbangan dan keharmonisan suasana dan berempati terhadap lawan bicara.

Dan seperti akan memasak ikan, orang harus mengetahui jenis ikan apa yang akan dimasak untuk memberikan bumbu yang tepat, mengolahnya dengan benar agar menjadi hidangan yang lezat dan tepat di lidah kita. Sebagai contoh, saya tahu kalau saya akan memasak ikan asin saya tentu harus rendam dulu agak lama untuk mengurangi rasa asin yang menempel pada ikan itu karena proses pengasinan yang telah dilakukan sebelumnya, akan beda jika saya akan mengolah ikan tawar yang harus saya rendam dulu dalam bumbu selama beberapa waktu agar bumbunya meresap. Tidak terlalu lama yang akan membuatnya terlalu asin dan tidak terlalu cepat yang akan membuat rasanya seperti hambar. Saya juga tahu bahwa untuk membuat otak-otak bandeng saya harus hati-hati mengeluarkan tulangnya agar kulit yang akan membungkus olahan daging ikan tersebut tidak sampai robek karena ketergesaan saya. Saya juga harus menahan diri ketika membersihkan duri dan kotoran bagian dalam ikan (jeroan) agar empedu yang membuat pahit tidak sampai mencemari daging bagian dalam, duri yang tajam tidak sampai melukai tangan.

Satu hal yang saya masih terpikir sekarang adalah, banyak ibu-ibu yang bisa dibilang hampir tiap hari kerjanya memasak ikan di dapur mulai dari menggorengnya jadi lauk sampai dibuat gulai kepala ikan... Apakah pernah terlintas pemikiran seperti itu di benak mereka? Bahwa pada ikan yang mereka olah ada cerminan rakyat yang menjadi penduduk suatu negeri. Bahwa pada proses pengolahan ikan mereka dapat belajar menjadi pemimpin bangsa. Bahwa dengan belajar memasak atau praktik memasak yang mereka lakukan, ternyata jika dihayati dan diambil hikmah bisa menjadikan para ibu ini sebagai pemimpin-pemimpin yang sangat handal dan bijaksana paling tidak dalam lingkungan negara kecilnya (baca: keluarga). Bahkan jika mungkin menularkan kebijaksanaan tersebut kepada anak-anaknya sebagai generasi penerus bangsa. Semoga!

Selasa, 07 Juli 2009

Nafsu makan yang sederhana

Saya tidak tahu apakah yang saya alami dengan nafsu makan saya juga dialami orang lain atau tidak. Tapi inilah yang ingin saya ceritakan.

Ketika kecil saya dibesarkan dalam lingkungan keluarga besar dengan pola hidup yang tidak bisa digolongkan mewah. Satu hal yang saya ingat, dan akhirnya menjadi pelipur saya disaat nafsu makan tidak ada adalah jenis makanan yang akan saya pilih. Yaitu saya suka makan nasi hangat yang diberi kecap manis dengan lauk kerupuk. Kalau sedang ada rejeki lebih maka kerupuk itu mungkin akan diganti dengan telur dadar atau daging bumbu yang biasa kami sebut empal. Tapi yang lebih sering adalah pakai kerupuk.

Kondisi itu ternyata berulang ketika saya sudah dewasa. Disaat nafsu makan saya sedang tidak muncul sementara kebutuhan untuk mengisi perut agar tidak masuk angin atau kena maag membuat saya harus memilih jenis makanan apa yang enak dimakan... pilihan ternyata kembali kepada menu sederhana yang menjadi favorit saya dimasa kecil dulu yaitu nasi hangat dengan kecap manis dan kerupuk.

Ini membuat saya berpikir bahwa ditengah semua modernisasi, kemakmuran maupun pendidikan tinggi yang telah saya tempuh, ada hal yang tidak atau mungkin akan sulit diubah pada diri seseorang atau paling tidak pada diri saya. Yaitu kebutuhan akan kesederhanaan.

Saya sadari ini bukan perkara image yang kita bangun ataupun segala kemunafikan yang hendak kita tampilkan dengan etiket ala Barat melalui pelajaran table manner. Karena dalam proses saya menjadi dewasa latihan table manner juga pernah saya lakukan. Rasa lapar dan nafsu makan adalah pasangan natural yang tidak mengenal hal itu. Saya tidak bermaksud menyinggung mereka yang membangun hidup mereka dari penilaian orang atau image tentang diri mereka. Tapi mari kita lihat salah satu kesederhanaan yang merupakan kombinasi paling mengesankan atas keberadaan kita di dunia ini.

Tidakkah kita amati, bahwa di tengah beragam menu makanan yang disajikan di berbagai arena makan dari mulai restoran bintang lima sampai warung kaki lima, dari restoran putar di puncak gedung sampai penjual makanan dikolong jembatan semua itu hanya bisa kita nikmati kelezatannya manakala ada rasa lapar yang mendorong anggota tubuh kita untuk menuju pada sumber pemuas rasa lapar itu?

Ada cukup banyak resep-resep makanan yang disajikan baik dalam bentuk buku maupun dalam bentuk artikel yang bisa diunduh di internet. Tadi siang bahkan saya membaca artikel tentang seorang ibu yang demi menyenangkan buah hatinya membuat hidangan makan pagi dari cetakan-cetakan makanan yang secara khusus didatangkan dari Jepang. Yang menurut pemikiran dan kesimpulannya telah menarik minat anak-anaknya untuk makan hidangan yang telah dibuat dengan susah payah oleh sang Ibu.

Kalau ditelaah bisa dilihat bahwa berbagai cara telah ditempuh manusia untuk meningkatkan daya tarik makanan terhadap tubuhnya (baca: perut). Mulai dari cara memilih bahan makanan, cara meraciknya, cara pengolahan, cara penyajian, bahkan hingga pada cara memasukkan makanan ke dalam mulut pun ada tata aturannya yang dikenal dengan table manner.

Tentu saja tulisan ini tidak untuk menyinggung apalagi mengkritik mereka yang telah bersusah payah menyajikan makanan dengan sedemikian rupa hingga sampai ke hadapan anda. Yang ingin saya ingatkan lewat tulisan ini hanyalah dengan semua kerumitan yang telah dan harus dilalui jangan pernah lupa apa yang membuat tubuh mau menerima semua jenis makanan tersebut. Rasa laparlah yang mendorong saraf otak kita untuk bekerja menggerakkan tangan, kaki, otot pencernaan dan seluruh anggota tubuh kita untuk bereaksi terhadap semua makanan yang terhidang.

Jadi kalau olahan itu tidak memberikan hasil yang memuaskan, maka jangan malu-malu untuk kembali ke selera asal. Kalau cara penyajian tetap belum menarik perhatian si kecil, kembalikanlah pada jenis makanan favorit mereka waktu bayi. Dan jika semua tata cara makan ala table manner itu menyiksa anda untuk merasakan kenikmatan makan, gunakanlah jemari anda untuk memegang dan membawanya ke mulut anda.

Apakah pendapat ini menabrak tatanan yang ada?! :-) Saya harap tidak demikian adanya. Saya pribadi merasa lebih nikmat menikmati ayam bakar atau goreng dengan menggenggamnya daripada menggunakan sendok, garpu dan pisau. Lagipula, kalau kesederhanaan adalah yang kita cari, entah disadari atau tidak, mengapakah kita harus mempersulit diri hanya demi image dan pendapat orang?!

Balik ke menu favorit saya, maka begitulah. Disaat teman-teman saya memilih menu lain yang enak-enak di penglihatan dan nafsu makan mereka memang sedang 'on', maka saya yang sedang tidak nafsu makan memilih menu yang sederhana agar tubuh saya yang sedang malas makan ini berkenan menerima asupan energi untuk beraktivitas.