Kamis, 27 Agustus 2009

Mahaprastanika - Matinya Pandawa (4)

Sepeninggal para sesepuh kerajaan Hastinapura,
Generasi Pandawa membaktikan diri kepada masyarakat sekelilingnya.
Yudhistira memimpin Hastinapura dan Indraprasta,
Dan Krisna memimpin kerajaan Mandaraka.

Masa 18 tahun dalam kebaktian kepada masyarakat dan keluarga.
Menyiapkan generasi penerus tahta kerajaan dan pelindung rakyat.
Tertulis Parikesit sebagai putera mahkota pengganti Yudhistira.
Satu-satunya keturunan Pandawa, putera Abimanyu yang selamat,
Dari senjata pamungkas Aswatama dalam perang di Kurusetra. 3)

...

Hingga nampak tanda waktu kembali bagi Pandawa.
Senjata pamungkas kebanggaan tiada mampu memberi tuahnya.
Kesaktian-kesaktian pun telah tiada berlaku atas Arjuna sang Putra Indra.
Kepergian Krisna dan Balarama sebagai kunci pembuka tanda

50 tahun telah berlalu.
Ketika rombongan Pandawa meninggalkan istana Hastinapura,
Untuk masa pengasingan selama 12 tahun dan penyamaran selama 1 tahun.
Kini mereka bersiap meninggalkan istana Hastinapura,
Menyambut waktu yang mereka nantikan.
Kembalinya diri ke Negeri Asal.

Minggu, 16 Agustus 2009

Tentang Darmaraja (2)

Tiada gambaran buruk atas kelicikan yang tersembunyi dibalik sebuah panggilan.
Tiada prasangka buruk atas kekalahan yang berdiri dibalik tabir sebuah perintah.
Dalam keberserahan, baginya semua pilihan adalah sama....
Pada Darma dia berpegang teguh.

Meja judi kembali digelar,
Untuk sebuah taruhan yang lain...
Memperpanjang masa pertemuan di medan peperangan.
Mematangkan buah kebatilan untuk ditebas oleh pedang kematian.

Sebuah taruhan ditetapkan,
" Siapa saja yang kalah taruhan,
Bagi mereka pengasingan selama 12 tahun ditambah 1 tahun masa penyamaran.
Jika penyamaran diketahui, maka pengasingan lagi berlaku,
Untuk masa 12 tahun berikutnya. "

Catatan takdir di hadapan dan di belakang telah menuliskan,
Bagi Pandawa masa pengasingan berlaku.
Yudhistira memainkan dadu untuk menerima kekalahan di meja perjudian.

Membawa mereka bak singa yang terluka,
Keluar dari istana Hastinapura,
Untuk memasuki masa pengasingan di Hutan Kamyaka.

Atas diamnya Yudhistira,
Pada kepatuhannya menjalankan perintah,
Pada penerimaannya atas penghinaan,
Tidak berkutiknya dia dihadapan pelecehan,
Saudara Pandawa dan Drupadi meninggalkan tanya...
" Tiadakah rasa tertinggal dari diri seorang manusia? "

Kemanakah perginya harga diri, akal pikiran dan kehormatan?
Dihadapan penghinaan yang datang bertubi-tubi.

Yudhistira berujar untuk sebuah alasan,
" Aku akui, aku menjadi sebab dari penderitaan kita.
Tetapi aku harus mentaati Paman sebagaimana ketaatanku kepada mendiang Ayah!
Paman telah mengambil keuntungan dari kelemahanku dalam berjudi,
Dan merendahkan kita hingga yang kita alami saat ini. "

" Telah kusetujui masa 13 tahun kehidupan di hutan.
Sekarang, jika aku hendak mengubah tindakanku,
Ia adalah sebuah penyelewengan dari jalan kebenaran.
Dan aku tidak seharusnya melakukan itu sekalipun dibayar dengan nyawa! "

" Setelah masa pengasingan, aku ijinkan kalian untuk bertindak.
Saat ini, dengan kesabaran melalui penderitaan dan penebusan dosa,
Sebaiknya kita mensucikan diri.
Biarkanlah keharmonisan kembali hadir diantara kita. "

Krisna mengukuhkan,
" Sementara Yudhistira berlatih kesabaran,
Janganlah kalian tergesa-gesa mengalihkan rencana tindakannya.
Baginya Kebenaran Sejati adalah melampaui kekuasaan raja-raja di dunia.
Jika waktunya tepat, dia akan menampakkan kekuatannya. "

Tentang Darmaraja (1)

Catatan cerita:
Kisah ini pelengkap cerita dari seri Mahaprastanika yang mengisahkan tentang kehidupan Yudistira yang dikenal berdarah putih karena kejujurannya.



" Apapun perintah pamanku padaku, aku akan menerimanya, sebagai takdir Ilahi "
Demikianlah perilaku Yudhistira;
Menjadikannya seorang Darmaputra juga Darmaraja.



Adalah bermula dari Rajasuya di Indraprasta,
Sebuah lembaga antara kerajaan yang membawa kecemburuan.
Duryodana dan Sangkuni tiada pernah rela,
Atas perbawa yang senantiasa mengiringi seorang Yudhistira.

Hingga, dibuatlah sebuah rencana licik.
Perjudian menjadi ajang pertemuan mereka.

Meski tanda batin mengatakan tidak,
Sebuah kelemahan merasa perlu untuk ditutupi.
Untuk sebuah kekalahan yang jelas nampak dihadapan.

Kelicikan Sangkuni menjadi bumbu keterlenaan.
Tawa kemenangan Duryodana memanaskan suasana.
Kekalahan demi kekalahan menutup jalan kejernihan.
Hingga tergadailah Drupadi dan Indraprasta.

Ketika kehormatan Drupadi tiada lagi berharga di tengah arena,
Sang Krisna mengulur tutupan atas busana yang tersingkap.
Kala keberserahan menjadi satu-satunya jalan keselamatan.

Sebanyak Dusasana menarik kain sari tutupan Drupadi,
Sebanyak itu pula kain sari terlepas tanpa terhenti di ujung tenunan.
Pun pelajaran tiada tersampaikan kepada Dusasana.

Drupadi pun menghadap ke Destarasta unt. pembebasan,
Dari pelecehan dan penghinaan kerabat Kurawa di hadapan arena.
Durna, Widura menjadi saksi atas perlakuan yang diterima.
Terketuk hati Destarasta atas kebenaran dan kebajikan.

Diterima permohonan pembebasan
Dan diberikan baginya tiga hadiah pembebasan.

Adalah Drupadi meminta pembebasan atas Yudhistira,
Hadiah-pun diberikan!

Diminta pembebasan atas ke-empat saudara Pandawa yang lain.
Hadiah-pun diberikan!

Hingga yang ketiga, ketika hasrat menginginkan kembalinya kerajaan Indraprasta,
Terungkap kalimat, " Cukuplah itu bagiku. "
' Aku tidak tamak akan hadiah pembebasan. "

Destarasta memanggil ke-lima Pandawa ke sisinya dan berkata,
" Aku ijinkan perjudian itu hanya untuk mengetahui bagaimana ia berakhir.
Lupakanlah apa yang telah terjadi.
Anggaplah ia hanya sebagai mimpi buruk. "

Maka kembalilah keluarga Pandawa ke Indraprasta,
Kembali untuk memimpin kerajaan sebagaimana sebelumnya.

Namun ditengah perjalanan,
Utusan dari Hastinapura memotong perjalanan mereka,
Menyampaikan kabar dari Destarasta,
" Aku undang engkau kembali ke istana, untuk sebuah keperluan. "

Adalah Duryodana, Dusasana, Sangkuni dan Karna berada dibalik rencana.
Ketidak puasan atas putusan ayahanda membawa taktik berikutnya.
Ketakutan pada balasan atas tindakan penghinaan menutup jalan pikiran.

Pada kalimat Bima yang terucap bagi Duryodana,
" Jika aku tidak meremukkan paha yang tersingkap itu sampai mati,
Aku bersumpah tidak akan masuk surga nenek moyangku! "

Pada Dusasana pun terucap kalimat,
" Jika aku tidak merobek jantungmu di peperangan dan meminum darah di dalamnya,
Aku bersumpah tidak akan masuk surga nenek moyangku! "

Pada Karna, atas perlecehan yang dilakukan pada Drupadi,
Terucap sumpah Arjuna,
" Jika waktunya tiba, aku bersumpah akan memutuskan kepalamu!
Dan membuatnya menggelinding di bumi! "

Juga atas Sangkuni, Sadewa mengangkat sumpah,
" Atas tindakanmu, aku bersumpah akan membunuhmu di medan peperangan! "

Adalah Yudhistira,
Sebagai lakon perjudian penenang semua pergolakan.
" Kita terikat untuk senantiasa dalam kebajikan, Saudaraku! "

Demikian juga ketika utusan dari Hastinapura datang menghadap,
Yudhistira dengan tenang menyambut,
" Aku taati pamanku, apapun yang menjadi perintahnya! "

Tentang Bisma

Catatan dari Mahaprastanika:

Keberadaan Bisma dalam Mahabarata mempunyai keunikan tersendiri...
Terutama bagi kita yang lebih banyak hidup di alam hitam-putih (baik-buruk).

Bisma sebagai tokoh yang berada dalam 3 generasi Mahabarata hingga akhir riwayatnya, mengemban misi yang khusus....

Banyak kita mungkin akan meletakkan dia dalam kategori tokoh jahat,
dikarenakan keberadaannya di kubu Kurawa....

Pun demikian, bagi Yudhistira apapun pilihan Bisma pasti ada alasannya.
Sehingga ketika peperangan di padang Kurusetra berakhir,
Yudhistira tetap meminta saran dan restu dari Bisma,
Untuk mengemban amanat kerajaan Hastinapura.

Bisma adalah sebuah perlambang.
Dia adalah personifikasi dari lingkaran putih kecil dalam lingkaran besar hitam
Dari lambang Tao (Tomoe).
Dan dia adalah personifikasi dari kalimatNya :
“ Fa‘al hamaha fujuuroha wa taqwaaha “

Dia ciptakan siang dan malam secara berdampingan...
Dia tunjukkan jalan yang fujur dan jalan yang taqwa
Dia ciptakan sungai yang pahit lagi asin dan sungai yang tawar berdampingan...



Adalah nama Bisma terlahir sebagai Dewabrata.
Gelar Bisma terkukuhkan atas sumpah yang terucapkan.

Putra Mahkota yang telah disiapkan jauh hari,
Tinggal selangkah lagi menuju singgasana Hastinapura,
Sang calon ibu tiri, Setyowati meminta sang Pangeran bersumpah:

Demi kemuliaan ayahanda tercinta,
Tidaklah akan kuterima tahta Hastinapura,
Kuserahkan singgasana pada keturunan Setyowati, Ibunda ke-dua.
Inilah sumpahku!

"Belumlah cukup!" kata sang calon Ibu.
"Janganlah pula anak-anak keturunanmu!"

" Terimalah sumpahku, Ibu!
Jika itu kehendakmu,
Tidak akan pernah aku menikah,
Pun berketurunan!
Demi laksananya janji"

Ketika sumpah terucap, penghuni langit menyaksikan ucapannya!
Jadilah dia Bisma!
Orang yang menepati janjinya!

Ujian atas keteguhan sumpahnya berlaku;
Dari Ambalika yang menuntut kehormatan.
Dilanjut Satyawati yang kehilangan semua keturunannya.
Tahta Hastinapura mengalami kekosongan putra mahkota.
Bisma dituntut untuk menduduki tahta kerajaan.
Hingga pertikaian antara keluarga Pandawa dan Kurawa!

Adalah Bisma saksi hidup,
atas adegan kehidupan keluarga Hastinapura....

Adalah sang Bunda sejati, Gangga Dewi sesali pengembalian abu jenazah.
Kesedihan tergambar di wajahnya dan dikenangnya lintasan kehidupan sang Bisma:

" Dulu telah aku serahkan putera ini kepada Sentanu.
Sebagai kanak-kanak, dia telah dilatih menuju kesempurnaan.
Ditunjukkan kepada Yang Maha Tahu.
Dan diperkuat dengan ilmu kanuragan yang tiada tertandingi.

Harapku atas dirinya prestasi super manusiawi.
Tapi nampaknya, dia telah menutup karirnya dengan tiada artinya. "

Namun Krisna memperbaiki pemahaman Gangga,
Tentang keberadaan Bisma.

" Anakmu Dewabrata telah menjadi Bisma!
Bisma adalah manusia dengan perbuatan yang luar biasa. "

Tindaknya di bumi telah menjadi contoh.
Darma menemukan penjelasan padanya.
Karakternya luar biasa.

Dia menggunakan kemampuan Ilahinya untuk melayani mereka yang lemah.
Dan karena itu membuktikan kepada dunia,
Bahwa adalah tidak mungkin! sekalipun bagi Bisma
Untuk melindungi kejahatan. dan menguatkan yang lemah.

Dalam diamnya,
Dia mempercepat kehancuran mereka yang lemah.
Pengorbanan dirinya mencapai puncaknya dengan yang demikian ini.

Dia berikan saran bijaksananya untuk maksud kesejahteraan yang sebenarnya.

Diatas itu semua, dia dimahkotai dengan kebajikan.
Tiada bandingannya bagi seorang Bisma di bumi dan di langit.

Cukuplah kalimat ini menjadikan Dewi Gangga bangga atas anaknya.
Diterimanya abu jenazah Bisma dan dikembalikan dia ke wujud sejatinya.

Mahaprastanika - Matinya Pandawa (3)

Masa berkabung menyelimuti kerajaan Hastinapura selama 30 hari....
Untuk membersihkan luka-luka peperangan,
Melakukan kremasi pada anggota keluarga yang meninggal;
Memperbaiki retak-retak yang tersusun selama lebih dari 15 tahun,
pertentangan antara Kurawa dan Pandawa dimulai....

Yudhistira memimpin kerajaan Hastinapura menuruti pesan Resi Bisma.
Bukan mengikuti aturan feodal.
Rakyat merasakan keberkahan di bawah perlindungan dan rasa welas asihnya...
Kekuasaan Yudhistira adalah yang terbaik ....
Karena tidak adanya perasaan antara siapa yang memimpin dan yang dipimpin...
Kerajaan menjadi sebuah keluarga besar dan raja menjadi kepalanya....

Lima belas tahun lamanya,
Destarastra dan Gandari hidup dalam kasih Darma,
perhatian dan perlindungan Yudhistira sang Darmaraja;
Waktu telah membasuh pulih rasa duka yang menggelayut,
atas hilangnya putra-putra korban kemurkaan nafsu diri...

Juga bagi Bima, si musuh bebuyutan Duryudono,
Dengan caranya sendiri,
leburkan diri ntuk hapus luka hati.
Obat bagi luka hati Paman dan Bibi atas hilangnya anak-anak terkasih.

Hingga....

Tibalah masa bagi generasi Destarastra kembali ke sejati.
Widura, Sanjaya, Gandari dan Kunti ikutkan diri,
iringi niat Destarastra sunyikan diri di hutan,
Jadikan pertapa sebagai pilihan.

Keputusan aneh bagi para Ksatria,
yang semestinya mengabdikan diri pada masyarakat.
Namun keputusan telah dibuat.

Jika berat hati Darmaraja tak halangi langkah,
Maka rela adalah pilihan,
Lepaskan sesepuh jalani laku hidup wanawi.

Kehidupan padepokan (asram) menjadi pilihan;
Semua urusan duniawi dilepas,
Pikiran diputus dari dunia yang fana,
Tujukan diri pada yang Abadi.

Sabtu, 01 Agustus 2009

Mahaprastanika - Matinya Pandawa (2)

Krisna pun hadir mendampingi,
meminta Bisma ntuk berikan wasiat terakhir.
Yudhistira sang pemangku tahta siapkan telinga
jadikan wasiat bekal memimpin kerajaan Hastinapura.


Bertuturlah Resi Bisma dalam kebijaksanaan
Membakar suluh penerang bagi penapak jalan terang
Wasiat agung bagi pemimpin negara
Pun ksatria pendukung kemajuan .....

Oh, ksatria berbudi halus,
Takdir itu kuat perkasa;
namun jangan berkecil hati dihadapannya
karena ikhtiar diri akan mengubahnya.

Cah bagus Putra Darma, Kebenaran itu Maha Kuat.
Jadikan kerelaan dan berserah diri pada Kebenaran pegangan hidup
Dan tak akan pernah ada gagal dalam hidup.

Wahai diraja yang santun,
Latihlah kendali diri,
Jadikan rendah hati dan kebajikan pakaian
Maka hidup akan senantiasa membawa kemenangan.

Janganlah terlalu lunak ataupun kaku,
Jadikan diri berada diantara keduanya.
Tak semestinya diri terlalu lunak ataupun terlalu kaku.
Lihatlah keadaan dan sesuaikan diri dengannya.

Karena kelemahan bukanlah kebajikan,
ia menjadi bibit bagi berbiaknya kejahatan
Pun toleransi yang tiada beraturan,
akan membawa pada keruntuhan.


Jadikan kasih dan sayang bekerja beriringan,
bersama ketegasan disiplin diri.
Maka cinta yang terbangun kuat darinya,
akan memulihkan mereka yang jatuh.

Jangan biarkan hidupmu berkarat dalam kemalasan,
asahlah sinarnya dengan kerajinan
dan hati-hatilah dengan benci
karena kebencian adalah racun

Senyap udara mengakhiri pesan sang resi,
Yudhistira menyerap wasiat tersabda
ke jiwa dan raga dia menyimpannya
Jadikan pegangan dalam laku tata negara

Surya mulai menggelincir di sebelah barat
senja menapak batas-batas malam
candra sengkala telah tiba
bagi sang resi untuk kembali berpulang
Dalam hening cipta Resi Bisma memusat
Melepas ruh dari jasadnya ntuk kembali ke Asal.