Jumat, 16 Agustus 2013

Sempurnanya Pengendalian Diri


Yaa ayyuhal ladziina aamanu kutiba 'alaykumush shiyaamu kamaa kutiba 'alal ladziina min qoblikum la'allakum tattaquun. [QS 2:183]

"Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."



Latar Belakang

Kata 'sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu' menunjukkan puasa juga telah dilakukan orang-orang sebelum ummat Nabi Muhammad SAW dari kalangan Nabi-Nabi terdahulu sejak zaman Nabi Adam AS hingga Nabi Isa AS dengan tata aturan (syariat) mereka masing-masing. Contoh sederhana adalah puasa Nabi Daun AS yang di zaman sekarang ini dilakukan oleh beberapa ummat Islam dengan sehari puasa dan sehari berbuka.  Demikian juga Nabi Musa AS dan Nabi Isa AS - yang mestinya juga diikuti oleh ummatnya - juga mendapatkan perintah / kewajiban berpuasa 

Seperti kusir mengendalikan keretanya,
puasa adalah tentang pengendalian diri.
Dan kita semua tahu bahwa kesempurnaan puasa tidak hanya sekedar menahan makan dan minum, tetapi juga menahan dari berhubungan badan (seksual) dan dari memperturutkan hawa nafsu. Aspek-aspek yang dikendalikan dalam puasa terliput dalam tujuh gerbang sembilan pintu yaitu pendengaran (2), penglihatan (2), hidung (2), lisan (1), dan farji (2). Lima gerbang dengan 9 pintunya dalam kitab Bhagavad Gita disimbolkan dengan 5 ekor kuda yang menarik kereta yang dikendarai Khrisna dan Arjuna. Dalam tradisi Hindu, puasa salah satu caranya dilakukan dengan melakukan meditasi sehari semalam seperti yang dilakukan oleh ummat Hindu Bali pada hari raya Nyepi.

Kenapa saya ingin menuliskan artikel ini adalah karena di tiga atau dua hari menjelang berakhirnya kewajiban puasa Ramadhan, Allah SWT menunjuki saya untuk mengambil kitab Bhagavad Gita. Menggerakkan jemari saya untuk membuka halamannya dan menunjuk ke bab Karma Yoga - Tindakan dalam Kesadaran Khrisna atau dalam terjemahan Parisada Hindu Dharma Indonesia sebagai Jalan Penyerahan. Penyerahan dalam bahasa Arab adalah aslaama - yuslimu - islam. Dan disanalah hati saya dibuka untuk memahami (salah satu) makna "Hu" dalam surat Al Qadr.

Keterangan lain tentang penyerahan diri bisa anda baca di artikel "Exchanging Power by Submmission".

Gerak Hidup

Sang Guru, Mursyid Thoriqoh Shiddiqiyyah Bpk. Kyai Mochammad Muchtar Mu'thi mengingatkan para murid bahwa kita ini telah diberi karunia terbesar oleh Allah SWT yakni hidup. Apalah artinya hidup jika tidak bergerak. Apalah artinya bergerak jika tidak bermanfaat. Apalah artinya bermanfaat jika tidak ditujukan untuk mendapat ridho Allah SWT - Sang Maha Pencipta dan Pemberi Hidup. Bagian ini kemudian menjadi motto Organisasi Shiddiqiyyah yaitu Hidup - Gerak - Manfaat - Ridho Allah.

Apa gunanya berlari cepat, jika arah yang kau tuju salah.
Apa gunanya kerja keras,  jika kau bekerja untuk
sesuatu yang salah. Kecepatan dan ketekunan jadi mulia
jika kau punya tujuan yang jelas dan berharga
Maka demikian pula halnya dengan puasa kita. Puasa bagi ummat Islam bukanlah jenis puasa ekstrim, meski di beberapa negara empat musim, bisa jadi mereka akan puasa dengan waktu siang lebih lama dan waktu malam lebih pendek. Tapi perlu disadari pula akan ada masanya dimana mereka akan puasa dengan waktu siang lebih pendek dibanding waktu malam. Maka ketentuan pengendalian sudah ditetapkan yaitu sejak terbit fajar sampai terbenam matahari. Matahari adalah lambang hidup. Dalam anggota tubuh kita, jantung dilambangkan dengan matahari. Ketika jantung tidak lagi berdetak, itu seperti matahari yang tak lagi terbit di ufuk timur kehidupan kita. Tak ada lagi yang perlu dikendalikan dari kelima kuda inderawi yang menarik kereta perang jasad ini.

Dan puasa bagi ummat Islam bukanlah menarik diri dari kehidupan sosial seperti kaum pertapa. Interaksi dengan masyarakat tetap dianjurkan untuk menunjukkan adanya gerak. Ketika manusia bergerak baik gerak lahiriahnya mulai dari gerak kepala sampai gerak ujung jari kaki yang dipengaruhi oleh gerak batin dari aspek akal maupun hatinya pada saat itulah kita bisa melihat nilai kebaikan / kemanfaatan dari gerak hidup manusia. Dan ada banyak ragam gerak hidup yang bisa dilakukan oleh orang-orang yang berpuasa.

Di tahun ini dari aspek personal, saya katakan sejujurnya bahwa prestasi bacaan Qur'an saya berada dalam titik terrendah sepanjang sejarah hidup melakukan khataman Qur'an di bulan Ramadhan. Namun disisi lain, aspek kegiatan sosial meningkat. Dalam dua minggu pertama saya diberi kesempatan berbagi ilmu dengan orang lain untuk memenuhi tugas kantor dan tugas sosial di kota lain yang mengharuskan saya melakukan perjalanan luar kota. Saya dituntut oleh rasa tanggung jawab untuk menunaikan rencana kerja yang seolah kurang dipedulikan orang lain. Dan saya harus bergulat dengan rasa jengkel saya karena janji yang tidak dipenuhi oleh orang lain. Sebagai perantara saya abaikan aspek materi untuk kepuasan membantu melayani permintaan orang lain.

Dengan membaca Quran saya mungkin hanya mendapat kepuasan personal berupa terpenuhinya target pribadi, tapi dengan interaksi sosial ada hal lain yang saya dapatkan. Saya diberi sarana untuk menunjukkan arah gerak hidup pada sesuatu yang bermanfaat dan secara batiniah saya didorong untuk menyempurnakan gerak batin agar mewujud menjadi akhlak yang baik (akhlakul karimah) sebagai wujud ridho Allah atas manusia. Belum sempurna, tapi semoga tak akan pernah bosan untuk bergerak menuju kesempurnaan. Dan sebaik-baik teladan pemilik akhlakul karimah adalah Beliau Rasulullah Muhammad SAW.

Malam Kemuliaan

Ada banyak orang berpuasa di bulan Ramadhan. Ada yang melakukannya karena kewajiban, ada yang karena berharap turun berat badan, ada yang karena tradisi keluarga, ada yang karena tidak menemukan makanan, ada yang karena malu dengan lingkungan, ada yang karena ingin dipuji, ada yang karena tidak ingin jadi bahan gunjingan dan ada yang karena mencari jalan menuju ketaqwaan pada Allah. Isi gerak hidup yang bermanfaat hanya akan tinggal menetap abadi di sisi Allah manakala didasari oleh niat yang terakhir yaitu la allakum tattaquun - agar kamu bertakwa. Maka di sepuluh malam terakhir, sebuah hadiah istimewa disediakan bagi orang-orang yang beriman. Karena perintah puasa hanya diwajibkan atas orang-orang yang beriman dari kalangan orang-orang dahulu dan kemudian (yaa ayyuhal ladziina aamanu). Hadiah istimewa itu diberikan pada malam al Qadr.

Apakah hadiah istimewa itu?

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya pada malam kemuliaan.
Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.
Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan ruh dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.
Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.
[QS Al Qadr : 1- 5]

Yaitu inna anzalna HU fii laylatul Qadr... Tanazzalul MALAIKATu war RUUHu fiiha bi IDZNI ROBBIHI min kulli amr. "Sesungguhnya Kami telah menurunkan IA di malam kemuliaan (1)... Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan RUH dengan IJIN TUHANnya untuk mengatur segala urusan (4) [QS Al Qadr] 

Kemuliaan malam itu - khususnya bagi mereka yang menerima turunnya IA dan RUH dan IJIN TUHAN - memang sungguh lebih baik dari seribu bulan (3).

Bagaimana penjelasannya bagi mereka yang menerima IA dan RUH dan IJIN TUHAN mereka?

Tetapnya Kemuliaan

Karena 'hadiah istimewa' yang turun pada malam itu menetap pada mereka yang menerimanya dan menjadikan segala urusan mereka menjadi jauh lebih baik dibanding seribu bulan mereka tanpa penerimaan 'hadiah istimewa' di malam itu. Tetapnya hadiah istimewa itu adalah seperti yang diterangkan dalam kitab Bhagavad Gita pada bagian yang saya ditunjukkan untuk membacanya waktu itu yaitu Karma-Yoga "Tindakan Dalam Kesadaran Ketuhanan". 

Pernahkah terpikir untuk merenungkan tanda tersebut tidak hanya
dari aspek lahiriah yang tampak di depan mata namun juga aspek batiniah yang terlihat oleh hati?
klarena manusia diberi kemampunyan melihat jagad kecil dan jagad besar.

Sebelum anda menuduh saya mencampur-adukkan agama (baca: melakukan sinkretisasi) saya perlu garis bawahi disini bahwa saya sedang tidak mencampur-adukkan ajaran agama. Saya hanya melihat Kebenaran dari sudut pandang Kebenaran itu sendiri. Bahwa kalau saya mengambil kitab Bhagavad Gita sebagai referensi bukan berarti saya mengakui Krisna sebagai Tuhan sebagaimana kepercayaan kebanyakan ummat Hindu atau kebanyakan orang. Tapi karena saya mempercayai Krisna sebagai utusan Tuhan bagi ummatnya di masa itu sebagaimana Nabi Isa AS maupun Nabi Uzair AS diutus untuk bani Israil. Dan bahwa Bhagawan Wiyasa yang menuliskan kitab tersebut adalah salah seorang muridnya.

Dan bahwa dalam pemahaman saya Bhagavad Gita itu dari sudut pandang isinya adalah seperti hadist Qudsy yang disampaikan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Hadist Qudsy itu sendiri adalah perkataan Allah yang disampaikan melalui lisan Nabi Muhammad SAW namun tidak termasuk ayat-ayat Al Qur'an. Dan begitulah saya memandang Bhagavad Gita dalam dialog Khrisna dan Arjuna yang ditulis Bhagawan Wiyasa. Sebagaimana Nabi Musa berdialog langsung dengan Allah (wa kallamallohu Muusa takliima). Allohu'alam - Allah yang Maha Tahu.

Jika kalian bisa menerima penjelasan ini, semoga Allah melimpahkan petunjuk dan hidayahNya kepada kita semua dalam memahami tulisan ini. Jika kalian tidak bisa menerima penjelasan ini, maka sesungguhnya Allah hanya menunjuki siapa-siapa yang dikehendakiNya.

Keterangan lain tentang tetapnya suatu kebaikan bisa anda baca di artikel saya yang berjudul "The Disappearance of Negative Attributes"


Jalan Islam

Berikut ini penjelasan Karma Yoga (bab 5) dalam Bhagavad Gita dari Bhagawan Wiyasa:

Arjuna berkata: O Khrisna, mula-mula Engkau minta aku untuk meninggalkan kerja dan kini Engkau sarankan aku untuk bekerja dengan pengabdian. Dapatkah Engkau terangkan lebih jelas lagi kepadaku mana dari dua hal itu yang lebih bermanfaat? [5:1]

Khrisna menjawab: Meninggalkan kerja dan bekerja dengan pengabdian keduanya baik bagi pembebasan. Tapi dari dua hal itu, bekerja dengan pengabdian adalah lebih baik daripada meninggalkan kerja. [5:2]

Mereka yang tidak membenci maupun mengharapkan imbalan untuk kegiatan yang mereka lakukan disebut pertapa. Mereka itu bebas dari semua dualitas, mudah mengatasi ikatan materi dan sepenuhnya merdeka, wahai Arjuna yang perkasa. [5:3]

Hanya orang bodoh-lah yang bicara jalan pengabdian (karma yoga) sebagai sesuatu yang berbeda dari studi analisis dunia materi (Sankhya). Mereka yang sejatinya terpelajar berkata bahwa mereka yang mengamalkan pada dirinya dengan baik salah satu dari jalan ini, akan mendapatkan keduanya. [5:4]

Mereka yang tahu bahwa kedudukan yang bisa dicapai melalui studi analisis juga bisa dicapai melalui jalan pengabdian dan karenanya melihat studi analisis dan jalan pengabdian mempunyai kedudukan yang sama, melihat sesuatu sebagaimana mereka adanya [5:5]

Meninggalkan semua kegiatan namun tidak dibarengi dengan jalan pengabdian kepada Tuhan tidak akan membuat orang bahagia. Namun orang yang berpikir dan terlibat dalam pengabdian dapat mencapai Yang Maha Kuasa tanpa ditunda-tunda. [5:6]

Bagai nyala api yang mengubah kayu menjadi abu,
begitu pula api Self Knowledge (Pengetahuan Diri)
mengubah semua Karma menjadi abu
Mereka yang bekerja dalam pengabdian, adalah yang berhati murni, dan dia yang mengendalikan akal dan panca inderanya berkasih sayang pada semua orang dan semua orang mengasihinya. Meski selalu bekerja, orang ini tak pernah terjerat. [5:7]

Orang yang berada dalam kesadaran Ilahi, meskipun melihat, mendengar, menyentuh, mencium, makan, bergerak, tidur dan bernafas selalu mengetahui dalam dirinya sebenarnya dia tidak melakukan apapun. Karena selagi bicara, bertindak, menerima, membuka dan memejamkan mata, dia selalu menyadari bahwa hanya inderanya yang terhubung dengan benda-benda dan dirinya tidak terpengaruh oleh mereka. [5:8-9]

Mereka yang melaksanakan tanggung jawabnya tanpa pamrih, menyerahkan hasil sepenuhnya kepada Sang Maha Kuasa, tidak terpengaruh oleh dosa, sebagaimana daun teratai tidak tersentuh oleh air. [5:10]

Para yogi, melepaskan kelekatan, bertindak dengan raga, pikir, akal dan bahkan dengan panca indera hanya dengan tujuan pensucian diri. [5:11]

Jiwa hamba yang mengabdi dengan tekun mencapai kedamaian dengan sangat mudahnya karena dia mempersembahkan hasil dari segala tindakannya kepadaKU; sedang mereka yang tidak dalam kebersatuan dengan Ilahi, yang tamak dengan buah karyanya akan terjerat. [5:12]

Ketika makhluk hidup mengendalikan sifat dasarnya dan secara mental melepas semua tindakannya, dia berdiam diri dengan gembira di kota sembilan gerbang (jasad materi), tidak bekerja juga tidak menyebabkan suatu pekerjaan. [5:13]

Jiwa yang berdiam dalam jasad, tuan kota bagi jasadnya, tidak menciptakan aktivitas, tidak mempengaruhi orang untuk beraktivitas, juga tidak menciptakan buah atas tindakannya. Semua ini terlaksana oleh sifat alami materi. [5:14]

Demikian pula Sang Maha Kuasa tidak menganggap perbuatan seseorang sebagai baik maupun buruk. Makhluk yang terikat pada jasad, bingung karena kebodohan yang menutupi pengetahuan sejati mereka [5:15]

Namun ketika orang tercerahkan dengan pengetahuan yang mampu menghancurkan kebodohan, maka ilmunya mengungkap segalanya, seperti sinar matahari menerangi segalanya di siang hari [5:16]

Jika akal pikir, keyakinan dan perlindungan orang disandarkan sepenuhnya pada Sang Maha Kuasa, maka dia menjadi sepenuhnya murni dari tindakan yang tidak benar melalui kesempurnaan ilmu dan selanjutnya bergerak maju ke jalan lurus pembebasan [5:17]

Orang bijak yang rendah hati, dengan kebajikan ilmu sejati, melihat dengan penglihatan yang sama seorang brahmana terpelajar yang lemah lembut, seekor sapi, seekor gajah, seekor anjing dan seorang hina dina [5:18]

Mereka yang akalnya telah kokoh dalam kesamaan dan kesetaraan telah menaklukkan kondisi kelahiran dan kematian. Mereka sesuci Brahma, karenanya mereka berada dalam Brahma. [5:19]

Orang yang tidak bergembira saat menerima sesuatu yang menyenangkan, juga tidak menggerutu ketika menerima sesuatu yang tidak menyenangkan, yang berpengetahuan diri, yang tidak dibingungkan, yang mengetahui Ilmu Ketuhanan telah berada dalam kondisi transenden [5:20]

Orang yang terbebaskan seperti itu tidak tertarik pada kesenangan materi tapi selalu dalam kondisi terserap pada menikmati kesenangan batin. Dengan cara inilah orang yang telah menyadari dirinya menikmati kebahagiaan yang tak terbatas, karena dia berkonsentrasi pada Sang Maha Kuasa [5:21]

Orang yang pandai tidak mengambil bagian dalam sumber penderitaan yang bersumber pada hubungan dengan materi, Wahai putra Kunti, kesenangan yang seperti itu punya awal dan akhir dan karenanya orang bijak tidak bergembira dengannya [5:22]

Sebelum menyerahkan raga ini, jika orang mampu menoleransi dorongan materi dan menjaga kekuatan hawa nafsu dan amarah, dia berada dalam situasi yang baik dan bahagia di dunia ini [5:23]

Orang yang bahagia hatinya, yang aktif dan bergembira hatinya, yang tujuannya batiniah adalah sebenarnya mistikus sempurna. Dia terbebaskan dalam naungan yang Maha Kuasa dan akhirnya dia mencapai yang Maha Kuasa [5:24]

Mereka yang melampaui dualitas yang muncul karena keraguan, yang pikirnya terhubung dengan batinnya, yang selalu sibuk berkarya demi kesejahteraan seluruh makhluk, dan yang bebas dari semua niat jahat mencapai kebebasan dalam Yang Maha Kuasa [5:25]

Mereka yang bebas dari amarah dan semua hasrat materi, yang berpengetahuan diri, yang mendisiplinkan diri, yang terus menerus berupaya menuju kesempurnaan, dipastikan akan segera mencapai pembebasan dalam yang Maha Kuasa dalam waktu dekat [5:26]

Menutup semua indera yang terhubung keluar, menjaga mata dan penglihatan terkonsentrasi diantara kedua alis mata, menahan nafas masuk dan keluar hidung, dan mengendalikan pikir, indera dan akal, sang transendentalist yang mengarah pada pembebasan menjadi bebas dari hawa nafsu, ketakutan dan amarah. Orang yang senantiasa dalam kondisi ini pastilah terbebaskan [5:27-28].

Versi lain terjemahan bab 5 tersebut oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia ada di link berikut:

Latar Muka

Demikianlah ketika puasa dilakukan dengan benar, mengisi segala gerak aktifitas hidup orang yang berpuasa dengan sesuatu yang bermanfaat yang ditujukan untuk mencapai takwa di sisi Allah SWT, dengan hadiah istimewa itu didapatkan pula maka sepuluh hari yang terakhir akan sungguh-sungguh menjadi pembebas bagi dirinya dari api neraka (itqun minan naar) sebagaimana telah disabdakan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Pembebasan / kemerdekaan yang merupakan kemenangan sejati yang dirayakan pada hari Iedul Fitri menjadi penyempurna ibadah Ramadhan.

Maka sungguh tidak mungkin bagi seseorang telah mendapatkan hadiah istimewa itu turun derajat kemuliannya karena HU yang didukung oleh MALAAIKATU (baca nilai-nilai kebaikan) dihidupkan oleh AR-RUUHU BI IDZNI ROBBIHA (baca: ruh yang diberi ijin Tuhannya) akan menjadi MIN KULLI AMR (baca: pengatur segala urusan) dalam hidup dia selanjutnya. Dan sesungguhnya itulah makna takwalloh, yaitu mengambil tindakan penjagaan dan pemeliharaan diri dari sesuatu yang mudharat dan mengganggu yang disandarkan pada ketentuan Allah SWT. Maka mestinya tak perlu ada air mata sedih ketika Ramadhan berlalu. Tangis sedih adalah tanda ketidak-tahuan akan Hakikat Sejati.

Allohu Akbar Allohu Akbar Allohu Akbar wa lillahil hamdu

Maka jika di hari Iedul Fitri itu ada sholat Ied dengan takbiratul ihram sebanyak 7 kali, maka itu adalah sebaik-baik pujian kemenangan yang sepatutnya dikumandangkan oleh hamba-hamba Allah atas limpahan kebahagiaan yang tak dapat diukur oleh banyaknya materi di dunia ini. Allohu Akbar yang nampak di segala penjuru. Allohu Akbar yang bersemayam dalam dada. Allohu Akbar - Dia yang memuji kebesaranNya.

Selanjutnya kewajiban puasa Ramadhan di tahun-tahun yang berikutnya menjadi puasa syukur, jalan menuju penyempurnaan diri menjadi hamba yang bersyukur. Syukur atas hidup ini. Syukur atas gerak ini. Syukur atas iman mutasyaabih ini. Syukur atas teladan dari kalangan Nabi-Nabi dan para Rasul. Syukur atas turunnya Kitab-Kitab Suci. Syukur atas turunnya HU ini. Syukur atas kemanfaatan ini. Syukur atas syukur. Syukur atas ridho Allah ini.

" Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." [QS 2:185]


Syukur membuka pintu pemenuhan hidup.
Syukur mengubah yang kita miliki menjadi cukup dan lebih banyak lagi, mengubah  penolakan menjadi penerimaan. mengubah kekacauan menjadi kejernihan, mengubah masalah menjadi karunia, mengubah kegagalan menjadi kesuksesan, mengubah yang tak terduga menjadi saat yang tepat, mengubah kesalahan menjadi peristiwa penting.
Syukur membuat kita memahami masa lalu kita, membawa kedamaian pada hari ini,
dan menciptakan sebuah visi akan hari esok.


Dan rasa syukur yang paling mendasar, yang mampu menerangi dan menjadikan setiap momen kehidupan menjadi baik dan lebih baik adalah rasa syukur atas hidup ini. Penjelasan lebih detilnya bisa anda baca di artikel "Thank You I'm Alive".

Semoga kemenangan ini semakin sempurna adanya dalam kehidupan di dunia ini dan berkelanjutan di keabadian hidup disisiNya. Amiien Yaa Robbal'alamiin.



Taqobbalallohu minna wa minkum wa ja'alana minal 'aidzin wal faidzin

(Semoga) Allah menerima (amal ibadah) aku dan kamu 
serta menjadikan kita orang-orang yang kembali (suci) dan menang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar