Selasa, 24 Desember 2013

Pilihan atas Tindakan

Sekitar bulan Desember tepatnya tgl 25 Desember, beberapa orang yang mempunyai kerabat,  sahabat dan teman Nasrani mungkin mengalami kebingungan dalam bersikap untuk mengucapkan "Selamat Natal". Ini terjadi karena ada sebagian ulama yang mengharamkan pemberian ucapan itu dan ada sebagian kecil yang membolehkan termasuk diantaranya adalah alm. Gus Dur (Abdul Rahman Wachid) salah seorang presiden negeri ini. Gus Dur merupakan figur ulama moderat sekaligus negarawan yang membantu negeri ini menuju pada kehidupan beragama yang bebas dengan saling menghormati keyakinan masing-masing. Salah satu jasanya adalah memasukkan agama KongHuCu menjadi bagian dari agama yang diakui di Indonesia. Sebelumnya, para penganut Nabi KongHuCu utamanya dari kalangan orang-orang China hanya bisa mencantumkan salah satu dari lima pilihan agama yang ada yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katholic, Budha dan Hindu.


Kehidupan beragama di Indonesia
Dan apa pilihan saya? Tentu saja saya memilih untuk mengucapkan ucapan Selamat Natal kepada teman-teman saya yang saya kasihi diantara ummat Nasrani. Begitu juga saya memilih untuk mengucapkan Selamat Merayakan Galungan dan Kunimgan kepada teman-teman Hindu saya, dan saya memilih untuk mengucapkan Selamat Merayakan Waisak kepada teman-teman saya yang menjadi pengikut Budha Gautama. Dan pilihan ini saya sampaikan secara terbuka dalam bentuk sikap dan pernyataan terbuka di halaman facebook saya, agar bisa dibaca juga oleh teman-teman Muslim saya yang lain, baik mereka setuju dengan pernyataan sikap saya maupun tidak.

Sebuah pernyataan sikap tentulah harus punya dasar. Kalau tidak, itu adalah bentuk lain dari pernyataan bahwa kita ini hanya orang yang ikut-ikutan saja, tidak punya pendirian dan tidak mengunakan akal dan nurani untuk berpikir, mencerna dan mengambil kesimpulan atas ayat-ayat yang Dia tunjukkan di hadapan kita. Dan karena itu, kita tidak akan bisa menjawab secara tegas, jelas dan gamblang, serta mempetanggung-jawabkan pilihan kita di hadapan manusia, apalagi di hadapan Allah.

Mentauhidkan Diri

Diantara banyak pernyataan yang orang sering keliru meletakkan berhubungan dengan atribut / sifat Allah yang Maha Esa adalah kalimat mentauhidkan Allah. Bahkan hal itu sering kali digunakan oleh orang-orang yang berilmu / ulama saat memberikan ceramah-ceramah agama. Sampai Sang Guru, Bapak Kyai Mochammad Muchtar Mu'thi, Mursyid Thariqah Shiddiqiyyah menjelaskan kelirunya pernyataan itu. Kalimat itu seolah-olah terdengat wah dan mulia, tapi kenyataannya justru menunjukkan kebodohan. Dan sayangnya, ini mewarnai kehidupan beragama kita sebagai ummat Muhammad SAW. Kita belajar agama tapi jauh dari sikap beragama yang benar.

Bukan imanmu yang menjadikan kamu orang baik,
Tapi akhlakmu
Mari kita perjelas letak kelirunya pernyataan tersebut.

Sebagai ummat Muhammad SAW kita diajari bahwa Tuhan itu Esa "Qul huwalohu ahad." (QS. 112: 1) Katakanlah Allah itu Esa. Karena kita diperintah untuk mengatakan maka kita katakan demikian. Tapi wujud Qul dihadapan Allah itu ada banyak. Ada kalam dhohir baik lisan maupun tulisan dan ada kalam batin baik sikap maupun gerak batin dari akal dan hati. Akan sangat mudah untuk berkata secara lisan Qul huwallohu ahad. Karena baik oranga kafir maupun munafik bisa melakukannya dengan mulut mereka. Tapi menjadi lebih sulit ketika hal ini harus dilakukan secara batin. Karena untuk mengatakan itu secara tepat, kita harus mengenal dan mengetahui Allah yang Ahad. Maka coba tanyakan kepada orang-orang itu kenalkah mereka dengan Allah?

Kalau kita mengakui bahwa Allah itu adalah Sang Pencipta semua manusia; baik yang muslim, maupun yang non muslim, maka satu pernyataan mendasar yang akan membuat pernyataan mentauhidkan Allah itu salah adalah " Kalau begitu, kenapa sikapmu justru membenarkan keberadaan Tuhan selain Allah?" Bukankah ketika kita berkata 'ummat Kristen merayakan kelahiran yesus, tuhan mereka' itu sama saja dengan kita mengakui adanya Tuhan selain Allah?! Pikirkan baik-baik penyataan ini.

Di dalam ayat Al Quran, Allah secara tegas telah melarang untuk merusak rumah-rumah ibadah yang di dalamnya banyak disebut nama Allah (QS. 22.40). Pernyataan yang demikian ini menunjukkan pengakuan Allah sendiri atas keberadaan ummat-ummat selain ummat Muhammad SAW dan bahwa ibadah mereka dalam mengagungkanNya juga diakui dan diterima disisiNya (QS. 5: 69). Maka siapa kita sampai berani mengatakan hal yang sebaliknya? Dan jika demikian, sesungguhnya siapa mempertuhankan apa?

Adanya perbedaan antara lahir dan batin yang ada pada diri kita inilah yang menunjukkan bahwa sesungguhnya,  kitalah yang harus ditauhidkan. Karena dalam perbedaan antara kondisi lahir dan batin kita, telah memunculkan kegelisahan,  penderitaan, kesusahan dan kehidupan di dunia ini seperti neraka.

Pengakuan atas Nabi-Nabi

Di dalam Al Quran kita diajar untuk menerima seluruh nabi dan rasul serta tidak membeda-bedakan (QS 2: 136). Bagaimana ummat para nabi dan rasul terdahulu beribadah adalah seperti yang diajarkan dan dikuti oleh para pengikutnya hingga kini. Dan ya, bisa saja kemudian dalam perjalanan waktu, unsur-unsur lokal masuk lalu mewarnai kemurnian ajaran itu. Tapi ada hal pokok dan mendasar yang perlu diperhatikan untuk sesuatu itu bisa diterima disisiNya, yaitu niat.

Ketika saya membuat pernyataan ucapan selamat kepada teman dan sahabat saya, para penganut agama yang berbeda itu, saya melakukannnya sebagai wujud pengakuan saya atas keutamaan para nabi dan rasul yang mereka sedang syukuri ajarannya. Bahwa ya, saya mengasihi mereka karena mereka adalah wujud karya cipta Allah SWT dan karena saya mengakui keberadaan nabi-nabi yang pengajarannya telah sampai kepada mereka dan mereka berusaha mengamalkan dengan sebaik-baiknya dalam upaya mereka mencari jalan menuju kepada Allah SWT.

Bagaimanapun Nabi Muhammad SAW diutus bukan untuk satu golongan tertentu saja. Beliau diutus untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam, membenarkan keberadaan nabi-nabi yang terdahulu. Maka sudah sepantasnya jika kita mengikuti teladan Beliau dalam menghormati dan menjunjung tinggi kehidupan beragama di masyarakat.

Indahnya Toleransi

Bagi saya sangat jelas bahwa perayaan Natal itu adalah seperti perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Bahwa di dalam merayakan itu, masing-masing penganut mengagungkan kelahiran Nabi mereka sebagai bentuk syukur mereka atas pengajaran dan teladan yang telah mereka terima dari perjalanan hidup orang-orang yang mulia tersebut. Apabila didalamnya ada perbedaan karena menyamgkut keyaakinan / i'tiqod, maka disinilah saya menekankah lakum diinukum waliyadiin. (QS 109: 6) Bagimu atas pilihan sikap dan tindakanmu dalam beragama dan bagiku atas pilihan sikap dan tindakanku dalam beragama. Karena lepas dari perbedaan keyakinan itu, saya menyaksikan bahwa Tuhan saya dan Tuhan mereka adalah sama, yaitu Allah - Tuhan Yang Maha Esa.

Bertemunya terang dan gelap adalah untuk disaksikam
Dan dinikmati dengan hati penuh kedamaian
Tidak dipungkiri bahwa gelap dan terang bisa muncul secara bersamaan. Dan orang tidak memahami keindahan yang Allah tampakkan dalam percampuran antara gelap dan terang. Saya tidak akan mengambil contoh dari perbuatan manusia, tapi saya akan mengambil dari ayat-ayat Allah yang dinampakkan di alam ini. Kita melihatnya, tapi kita dibutakan oleh pikiran dan ilmu yang kita ambil dari manusia, sehingga tidak bisa menghubungkan satu dengan lainnya dalam mengambil sikap hidup.

Percampuran gelap dan terang itu adalah seperti yang sering kita nikmati kala matahari terbit dan terbenam. Bagaimana kita dibuat terpesona olehnya dan membuat kita kadang harus berhenti sejenak agar bisa menikmati rasa damai yang mengambang di udara, mengabadikan keindahan transisi gelap menuju terang dan terang menuju gelap itu dalam benak dan pikiran kita.

Maka mengapa dalam ingatan kita kepada Allah yang Maha Esa, ketika kita dihadapkan pada perbedaan itu, kita tidak berhenti sejenak dan menikmati sekaligus mensyukuri keindahan ciptaanNya yang hidup berdampingan secara damai bersama-sama memuji kebesaranNya dengan cara mereka masing-masing.

Selamat Merayakan Kelahiran Isa Al-Masih AS

Damailah di hati, damailah di bumi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar