Kamis, 06 Maret 2014

Ingat Lupa

Saya belakangan ini sedang senang menonton serial drama TV melalui internet. Ada dua judul film yang meninggalkan kesan mendalam. Keduanya adalah kisah cinta yang dikemas dengan latar belakang intrik politik di dua kerajaan yang berbeda. Satu film korea dengan latar belakang kisah cinta putra mahkota dengan calon istri pilihannya yang dibunuh karena ambisi politik dan baru terungkap setelah dia menjadi rajia. Cerita fiktif ini berlatar belakang kehidupan dinasti Joseon. Film kedua adalah film dengan latar belakang kerajaan China menjelang runtuhnya dinasti Gao yang bersumber dari kisah nyata kehidupan Gao Chang Gong.





When the sun embrace the moon
Yang menarik dari dua film ini adalah keterlibatan cenayang dan kebijaksanaan tokoh-tokoh utama wanita yang ada di dalamnya dalam mendukung dan melindungi suami mereka. Hampir sama kedua tokoh itu dalam alur ceritanya merupakan seorang yang dianggap memiliki kemampuan lebih dalam berhubungan dengan energi kehidupan. Yang satu disebut sebagai shaman sedang satunya disebut sebagai divine scorceress. Banyak kata-kata bijaksana digunakan disana, termasuk strategi-strategi politik dalam menaklukkan lawan. Tapi saya sedang tidak bermaksud menulis tentang hal itu. Saya ingin menulis tentang ingat lupa.

Prince of Lan Ling

Definisi

Seperti biasa saya awali dengan menuliskan pemahaman dasar dari kata-kata kunci yang saya gunakan dalam menulis artikel. Seringkali dari definisi yang banyak dipahami orang, saya temukan hal-hal menarik yang luput dari perhatian kebanyakan mereka. Mungkin kita sering mendengar dan menggunakan kata-kata itu, sehingga perhatian kita tidak terlalu diarahkan kesana. Karena saya juga belum tahu apa kata ahli bahasa, dalam menerangkan kata itu di kamus, saya akan mencarinya dulu. Semoga ada informasi menarik yang bisa saya tambahkan dalam tulisan ini diluar apa yang sudah mengkristal di benak saya.

Ingatan berhubungan dengan otak manusia

Dan inilah definisi Kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) dari dua kata itu. 
Ingat
1. Berada di pikiran
2. Timbul di pikiran
3. Sadar, siuman
4. Menaruh perhatian
5. Hati-hati
6. Mempertimbangkan
7. Berniat, hendak

Lupa
1. Lepas dari ingatan, tidak di pikiran
2. Tidak teringat
3. Lalai
4. Tidak sadar

Apa hubungannya lupa dengan loop?

Dari dua definisi itu, kita tahu bahwa dua kata itu saling menafikan kondisi yang lain. Seolah yang satu adalah musuh abadi bagi yang lain. Sehingga dua keadaan itu mestinya mustahil untuk duduk bersebelahan. Apakah benar demikian!? Kalau begitu mestinya sudah selesai. Cukup sampai disini. Tidak perlu ditulis panjang lebar. Ya kan? Namun topik itulah yang justru mendorong saya untuk menulis setelah memperhatikan alur cerita yang ada di dua drama itu.

Sifat Alamiah

Kata ingat menunjukkan bahwa ada catatan memori yang tersimpan dalam diri kita yang karena ada yang menyulut munculnya catatan memori itu, akhirnya memunculkan ingatan; membuat kita ingat. Dan respon yang muncul tentunya bermacam- macam tergantung pada jenis catatan memori yang tersimpan. Catatan itu sendiri sebenarnya bersifat netral. Bagaimana nafs kita merespon ditentukan oleh kecondongan kita pada nilai-nilai kebenaran.

Beritahu aku dan aku akan lupa
Ajari aku dan aku akan ingat
Libatkan aku dan aku akan belajar
Ada ingatan yang membuat kita bahagia, lega dan tentram. Ada pula ingatan yang membuat kita sedih, kecewa dan gelisah. Ingatan yang pertama adalah yang membawa kita mendekat pada kebenaran, didalamnya ada ketulusan, kesungguhan dan kenyataan. Ingatan yang kedua adalah yang membawa kita menjauh dari kebenaran karena di dalamnya ada dusta, tipu daya dan kepalsuan. Di kedua film, hal itu nampak. Ketika tokoh-tokoh yang baik menemukan kembali ingatan mereka, meski harus melalui proses harmonisasi dulu sebelum akhirnya merasakan kebahagiaan dan ketenteraman.  Demikian pula ketika tokoh-tokoh yang jahat menemukan kembali ingatan mereka, mendapati apa yang selalu mereka hindari dan dustakan, akhirnya dihadapkan pada rasa sedih dan gelisah. Tentu saja ada masanya ketika mereka gembira meski sesaat,  yaitu saat menemukan tipu muslihat yang bisa mereka gunakan untuk menaklukkan lawan mereka dan mencapai ambisi mereka.

Kenapa bisa demikian?

Kebalikannya lupa. Lupa adalah saat kita tidak bisa memunculkan catatan memori yang tersimpan dalam diri kita. Bisa jadi karena kita terlalu sibuk dengan hal-hal lain, atau karena kita anggap hal itu tidak penting sehingga tidak merasa perlu untuk menyimpannya dengan baik di memori kita. Atau ada sesuatu yang menghalangi ingatan kita untuk mengenangnya. Halangan untuk mengingat bisa dalam bentuk rasa takut, kekhawatiran akan efek yang ditimbulkan, trauma mendalam yang berujung pada amnesia, atau kerusakan sel otak karena penyakit alzheimer. Dua yang terakhir tentunya tidak bisa dihakimi sebagai upaya menutupi fakta. Atau bisa pula lupa itu karena keterbatasan daya ingat kita terhadap sesuatu. Saat perhatian kita tidak berpusat pada sesuatu, maka proses perekaman atas kejadian cenderung tidak sekuat dibandingkan dengan saat kita fokus dan benar-benar terlibat di dalamnya. Secara tidak sadar dan otomatis otak mengirim pesan "Tidak Penting" yang kemudian memicu proses penyimpanan itu menjadi "sekadarnya".

Jangan biarkan apa yang kamu
Inginkan membuatmu lupa akan
Apa yang kamu miliki
Dari sana  kemudian lupa juga bisa memicu dua efek yang berbeda seperti halnya ingat. Ada lupa yang menimbulkan kebahagiaan dan ada juga lupa yang menimbulkan kesedihan. Bagian ini juga terdapat di dua kisah tersebut. Lupa apa yang menimbulkan kebahagiaan? Lupa dengan kesedihan, lupa dengan beban berat kehidupan dan lupa dengan kelupaannya. Sedang lupa yang menimbulkan kesedihan adalah lupa akan jati dirinya.

Kenapa bisa demikian?

Yang membuat menarik dari kedua kisah itu adalah, kedua-duanya diawali dengan ramalan yang menyatakan akan suatu kejadian penting menyangkut tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya. Dalam film Korea, ramalan itu dikeluarkan oleh cenayang yang menjadi saksi dalam pembunuhan yang dilakukan konspirasi tokoh jahat. Sedang dalam film Taiwan, ramalan itu dikeluarkan oleh cenayang yang merupakan nenek dari tokoh wanita utama. Dua hal ini kemudian mengingatkan saya pada kisah Nabi Yusuf AS dalam Al Quran maupun Injil. Kebetulan minggu ini bacaan Al Quran saya tepat memasuki surat Yusuf, yang diawali dengan "ramalan" yang disampaikan sendiri oleh Yusuf kecil dalam bentuk pertanyaan yang disampaikan kepada Sang Ayah, Nabi Yakub AS.

Mimpi yang menjadi awal pelajaran dan hikmah
Dari Tuhan Yang Maha Kuasa

Meski dengan keserupaan dalam hal "ramalan", saya sadari ada perbedaan di ketiga kisah itu. Satu kisah adalah murni fakta atau realitas Ilahi, satu kisah adalah kombinasi fakta dan fiksi, satu kisah adalah murni fiksi. Pemahaman ini penting bagi saya untuk membedakan dan mengambil sikap dalam hubungannya dengan ingat lupa dan menemukan jawaban dari "kenapa bisa demikian?".

Qadha dan Qadar

Mengikuti tiga kisah itu, membuat saya bisa memahami lebih jelas tentang istilah Qadha dan Qadar. Dalam Islam, percaya pada Qadha dan Qadar merupakan bagian dari rukun iman yaitu "Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaekat-malaekat-Nya, kitab-kitab-Nya,rasul-rasulnya, hari akhir dan beriman pula kepada qadar(takdir) yang baik ataupun yang buruk." (H.R. Muslim) Keimanan padanya menempati urutan yang ke enam. Keimanan atas qadha dan qadar ini diletakkan di bagian akhir karena ada pondasi yang perlu dibangun terlebih dahulu agar seseorang sampai pada keimanan yang bukan hanya sekedar mengikuti kata orang tua atau guru-guru agama di sekolah. Pondasi itu menyangkut keimanan kita atas lima aspek keimanan yang disebut sebelumnya.


Secara umum Qadha adalah ketentuan, hukum atau rencana Allah sejak zaman azali. Qadar adalah kenyataan dari ketentuan atau hukum Allah. Lebih jelasnya bisa dibaca di link berikut tentang Qadha dan Qadar. Dari ketiga kisah di atas, saya simpulkan bahwa kalimat "ramalan" yang disampaikan oleh masing-masing orang di tiga cerita yang berbeda itu adalah Qadha. Dan rangkaian kisah yang mengiringi terwujudnya "ramalan" itu adalah Qadar.

Apa hubungan antara ingat lupa dengan qadha dan qadar?  Sangat erat sekali. Dan orang seringkali luput memperhatikan hal ini karena memang demikianlah, Sang Penulis Naskah dan Sutradara mengatur. "..... Dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya." (QS .Al-Furqan ayat 2).

Dan Dia memetapkan ukuran-ukurannya
dengan serapi-rapinya

Ketika pihak-pihak yang mendengar kalimat "kebenaran" itu dihinggapi rasa tidak suka, masing-masing mencari jalan unt menghalangi perwujudannya. Perhatikanlah, disini saya menggunakan kalimat "kebenaran" tidak lagi kalimat "ramalan". Karena ramalan adalah untuk sesuatu yang belum pasti kebenarannya. Sedang pada tahapan ketika kalimat yang bersifat ramalan itu mulai kelihatan wujudnya, maka ia berubah menjadi sebuah "kebenaran" in-progress. Dan demikianlah tidak peduli berapa lama waktu yang diperlukan untuk menjadi sebuah kebenaran yang utuh, panjang atau pendeknya waktu bukan ukuran. Dan pada manusia upaya untuk menghalangi terjadi karena berbagai alasan.

Pada kisah Korea upaya menghalangi adalah karena faktor politik dan kekuasaan dari Ibu Suri dan Menteri Dalam Negeri. Pada kisah Taiwan, upaya menghalangi adalah karena faktor kasih sayang Nenek Xue Wu. Dan pada kisah Yusuf upaya menghalangi adalah karena faktor iri saudara-saudara Yusuf. Masing-masing mereka tidak berharap kalimat "kebenaran" itu terjadi. Dan masing-masing mereka karena pikirannya tertutupi dari pandangan Ilahi (dengan pengecualian Nenek Xue Wu) dan berfokus pada apa yang mereka cita-citakan menjadi lupa dengan daya yang lebih besar, yang menggerakkan alam semesta dan seluruh makhluk ciptaanNya termasuk manusia.


Mengapa saya buat pengecualian pada Nenek Xue Wu? Karena si nenek itu bukan orang yang bodoh. Sang adalah cenayang senior yang menarik diri dari kehidupan kerajaan. Dia lah yang mengeluarkan ramalan itu, sehingga dia menyadari ada hal-hal di luar kemampuan dirinya yang membuat dia akhirnya harus tunduk kepada kekuasaan Ilahi. Hal yang sama juga dilakukan oleh Nabi Yakub AS ketika Yusuf kecil menyampaikan mimpinya kepada sang ayah. Dan dikatakan "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia". [QS 12: 5].

Larangan untuk menceritakan mimpi itu adalah karena kasih sayang Nabi Yakub kepada putra-putranya khususnya Yusuf kecil. Dia mengharapkan keselamatan bagi mereka semua dari godaan syaitan. Namun, kebenaran-in-progress itu menemukan jalannya melalui kondisi lupa dan ingat. Yusuf kecil lupa akan pesan sang ayah, Yusuf kecil ingat akan peristiwa dalam mimpinya. Maka ketika kejadian yang berkutnya membuat Yusuf harus pergi dari sisinya, Nabi Yakub AS hanya bisa berkata: "Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan". [QS 12: 18]. Karena Beliau tahu kebohongan yang disampaikan oleh putra-putranya mengenai saudaranya Yusuf.

Dalam seluruh rangkaian peristiwa di ketiga kisah itu, kita (atau paling tidak saya) bisa menyaksikan bagaimana lupa dan ingat silih berganti mempengaruhi masing-masing pelaku hingga berujung pada terwujudnya kalimat kebenaran itu sepenuhnya. Disinilah kondisi ingat menjadi sangat penting bagi kita. Meski lupa itu penting, tapi ingat jauh lebih penting. Karena keselamatan kita ada dalam ingatan. Jika tidak, bagaimana mungkin Tuhan berulangkali memerintahkan kita untuk ingat, mengingat, dan kita diingatkan pada peristiwa-peristiwa untuk menumbuhkan kesadaran.
Pena telah terangkat dan lembaranpun telah kering

Mengingat

Ada banyak hal yang diingat orang yang melibatkan kenangan masa lalu. Itupun tidak semuanya dengan detil kejadian. Ada bagian yang dilupakan, ada bagian yang diingat. Bagian yang diingat itu biasanya yang menyangkut hal-hal yang penting dan berkesan dalam jiwanya, baik kesan buruk maupun kesan baik. Jarang sekali orang ingat dengan peristiwa yang terjadi pada orang lain dimana dirinya tidak terkait sama sekali. Yang terakhir ini jika memang terjadi, adalah hasil hafalan dan jika bukan dari hafalan dianggap 'kesurupan' seperti yang dikira dialami oleh sang shaman dalam kisah Korea.

Dari banyaknya hal yang diingat dan banyak hal yang dilupakan, ada satu ingatan yang penting untuk dialami dan dilakukan. Yaitu ingatan bahwa kita semua adalah pelaku / lakon dalam kisah hidup kita. Baik buruk hasil yang akan kita terima ditentukan oleh kesesuaian peran kita dengan skenario Ilahi dan kerelaan kita menerima ketentuan dalam skenario tersebut. Maka satu ingatan itu adalah ingatan pada Sang Sutradara.


Dan sungguh bijaksana dan tepat didikan awal yang saya terima dari Sang Guru Mursyid Thariqah Shiddiqiyyah, bahwa sebelum memasuki pendidikan batin secara ruhani akal pikir dibersihkan. Dalam ritual baik mandi taubat dan puasa taubat, kesadaran kita dibawa keluar dari lupa dan memasuki ingat. Karena apa? Karena semata-mata mencari keridhoan Allah SWT. Dari dasar itu, maka setiap bentuk pelajaran yang kami terima menjadi sarana untuk menguatkan ingatan kepada Ilahi.

Mengingat Lupa

Lupa adalah juga kewajaran bagi manusia. Namun, seringkali lupa dijadikan sebagai alasan dan dianggap sebagai kelemahan seseorang. Ada lelucon yang kami buat di kantor mengenai sifat lupa ini. Lelucon ini muncul karena kejadian-kejadian lucu yang menyertai ketua kami setiap dia ke kantor pusat. Karena seringnya, maka dia dan kami hanya bisa memaklumi sifat lupa itu dan kemudian menjadikannya sebagai gurauan. Yaitu ketika akan meninggalkan kantor karena ada urusan penting lainnya yang harus  dikerjakan, seringkali dia harus balik lagi karena ada saja yang tertinggal, entah kacamata, kopiah, buku atau telpon genggam. Dan seringkali barang itu kemudian ditemukan entah di saku jaket, di mobil, atau malah bertengger di atas kepalanya (kacamata). Dan entah bagaimana, sifat lupa itu menular juga ke saya dan beberapa rekan lain yang ada di kantor sekretariat. Maka jadilah saya anggota POP - persatuan orang pelupa :).

Saya bisa saja beralasan dengan banyaknya permasalahan yang kami pikirkan. Tapi itu tidak bisa menutupi fakta yang ada, bahwa kami memang pelupa. Maka agar hal ini tidak menjadi masalah bagi kegiatan operasional, kami berusaha untuk saling mengingatkan, saya secara khusus menyiapkan papan tugas untuk saya isi atau mereka isi menyangkut tugas-tugas penting dengan deadline tertentu.

Lupakanlah apapun yang melukaimu di masa lalu,
Tapi jangan pernah lupakan pelajaran apa yang kamu dapatkan

Saya mengamati kejadian lupa ini. Ada tiga hal yang sering terjadi pada saya. Yang pertama ketika memori tentang sesuatu/seseorang itu lama sekali tidak saya pakai maka ketika informasi tentangnya harus dimunculkan, saya butuh waktu yang lama untuk mengunduh informasi itu di otak saya. Seringkali tidak ketemu hingga akhirnya saya menyerah dan minta maaf kepada orang itu. Saya lebih mudah mengingat realitas daripada mengingat label. Perlu berulangkali menyebut label / nama seseorang itu agar menempel di otak saya. Karena saya mudah lupa dengan label tapi sulit melupakan realitas.

Yang kedua adalah ada hal penting lainnya yang mendominasi fokus pikiran saya, sehingga yang kurang penting atau tidak penting kadang terlupakan. Bisa saja kemudian fokus pikiran saya menuju pada hal yang kurang atau tidak penting menurut orang lain, tapi oleh akal saya dianggap penting, maka jadilah hal itu penting juga. Seperti tulisan ini. Bagi orang lain topik ini mungkin tidak penting dan karenanya dilupakan. Tapi karena fokus pikiran saya melihat aspek lain maka topik ini tetap melekat di benak saya dan tidak bisa sepenuhnya dilupakan sampai benar-benar tertuang dalam bentuk tulisan.

Dan yang ketiga adalah melalui firasat lupa. Seringkali terjadi ketika saya akan kehilangan suatu barang karena lupa, ada firasat yang memberitahu saya bahwa barang ini jika tidak diselamatkan / disimpan rapi maka akan hilang. Kadang saya respon, kadang saya abaikan. Ketika saya abaikan, maka ya! Barang saya itu akhirnya hilang. Dan saya hanya bisa menerima situasi saat itu. Tidak ada yang bisa saya salahkan kecuali diri saya yang telah melupakan peringatan awal dalam bentuk firasat.

Begitulah saya mengingat lupa. Dari banyak hal yang saya ingat dari kondisi lupa ini ada satu perintah yang saya jaga agar tidak sampai lupa. Karena melupakan yang satu itu akan membawa kesusahan bagi saya. Yaitu perintahNya "....Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini". [QS 18: 24]

Menjadi manusia

Menjadi manusia adalah menyadari dua kondisi ingat dan lupa ini. Sejak awal penciptaan bahkan sebelum kita berbentuk dan masih di alam ruh masalah ingat merupakan referensi awal keselamatan manusia (QS 7:173). Menyadari bahwa sepanjang perjalanan hidup ini akan ada masanya kita ingat dan ada masanya kita lupa, maka ingat mestinya adalah pilihan kita. Dan dari banyak pilihan untuk mengingat ada satu ingatan yang jauh lebih baik untuk dipelajari, diamalkan dan dijaga. Satu ingatan itu adalah ingatan kepada Allah, Sang Pencipta kita. Karena ingatan itu bisa memberikan ketenangan pada diri kita - " (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." [QS 13: 28]


Saya telah menyaksikan dan menyadari bahwa mengingat yang lainnya justru membuat saya semakian gelisah. Ketika permasalahan semakin banyak dan datang bertubi-tubi, melihat dan memikirkan permasalahan itu justru membuat pikiran saya macet dan buntu, tidak menemukan jalan keluar. Namun ketika saya meletakkan dulu beban permasalahan itu dan mengingat Allah baik dengan duduk, berdiri maupun berbaring saya menemukan ketentraman saya dan jalan keluar untuk mengurai benang kusut.

Dan mengingat itu tidak harus dalam bentuk perkataan. Namun ingatan itu juga bisa dalam bentuk gerak akal pikiran yang bersifat batin dan lebih jauh lagi di alam bawah sadar kita. Karena itulah dalam disiplin thariqah ada istilah dzikir (ingatan) jahar (verbal / keras) dan dzikir sirri (ingatan tersembunyi / diam). Ingatan sirri adalah ingatan akan diri sebagai manusia di setiap tarikan nafas kita. Ingatan inilah yang menimbulkan ketenangan dan ketentraman karena sebagai manusia kita ini sesungguhnya lemah dan tidak berdaya di hadapan Allah Yang Maha Perkasa, Maha Hidup, Maha Meliputi, Maha Segalanya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar