Selasa, 22 Juli 2014

Qolbun saliim

Ada hal menarik yang saya dapati saat membaca posting di dinding beberapa teman saya seputar pemilihan capres RI1 tahun 2014-2019. Dan ini membuat saya berpikir bagaimana bisa seperti ini. Saya yang sebelumnya berpikir mereka adalah orang-orang yang baik dan benar serta berusaha sungguh-sungguh menjadi seorang yang baik dan benar bagaimana bisa sampai tercemari cara berpikir dan ucapannya (dari apa yamg mereka tuliskan di dinding mereka) seperti itu.  


Saya tahu saya tak berhak menilai mereka. Namun akal saya tidak bisa tidak untuk berhenti dan menganalisa letak kelirunya agar saya bisa mengambil pelajaran dan tidak terjerumus pada kondisi yang sama. Na'udzubillahi min dzalik. A'udzubillahi minasy syaithoonir rojiim. Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaithan yang terkutuk.



Hasud

Seorang teman yang pernah memberi komentar tentang cara saya menutup aurat menuliskan di dindingnya rasa ill feel dia membaca pemberitaan tentang salah seorang capres yang menggunakan masa tenang setelah kampanye untuk umroh ke tanah suci. Dan nampaknya dia bukan pendukung capres tersebut.

Rasa tidak sukanya mungkin telah meracuni pikirannya sehingga dia menyimpulkan tujuan umroh itu adalah untuk mencari simpati dan dukungan pemilih muslim, termasuk dirinya. Dan melihat yang seperti itu rasa tidak sukanya semakin bertambah.

Ini mengingatkan saya perbedaan kondisi ketika manusia menerima sesuatu dari sudut pandang akal pikir yang dipengaruhi oleh panca indera dan dari sudut pandang hati / batin. Karena bagaimana bisa seseorang merasa muak dengan kebaikan yang diihatnya dilakukan oleh seseorang, sementara bagi yang bersangkutan itu merupakan sebuah kewajaran? Pasti ada penyakit di hatinya. Karena seseorang yang beriman kepada Allah mestinya bersyukur ketika seseorang mendapat kebaikan dan dimudahkan untuk melakukan kebaikan bukannya malah berburuk sangka menyangkut motif kebaikan yang dilakukannya.  Karena semua niat baik dan buruk, Allah pula yang akan menunjukkan hakikat sebenarnya. 

Saya tidak bisa membayangkan bagaimana dia selama ini menerima kebaikan-kebaikan yang terus tercurah dari Allah SWT. Apakah dia juga ill feel kepada Allah yang terus menerus berbuat baik?!


Hasud - racun yang mudah menular
apalagi dengan dukungan kelompok yang punya pemikiran sama

Saya juga tidak bisa membayangkan apa yang akan dia lakukan jika capres itu bertemu langsung dengannya dan membantu dia menyelesaikan masalahnya. Barangkali dia akan menolak karena tidak merasa perlu dan merasa terhina jika menerima bantuan itu. Atau dia akan berubah pikiran dan berbalik menjadi mendukungnya. Begitu juga teman-teman saya lainnya yang saat ini tidak memilihnya. Wallohu'alam.

Bagi saya dengki adalah salah satu racun yang menjadi awal terbakarnya manusia dalam api neraka. Ketidak-sukaan atas tindak kebaikan yang dilakukan seseorang dan kebaikan yang diterima orang lain dari Allah Ta'ala melalui tangan-tangan manusia dan seluruh alam semesta.

Ada perbedaan yang sangat jelas antara menolak kedzaliman dengan menolak orang karena kebaikannya. Ketika kita menolak orang-orang yang memperkaya dirinya dengan cara-cara dzalim dalam bentuk tidak korupsi, kolusi dan nepotisme ini adalah karena kita berpegang pada prinsip keadilan. Namun ketika kita menolak orang karena kebaikannya, maka landasan hukum apa yang kita gunakan sebagai justifikasi penolakan kita? Apakah kedengkian? Apakah kepentingan kita pada orang tersebut yang tidak tersampaikan? Apakah fitnah yang telah meracuni sehingga membutakan mata hati dan pikiran kita dari berpikir logis dan positif?

Kita berlindung kepada Allah dari sifat hasud.

Fitnah

Hal lain yang membuat miris hati adalah fitnah yang merebak. Sayangnya fitnah ini juga didukung dan malah dihembuskan oleh partai yang menggunakan islam sebagai landasan mereka. Rasa keadilan yang mestinya dijunjung tinggi oleh petinggi partai dan konstuennya sebagaimana nama yang mereka sandang, ternyata diabaikan hanya karena mereka mendukung kandidat yang justru diuntungkan dengan fitnah yang merebak tersebut.

Belum pernah saya berdebat dengan seseorang dengan niat
agar dia membuat pernyataan yang salah atau menelanjanginya
supaya saya memenangkan perdebatan itu. Kapanpun saya berhadapan
dengan lawan debat saya, dalam hati saya berdoa,
" Ya Allah, bantulah dia agar kebenaranlah yang mengalir dari
hati menuju lisannya. Agar jika kebenaranlah yang ada pada
sisi saya, dia bisa mengikuti saya. Dan jika kebenaran ada pada sisinya,
saya bisa mengikutinya
." ~ Imam Syafi'i ra ~

Saya sedih ketika melihat status teman-teman yamg saya pikir mereka adalah orang 'sholeh/sholehah' malah memberikan tanda suka pada artikel-artikel yang isinya membenarkan fitnah tersebut. Saya sampai harus mencari-cari alasan bagi akal saya sebagai pemakluman agar tidak sampai memunculkan su'udzon (buruk sangka) kepada orang-orang tersebut. Dan ini kemudian memicu munculnya pertanyaan lain tentang maksud tanda suka dalam status di facebook. Karena bagi saya, suka artinya mendukung, mengakui atau membenarkan. Mereka yang menekan tanda suka artinya mereka mendukung,  memgakui atau membenarkan isi dari yang mereka suka itu. Namun, ketika sesuatu itu berisi fitnah, bukankah tidak seharusnya kita mendukung,  mengakui atau membenarkan isi berita itu?! Sekalipun itu datangnya dari orang yang kita suka atau dukung!

Jika kita menyukai isi berita itu, tidakkah kita termasuk dalam bagian orang yang menyebar fitnah dan membenarkan perbuatan menfitnah? Disinilah saya pikir, banyak orang menggunakan media sosial namun belum bisa mengendalikan dirinya dari tindakan-tindakan yang justru mengotori ruang batinnya. Na'udzubillahi min dzalik. 

Dan yang lebih memprihatinkan,  kebanyakan ulama yang mestinya lebih berpengetahuan dan mampu menimbang kebaikan dan keburukan secara adil lalu menggunakan pertimbangan itu untuk menentukan pilihan, malah mengeluarkan fatwa yang justru cenderung mendzalimi orang yang jelas-jelas terkena fitnah lebih banyak. Bahkan ada yang sampai mengeluarkan fatwa haram dan dengan gagah berkata akan mempertanggungjawabkan fatwa itu di hadapan Allah SWT. Semoga Allah SWT mengampuni kedzaliman mereka dalam menggunakan ilmu yang ada pada mereka. 

Ratu Adil

Ada hal lain yang menarik seputar pilpres yang lalu; yaitu istilah ratu adil (queen of justice). Ini karena perkembangan yang ada mengingatkan saya pada cerita ramalan Pangeran Joyoboyo. Dan istilah ratu adil melambangkan sosok yang dinanti-nanti kedatangannya di saat situasi dan kondisi menunjukkan ketidakadilan yang merajalela.

Sebagian orang menafsirkan ratu adil ini sebagai sosok wanita yang akan memerintah dengan baik dan memberikan rasa keadilan kepada rakyat yang dipimpinnya. Sosok ratu adil dilambangkan sebagai seorang wanita dengan mata tertutup membawa timbangan / neraca dan pedang.

Keadilan tidak buta,
dia hanya tidak pandang
suku, agama, ras atau
golongan atau apapun.
Namun suatu ketika saat membaca tanda-tanda yang ada dan merefleksikan situasi yang berkembang, saya menyadari sesuatu yang sama sekali lain. Saya melihat kata ratu melambangkan sifat feminin pada seorang pemimpin. Sifat feminin ini bukan berarti dia bersifat seperti seorang wanita. Namun yang dimaksud disini adalah sifat feminin yang merujuk pada sifat rohman (pengasih) dan rahim (penyayang). Sebagaimana Allah mengutamakan kedua sifat tersebut atas sifat-sifatNya yang lain.

Sedangkan kata adil yang disimbolkan dengan nerca dan pedang menunjukkan karakteristik pemimpin tersebut dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Adil yang dilambangkan dengan neraca bisa diartikan sebagai kesamaan perlakuan dalam hukum dan pemerintahan (egalitarian), namun juga bisa diartikan sebagai sifat proporsional sesuai situasi dan kondisi. Sedang pedang melambangkan ketegasan dalam menegakkan keadilan; memaksa yang sewenang-wenang agar tunduk dan yang teraniaya dilindungi.

Qolbun Salim

Untuk mengungkapkan istilah hati, al Quran menggunakan beberapa istilah. Yang saya tahu ada istilah shudur, qolbun, fuad, bashiroh dan lubb. Penjelasan singkat tentang beberapa istilah tersebut ada di sini.

Tadnya saya berpikir akan menuliskan sudut pandang yang saya terima tentang hati disini. Tapi saya sadari, tulisan itu perlu bagian tersendiri. Sambil saya mengumpulkan poin-poin pencerahan tentang itu, insha Allah topik hati ini akan saya tulis dalam artikel yang lain. Semoga berkah Lailatul Qadr mengilhami saya untuk lebih jernih lagi membaca ayat-ayatNya. 

Jadi qolb adalah kondisi hati yang berubah-ubah sesuai akar kata qolb yang artinya bolak-balik. Perubahan itu menurut hembusan angin yang bertiup saat itu. Bolak-baliknya hati yang dipenuhi pohon khobisat akan memunculkan kemunafikan. Berbeda dengan bolak-baliknya hati yang lebih banyak dipenuhi pohon toyyibah. Jika ikhlas menggambarkan berubah-ubahnya hati dengan akar keimanan tetap kokoh terikat kuat ke dalam bumi, maka kemunafikan menggambarkan berubah-ubahnya hati karena tidak adanya akar keimanan yang melekat padanya. Sampai-sampai dalam Al Quran ( QS 22: 31) disebutkan orang-orang itu "seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh."

Maka qolbun salim adalah kondisi berubah-ubahnya hati orang-orang yang beriman yang perubahan itu hanyalah perubahan dari satu kebaikan menuju kebaikan lainnya sehingga pemilik hati itu senantiasa dalam keadaan selamat, demikian juga orang-orang yang berhubungan dengannya. Perubahan yang bagaimanakah qolbun yang salim itu? Perubahan dari sabar saat menerima musibah menjadi syukur saat menerima nikmat. Perubahan dari khouf (takut pada Allah) saat dalam kondisi lapang menuju roja' (berharap pada Allah) saat dalam kondisi sempit. Inilah kondisi yang kita harapkan.


Saya mengamati, peristiwa pemilihan presiden (pilpres) RI yang ke tujuh tahun ini benar-benar menjadi ujian bagi ummat Islam dan juga seluruh komponen bangsa Indonesia tentang kualitas pribadi yang bersumber dari hati. Hal ini ditunjukkan pada justifikasi mereka dalam menentukan pilihan; karena saya amati yang satu mewakili hati yang sakit dan yang satu mewakili hati yang sehat.

Ada cerita menarik yang saya dapat saat mengikuti buka bersama di Pesantren. Saya diberitahu bahwa sebenarnya sebelum capres no. 2 berkunjung ke Pesantren, timses dari capres no. 1 sudah terlebih dahulu meminta ijin untuk bisa bertemu Sang Guru. Namun Beliau tidak bisa menerima karena kondisi Beliau sakit. Sedang pada saat timses capres no. 2 meminta ijin untuk bertemu,  Beliau akhirnya bisa menerima karena kondisi Beliau sudah sehat. Kondisi ini mengingatkan saya pada hadist Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan oleh Anas RA yang menyatakan Rasulullah SAW bersabda bahwa "Orang mukmin adalah cermin bagi mukmin yang lain." Menafsiri dua kondisi tersebut menggunakan dasar kebenaran hadist tersebut bisa saya simpulkan bahwa kondisi yang satu hatinya berpenyakit sedang yang lainnya jauh lebih sehat. Wallohu'alam bis showab. 



Semoga Allah mengaruniai kita hati yang selamat. Amien Ya Robbal'alamiin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar