Selasa, 15 November 2011

Menjadi Abdi

Sering kali kita melihat status abdi sebagai sesuatu yang rendah dan minor. Orang lebih bercita-cita menjadi pengusaha sukses atau dokter atau insinyur atau pilot atau sekedar menjadi majikan bagi diri sendiri. Sangat jarang sekali kita dengar seseorang bercita-cita menjadi abdi atau pembantu atau pelayan. Karena mereka melihat pekerjaan dan status itu sebagai sesuatu yang proletariat (rakyat jelata) dan berkesan tidak menjanjikan masa depan yang penuh kemakmuran.

Namun dalam pendidikan di Shiddiqiyyah, cita-cita tertinggi yang hendak dituju Sang Mursyid adalah justru hamba (abdi) dengan sifat yang melekat pada pribadi tersebut yaitu bersyukur. Sehingga menjadilah priibadi tersebut sebagai abdan syakuro.

Ini tentunya sangat menarik untuk dikaji. Karena ternyata tidak semua orang bisa memiliki dan menjalankan perilaku seorang abdi, pembantu, pelayan, hamba. Sedangkan pada masa perkembangan ekonomi sekarang ini, jenis usaha yang banyak berkembang dan sangat menjanjikan justru adalah jenis usaha yang bergerak di sektor jasa (layanan). Dan mereka memiliki kriteria mereka sendiri sebagai standard mutu layanan yang diberikan agar bisa mempertahankan dan meningkatkan jumlah pelanggan atau penerima jasa (layanan) mereka. Tolok ukur semua standard layanan itu berpangkal dari satu pertanyaan kunci 'Puaskah pelanggan dengan layanan kita?'. Semua potensi yang dimiliki oleh penyedia jasa (baca: manusia) ditujukan pada pencapaian sebesar-besarnya atas pendapatan (baca: harta) dan pangsa pasar (baca: kekuasaan).

Bagaimana jika potensi yang sama dari gerak manusia tersebut diarahkan kepada sesuatu yang tidak menjanjikan ketiga hal tersebut? Adakah yang masih mau melakukan dan mengambil peran menjadi abdi? Mungkin akan sangat jarang sekali. Kalau toh ada, akan menjadi suatu keanehan di tengah mayoritas orang yang lebih mengejar tiga keuntungan duniawi tersebut. Karena itulah Allah menyebutkan 'amat sedikit sekali hamba-hambaKu yang bersyukur'.

Tapi seperti itulah halnya ketika kita berhadapat dengan organisasi yang bersifat sosial untuk pelayanan masyarakat dan nirlaba. Secara khusus kita bicara tentang organisasi-organisasi di Shiddiqiyyah. Sebagai organisasi sosial yang bernafaskan tasawuf, organisasi yang ada di lingkungan Shiddiqiyyah sama sekali tidak menjanjikan keuntungan duniawi (baca:harta). Malah sering kali para pengurusnya harus mengeluarkan biaya sendiri untuk bisa menghidupkan dan menjalankan fungsi sosial organisasi tersebut. Organisasi juga tidak menjanjikan kekuasaan. Karena sistem yang ada tidak memungkinkan seorang pengurus memegang jabatan seumur hidup mereka. Maka apa yang bisa mendorong seorang pengurus untuk memperjuangi diri mereka, mendorong diri mereka agar bangkit, bergerak dan memperjuangkan pelaksanaan visi dan misi organisasi tersebut?

Kalau bukan karena Allah yang Maha Perkasa, yang memberi dan memunculkan kesadaran pada para pengurusnya, tentu organisasi itu telah mati dan tidak berkembang. Karena sebuah cita-cita mulia suatu organisasi hanya bisa hidup melalui hidupnya para pengurusnya. Hidupnya para pengurus organisasi agar benar-benar sesuai dengan visi 'Manunggalnya Keimanan dan Kemanusiaan' tentulah gerak langkahnya dalam berorganisasi harus disandarkan pada Laa ilaaha illa Alloh.

Dalam melaksanakan pengabdian melalui organisasi kesadaran para pengurus perlu untuk dimunculkan. Yaitu kesadaran bahwa saat menjalankan fungsi organisasi mereka tidak sedang melayani manusia, tapi pada hakikatnya mereka sedang melayani Allah. Jika kesadaran itu muncul, maka mereka akan berusaha sekuat tenaga untuk memberikan yang terbaik. Karena upah peran serta kita dalam mengabdi melalui organisasi nilainya jauh lebih besar dari sekedar pendapatan dan pangsa pasar.

Dalam surat Al Maidah 35 disebutkan "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepadaNya dan berjihadlah pada jalanNya, supaya kamu mendapat keberuntungan". Dalam konteks pengabdian melalui organisasi bisa dikatakan organisasi-organisasi yang muncul di Shiddiqiyyah adalah jalan yang diberikan oleh Sang Guru untuk mendekatkan diri kepadaNya melalui penyampaian Kalimatullah kepada masyarakat. Para murid diajak dan diorganisasi agar bisa saling tolong menolong dalam menyampaikan kebaikan dan mestinya hal disambut para murid dengan gembira dan sungguh-sungguh agar mereka mendapat keberuntungan sebagaimana yang dijanjikan. Dan siapakah yang lebih benar janjinya dibanding Allah Pemilik segala perbendaharaan di langit dan di bumi?


Powered by Telkomsel Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar