Kamis, 17 November 2011

Pendidikan Akhlak

Cahaya Ilmu dalam Al Qur'an
Malam ini (19 Dhulhijjah 1432H / 18 November 2011M) saya menghadiri acara Tasyakuran selesainya pelajaran siswa-siswi Madrasah Linailil Maqoshidul Quramil Mubiin angkatan ke-6 di Pesantren Majmaal Bahrain Shiddiqiyyah, Losari - Ploso Jombang. Acara ini bisa dikata hampir sama dengan prosesi wisuda mahasiswa yang telah menyelesaikan pendidikan mereka di institusi pendidikan formal umumnya. Diantara rangkaian acara wisuda tersebut ada bagian yang menarik dan agak berbeda dibanding prosesi wisuda yang banyak digunakan di lingkungan akademisi formal.

Perbedaan itu adalah pada tata cara pengukuhan yang dilakukan. Di institusi pendidikan yang umumnya dilakukan pengukuhan dilakukan dengan memindahkan tali kuncir yang berada pada topi dari set toga dari sebelah kiri ke kanan dilanjutkan dengan penerimaan ijazah yang dimasukkan dalam tabung tempat gulungan dokumen berwarna gelap. Hingga kini, meskipun saya pernah menjalani prosesi tersebut, saya tidak tahu persis makna dari gerakan tersebut apa. Ada yang bilang itu adalah tanda bahwa saya resmi mengantongi gelar sarjana dan telah menamatkan pendidikan. Tapi saya tidak ingat ketika menjalani itu saya merasakan sesuatu yang istimewa yang bisa saya kenang. Bahkan saya tidak ingat lagi apa pidato akademis yang disampaikan pada waktu acara wisuda saya saat itu.

Sungguh berbeda dengan malam ini, ketika saya menghadirkan diri saya lahir batin hadir untuk menangkap makna pengalaman hidup yang membuat saya harus tinggal di sana dan untuk sementara meninggalkan pekerjaan kantor di tempat saya biasa bekerja. Di acara wisuda yang saya hadiri malam ini pengukuhan dilakukan dengan cara sungkem kepada guru besar Pesantren Majmaal Bahrain Shiddiqiyyah yaitu Bpk. Kyai Moch Muchtar Mu'thi dan Ibu Nyai dilanjutkan penerimaan Ijazah dan buku induk yang berisi pelajaran pokok khas Shiddiqiyyah yang disusun khusus oleh Bpk. Kyai Moch Muchtar Mu'thi. Sungkem dilakukan dengan si murid bersimpuh di depan Sang Guru dan mencium tangan Beliau saat bersalaman.

Karena saya mengalami hal yang sama pula meski dalam status agak berbeda, bagi saya sungkem menunjukkan sikap patuh dan memuliakan kepada guru yang telah mengajarkan ilmu kepada murid. Sebuah perlambang rasa terima kasih pemberian cahaya penerang dalam menjalani kehidupan. Sehingga saya melihat ritual wisuda yang saya hadiri malam ini menjadi istimewa. Wisuda tidak hanya menjadi sekedar pesta tetapi sesuatu yang harus disyukuri. Wisuda adalah pelajaran akhlak bagi murid untuk mengukuhkan nilai kebaikan yang telah diterima selama ini. Wisuda menjadi pelajaran akhlak bagi murid untuk menata niat menjadikan cahaya ilmu yang telah diserap selama ini menjadi sesuatu yang bermanfaat dan menerangi melalui perilaku tawadhu (rendah hati) yang ditunjukkan dalam tindakan.

Apalagi dipertegas dengan lagu untuk para guru dan dosen yang telah mengajar mereka dari kecil:

          Terima kasihku kuucapkan
          Pada Guruku yang tulus
          Kan kuingat selalu nasehat Guruku
          Untuk bekalku nanti

          Setiap hariku dibimbingnya
          Agar tumbuhlah bakatku
          Kan ingat selalu nasehat Guruku
          Terima kasih kuucapkan. 


Dilanjutkan dengan mauidhoh hasanah dari Mursyid Thariqah Shiddiqiyyah yang sekaligus menjadi Guru Besar Madrasah Linailil Maqoshidul Quramil Mubiin terkait keutamaan sholat fajar yang menjadi rahasia awal mula perkembangan Islam dan Ilmu sehingga dalam Hadist Nabi yang diriwayatkan Siti Aisyah ra disebutkan bahwa dua rakaat sholat fajar lebih utama dibanding dunia dan segala isinya.

Jadilah acara wisuda yang saya hadiri malam ini sesuatu yang tidak hanya sakral dan mengandung nilai pendidikan akhlak tetapi juga mengandung pendidikan ilmu tasawuf dan ilmu hakikat.

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Segala Puji hanya bagi Allah, Rabb segala alam.

Tidaklah Engkau ciptakan dan jadikan segala sesuatu dengan sia-sia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar