Jumat, 19 Februari 2010

Rasa yang Tepat butuh Waktu yang Tepat

Selama beberapa bulan hampir setahun, saya telah menyimpan sebuah sachet selai strowberi kecil yang belum juga saya makan berdampingan dengan roti maupun makanan utama lain. Entah karena lupa untuk mencarikannya pendamping atau karena sedang tidak ingin makan selai. Setiap kali melihat sachet kecil itu tergeletak di atas tutup kotak kue, saya hampir selalu berpikir membuangnya karena merasa tidak perlu.Karena roti-roti yang terhidang dan saya punya bukan jenis roti tawar yang cocok dengan selai itu.

Saya tidak ingat dari mana saya dapatkan selai itu. Mungkin waktu di perjalanan naik pesawat, dan salah satu menu yang diberikan adalah roti dengan sachet selai kecil itu. Yang jelas begitulah selai itu tidak tersentuh sama sekali untuk waktu yang sangat lama. Setiap kali saya akan membuangnya, entah kenapa saya seperti diingatkan untuk tidak melakukannya, karena itu tindakan mubadzir. Sementara saya juga kuatir kalau batas kadaluarsanya sudah lewat. Yang jelas sachet selai itu masih dalam keadaan utuh tersegel belum tersentuh udara luar.

Hingga satu malam, ketika saya berniat sahur untuk puasa di pagi harinya. Waktu itu saya sedang malas makan nasi karena malamnya sudah makan sepiring penuh lontong sayur. Dan kebetulan sebelumnya saya sudah sahur dengan oatmeal dicampur madu, mengikuti ide kakak. Karena saya terlalu banyak memberi madu, rasanya jadi agak eneg. Pagi harinya saya titip untuk dibelikan kismis untuk dicampur dengan oatmeal, tapi ternyata Ibu yang saya titipi bilang, tidak ada yang jual kismis.. (Agak heran juga, masak tidak ada toko yang jual kismis?! Tidak juga Alfamart dekat pasar desa?!). Sehingga malam itu saya makan oatmeal campur susu bubuk rasa vanila.Tentu saja kalau hanya oatmeal dicampur susu bubuk rasa vanilla, yang akan saya dapatkan adalah makanan berbentuk bubur tawar yang tidak menimbulkan selera.

Saat itulah saya melihat kembali sachet selai strowberi yang hampir-hampir akan saya buang itu. Melihatnya teronggok disana dalam diam, tiba-tiba pikiran saya menemukan ide untuk mencampurkannya dalam oatmeal saya. Dan saya tahu waktunya tepat bagi selai strowberi itu untuk bermanfaat setelah sekian lamanya menanti dan bahkan hampir saja masuk tempat sampah.

Tentu saja, kombinasi rasa yang dihasilkan antara oatmeal, susu vanilla dan selai strowberi itu buat saya jauh lebih lezat dibanding rasa tawar hasil cicipan sebelumnya dan tersaji lebih menarik. Karena sekarang ada rasa manis dalam bubur oatmeal itu dan warna putih kemerahan selai. Dan yang tidak kalah pentingnya bubur itu juga merupakan makanan sehat yang menunjang laku vegetarian yang mestinya saya lakukan saat itu.

Sambil menikmati hidangan itu, saya teringat dengan diri saya yang sedang menanti sang pangeran menjemput saya menuju singgasana perkawinan :-) dan saya menyadari tibanya waktu itu kadangkala menimbulkan rasa tawar dalam hati. Namun pada saat yang sama saya juga tahu, saya tidak punya kuasa apapun persis seperti sachet selai kecil yang teronggok tidak berdaya menanti takdir memberikan manfaat atas keberadaannya sebagai selai untuk dinikmati sebagai hidangan J

Pengalaman makan sahur itu mengajarkan sesuatu: tidak ada yang sia-sia dalam penantian. Dengan berserah diri pada kehendak Tuhan yang Maha Kuasa, maka Dia pula yang akan memilihkan waktu yang tepat bagi saya. Dan ketika waktu yang tepat itu diberikan, sudah tentu dengan keyakinan atas Maha Bijaksananya Dia, rasa yang ditimbulkan juga akan selezat yang Dia maksudkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar