Kamis, 26 November 2009

Terbenam dan Terbitnya Nasionalisme

Seumur-umur saya belum pernah dengan sungguh-sungguh menghayati makna bela negara atau rasa nasionalisme. Ketika berdialog dengan teman dari luar negeri tentang pemerintah yang korup dan masih banyaknya kemiskinan dan kekumuhan di berbagai sudut begeri, sulit sekali untuk merasakan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia.

Juga ketika menjadi bagian dari tim cerdas cermat P4, mengikuti dan mendapatkan pelajaran PMP, semua terjalani tanpa rasa nasionalisme yang kuat dalam dada. Sehingga ketika memasuki dunia kerja dan tidak lagi berinteraksi dengan yang namanya Pancasila dan UUD 45 adalah hal yang biasa saja. Rasa nasionalisme tetap tidak menemukan bentuk nyatanya dalam dunia nyata. Bisa dikata rasa nasionalisme saya sedang terkikis oleh kesibukan kerja dan masalah sehari-hari. Saya rasa banyak rakyat Indonesia juga mengalami hal yang sama. Bahkan pemerintah pun seolah sedang lalai dari menghidupkan semangat nasionalisme dan bela negara di kalangan generasi muda.

Dalam kondisi yang seperti itu, tiba-tiba saya dihadapkan pada situasi yang mendorong saya untuk mempertanyakan nasionalisme saya kembali. Seruan untuk menolak khilafah menjadi pendorong untuk saya meninjau kembali rasa nasionalisme itu. Karena memang untuk bisa dengan tegas mengatakan saya menolak khilafah, saya harus punya landasan yang kuat agar apa yang saya suarakan bukan sekedar membeo ide orang. Apalagi suasana yang tercipta dalam menolak ide itu oleh beberapa teman dinuansakan sebagai perang pemikiran dengan kalangan pendukung pro khilafah. Kalau pakai bahasa mereka ghozwul fikr (perang pemikiran).

Pondasi yang kuat itu harus terbentuk menjadi satu keyakinan, karena di masa kuliah dulu kedekatan dan keterlibatan dengan aktivitas dakwah kampus membuat saya memahami pola pikir orang yang mendukung ide khilafah itu.

Jadi, ketika sebuah pemahaman diajarkan kepada saya tentang nilai-nilai luhur bangsa yang terbentuk dari akar budaya asli bangsa Indonesia, cahaya nasionalisme yang mulai meredup mulai terbit kembali. Ia menemukan kembali energi untuk bersinar kembali melalui pengenalan pada warisan kemuliaan sejarah bangsa, kelemahan yang menyimpan kekuatan yakin, kerendah hatian yang penuh martabat, dan kesakralan hari-hari pilihan yang menandai pergerakan bangsa Indonesia.

Mengenali kemuliaan nilai-nilai itu menerbitkan kembali semangat bela negara. Dan penolakan atas khilafah menandai terbitnya rasa nasionalisme dalam dada. Memberi saya kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, memberi saya kekuatan untuk berkata tidak atas ide penegakan khilafah di Indonesia dengan mengganti dasar negara dan undang-undang dasar negara. Sedang para pahlawan yang tak terhitung junlahnya telah gugur untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan bangsa ini.

Siang ini sempat terbaca pertanyaan menarik melalui yahoo answer 'Perlukah di Indonesia wajib militer?' Kalau saya harus memberi jawaban, maka akan saya jawab YA. Karena dengan itu barangkali jiwa nasionalisme di kalangan pemuda bisa dibina.

Apakah anda setuju juga?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar