Selasa, 07 Juli 2009

Nafsu makan yang sederhana

Saya tidak tahu apakah yang saya alami dengan nafsu makan saya juga dialami orang lain atau tidak. Tapi inilah yang ingin saya ceritakan.

Ketika kecil saya dibesarkan dalam lingkungan keluarga besar dengan pola hidup yang tidak bisa digolongkan mewah. Satu hal yang saya ingat, dan akhirnya menjadi pelipur saya disaat nafsu makan tidak ada adalah jenis makanan yang akan saya pilih. Yaitu saya suka makan nasi hangat yang diberi kecap manis dengan lauk kerupuk. Kalau sedang ada rejeki lebih maka kerupuk itu mungkin akan diganti dengan telur dadar atau daging bumbu yang biasa kami sebut empal. Tapi yang lebih sering adalah pakai kerupuk.

Kondisi itu ternyata berulang ketika saya sudah dewasa. Disaat nafsu makan saya sedang tidak muncul sementara kebutuhan untuk mengisi perut agar tidak masuk angin atau kena maag membuat saya harus memilih jenis makanan apa yang enak dimakan... pilihan ternyata kembali kepada menu sederhana yang menjadi favorit saya dimasa kecil dulu yaitu nasi hangat dengan kecap manis dan kerupuk.

Ini membuat saya berpikir bahwa ditengah semua modernisasi, kemakmuran maupun pendidikan tinggi yang telah saya tempuh, ada hal yang tidak atau mungkin akan sulit diubah pada diri seseorang atau paling tidak pada diri saya. Yaitu kebutuhan akan kesederhanaan.

Saya sadari ini bukan perkara image yang kita bangun ataupun segala kemunafikan yang hendak kita tampilkan dengan etiket ala Barat melalui pelajaran table manner. Karena dalam proses saya menjadi dewasa latihan table manner juga pernah saya lakukan. Rasa lapar dan nafsu makan adalah pasangan natural yang tidak mengenal hal itu. Saya tidak bermaksud menyinggung mereka yang membangun hidup mereka dari penilaian orang atau image tentang diri mereka. Tapi mari kita lihat salah satu kesederhanaan yang merupakan kombinasi paling mengesankan atas keberadaan kita di dunia ini.

Tidakkah kita amati, bahwa di tengah beragam menu makanan yang disajikan di berbagai arena makan dari mulai restoran bintang lima sampai warung kaki lima, dari restoran putar di puncak gedung sampai penjual makanan dikolong jembatan semua itu hanya bisa kita nikmati kelezatannya manakala ada rasa lapar yang mendorong anggota tubuh kita untuk menuju pada sumber pemuas rasa lapar itu?

Ada cukup banyak resep-resep makanan yang disajikan baik dalam bentuk buku maupun dalam bentuk artikel yang bisa diunduh di internet. Tadi siang bahkan saya membaca artikel tentang seorang ibu yang demi menyenangkan buah hatinya membuat hidangan makan pagi dari cetakan-cetakan makanan yang secara khusus didatangkan dari Jepang. Yang menurut pemikiran dan kesimpulannya telah menarik minat anak-anaknya untuk makan hidangan yang telah dibuat dengan susah payah oleh sang Ibu.

Kalau ditelaah bisa dilihat bahwa berbagai cara telah ditempuh manusia untuk meningkatkan daya tarik makanan terhadap tubuhnya (baca: perut). Mulai dari cara memilih bahan makanan, cara meraciknya, cara pengolahan, cara penyajian, bahkan hingga pada cara memasukkan makanan ke dalam mulut pun ada tata aturannya yang dikenal dengan table manner.

Tentu saja tulisan ini tidak untuk menyinggung apalagi mengkritik mereka yang telah bersusah payah menyajikan makanan dengan sedemikian rupa hingga sampai ke hadapan anda. Yang ingin saya ingatkan lewat tulisan ini hanyalah dengan semua kerumitan yang telah dan harus dilalui jangan pernah lupa apa yang membuat tubuh mau menerima semua jenis makanan tersebut. Rasa laparlah yang mendorong saraf otak kita untuk bekerja menggerakkan tangan, kaki, otot pencernaan dan seluruh anggota tubuh kita untuk bereaksi terhadap semua makanan yang terhidang.

Jadi kalau olahan itu tidak memberikan hasil yang memuaskan, maka jangan malu-malu untuk kembali ke selera asal. Kalau cara penyajian tetap belum menarik perhatian si kecil, kembalikanlah pada jenis makanan favorit mereka waktu bayi. Dan jika semua tata cara makan ala table manner itu menyiksa anda untuk merasakan kenikmatan makan, gunakanlah jemari anda untuk memegang dan membawanya ke mulut anda.

Apakah pendapat ini menabrak tatanan yang ada?! :-) Saya harap tidak demikian adanya. Saya pribadi merasa lebih nikmat menikmati ayam bakar atau goreng dengan menggenggamnya daripada menggunakan sendok, garpu dan pisau. Lagipula, kalau kesederhanaan adalah yang kita cari, entah disadari atau tidak, mengapakah kita harus mempersulit diri hanya demi image dan pendapat orang?!

Balik ke menu favorit saya, maka begitulah. Disaat teman-teman saya memilih menu lain yang enak-enak di penglihatan dan nafsu makan mereka memang sedang 'on', maka saya yang sedang tidak nafsu makan memilih menu yang sederhana agar tubuh saya yang sedang malas makan ini berkenan menerima asupan energi untuk beraktivitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar