Sabtu, 25 Juli 2009

Penguasa Api

Pagi ini, sebelum berangkat ke kantor, sambil bersiap diri dan berdandan aku memutar DVD Avatar, sebuah oleh-oleh yang aku dapat dari ziarah ke makam R. Sosro Kartono. Ya, itu adalah salah satu oleh-oleh hikmah yang aku sama sekali belum tahu hikmah dibalik itu, sampai aku membukanya dan menyaksikan ceritanya. Dari awal aku tahu, bahwa cartoon Avatar ini sarat makna yang karenanya aku suka sekali. Saat aku menemukan DVD itu di gerai depan Matahari, aku rasanya pengen meloncat karena gembira.

Setelah beberapa hari yang lalu aku putar, aku ingin memutarnya lagi. Dan pagi ini, aku nonton bagian yang berjudul Fire Master. Dan inilah yang menggugah kesadaranku. Untuk itu kamu mesti memahami dulu diriku untuk bisa mengerti kenapa bagian ini begitu special.

Karakter atau unsur yang ada padaku adalah air, dan aku dilahirkan pada musim dingin mendekati masa salju. Karakteristik itu mempengaruhi cara aku dalam berpikir dan bertindak. Aku menjadi orang yang mungkin bisa dibilang dingin, dan cenderung mengikuti pola yang sudah ada. Kemarahan, agresif, ambisius, menonjolkan diri adalah karakter yang sama sekali bukan aku. Ditambah lagi dengan apa yang telah aku pelajari, membuat karakter itu menjadi sesuatu yang harus aku jauhi. Karakter itu adalah perlambang dari unsur api. Dan dalam cerita itu, disebutkan begitu mudahnya Zuko untuk mengeluarkan kekuatan apinya saat dia diliputi dengan kebencian dan betapa sulitnya dia untuk mengeluarkan api itu saat dia tidak lagi membenci Aang, Sang Avatar.

Tapi ada bagian lain yang membuat aku terpesona, yaitu saat kedua orang ini belajar tentang api dari Sang Master Api, Sepasang naga Chan-Ra. Ketika mereka di puncak tangga persembahan dan menarikan tarian naga, dikitari oleh Sang Naga yang menyaksikan mereka, after effectnya adalah yang menyentuh. Kombinasi warna dari semburan api yang coba digambarkan dalam sebuah kisah kartun, mengingatkan aku pada kombinasi warna-warna indah yang dihasilkan oleh api.

Gambaran itu mengingatkanku pada keindahan aurora di langit kutub yang merupakan hasil dari efek sinar matahari yang terbelokkan oleh medan magnet bumi, mengingatkanku pada keindahan kembang api di malam pergantian tahun yang cemerlang di kegelapan malam, mengingatkanku pada keindahan warna warni yang memantulkan sinar matahari. Dan mungkin yang lebih pribadi adalah memantulkan kombinasi dari penyatuan dua energi yang tersimpan dalam diri manusia. Harus kuakui, aku hampir menangis menyaksikan keindahan itu sekaligus menyadari berharganya sesuatu yang selama ini justru aku abaikan.

Ya, memang api jika dibiarkan berkobar akan membakar dan menghanguskan kita. Bahkan neraka-pun digambarkan sebagai api yang menyala-nyala dan mengggelakkan isi otak. Tapi kita perlu mengenali dan mengendalikan karakter itu. Ya, meski aku berunsur air, tidak berarti aku tidak punya api. Aku punya, meski tidak dominant. Bahwa aku telah mengenali dan menerima karakterku, itu juga menjadi sebab, aku tidak terlalu suka unsur api. Namun hari ini aku belajar sesuatu.

Seringkali tanpa disadari kata api membawa konotasi negatif karena kemampuannya dalam membakar, menghanguskan, menghancurkan, menyakiti, dan semua aspek destruktif yang disebabkan karena keberadaannya. Disisi lain ada hal yang sebenarnya tidak kalah pentingnya, yaitu kemampuan dia untuk memasak, memanasi, menghangatkan, menerangi, mengeringkan dan semua aspek produktif yang bisa ditimbulkan dengan adanya api.

Hari ini, sekali lagi aku diingatkan dan kembali belajar mengenali sisi lain dari unsur api yang selama ini kurang aku suka, dan melihatnya dengan sudut pandang yang lain. sudut pandang yang lebih adil dan mendasar tentang keberadaan unsur atau karakter ini di alam. Dan aku bisa menguraikan panjang lebar tentang itu, tapi untuk saat ini aku akan menyimpannya dalam hatiku, sebagai khasanah indah pengetahuan batiniah. Bahwa suatu saat jika aku memerlukan untuk mengeluarkan karakter itu, aku akan bisa melakukannya dengan baik, tanpa mengotori sisi batiniah diriku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar