Sabtu, 25 Juli 2009

Rapuhnya akar kehidupan

“ Habis ketemu keluarga di kampung halaman, sekarang waktunya kembali bekerja………. Welcome to reality.”
Seorang teman menulis pesan singkat di dinding facebooknya.

Membaca kalimat singkat itu, saya menjadi berpikir. Apakah masa weekend yang dia gunakan bersama keluarga di kampung halamannya bukan suatu realitas juga? Apakah bagi dia realitas hanyalah kehidupan yang dijalaninya di Jakarta dengan kesibukan kerja dan kesehariannya? Apakah liburan bersama keluarga di kampung halaman bak mimpi indah atau selingan untuk mengeluarkan dirinya dari kejenuhan kota Jakarta? Lalu apakah realitas itu?

Kemudian saya melihat diri saya sendiri. Dan saya bisa mengerti bagaimana pemikiran seperti itu bisa muncul dalam benaknya. Sebagai wanita pekerja, saya juga kadangkala mengalami kondisi dimana ketika mengunjungi keluarga yang berada di kota lain, apa-apa yang saya lakukan serasa seperti mimpi. Kesibukan kerja dari pagi hingga sore atau kadang malam membuat dunia kerja menjadi sesuatu yang melekat pada kita sehingga kita anggap itulah realitas hidup kita.

Namun lagi-lagi saya harus meninjau ulang konsep diri saya tentang realitas hidup ketika membaca berita di Kompas tentang kematian seorang wanita calon legislatif dari salah satu partai politik yang mengusung ajaran Islam maupun seorang pejabat keuangan Freddie Mac di Amerika yang terkena imbas krisis global. Mereka berdua menempuh cara yang sama dalam mengakhiri hidup mereka yaitu bunuh diri.

Pilihan terakhir yang mereka tempuh menggambarkan suatu kondisi yang sama tentang ketidak-mampuan mereka untuk memahami realitas hidup yang sebenarnya. Mereka terlalu terlibat dan terlekatkan dengan posisi maupun aktivitas hidup yang mereka jalani sehingga tidak bisa lagi membedakan antara realitas hidup yang semu dengan yang hakiki.

Disadari atau tidak, seringkali tindakan hidup kita didikte oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekeliling kita. Kesibukan kerja yang harus dijalani, masalah rumah tangga yang menerpa, kerepotan mengurus anak, ajakan teman, iklan-iklan di media cetak dan televisi, bahkan situasi politik dan ekonomi juga ikut mempengaruhi. Hal-hal itulah yang kemudian menimbulkan tekanan / stress pada makhluk.

Menuju Realitas
Untuk menghindarkan diri dari stress orang kemudian menempuh berbagai cara. Ada yang melakukan relaksasi di spa, berkebun, melakukan hoby, olahraga, bepergian ke pedesaan bagi mereka yang tinggal di kota dan ke kota bagi yang tinggal di pedesaan, yang biasa berada di keramaian mencari ketenangan, yang biasa ketenangan mencari keramaian dan sebagainya. Semua adalah demi menghilangkan tekanan / stress. Adanya stress atau tekanan itu diindikasikan dengan adanya ketidak-tenangan pada diri kita dalam menyikapi suatu permasalahan.

Di dalam al Qur’an sendiri disebutkan
Ingatlah, hanya dengan mengingat Alloh-lah hati menjadi tenteram.
[QS 13.28]. maka sesungguhnya diantara semua aktifitas penghilang stress yang paling mujarab, sesungguhnya hanya ingatan kepada Alloh yang akan menghilangkan ketidak-tenangan tersebut.

Pertanyaan berikutnya, bagaimanakah ingatan kepada Alloh itu bisa dilanggengkan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar